Chapter XLV (Memory & Promise)

Start from the beginning
                                        

Ceklek.

Tidak terkunci.

Haechan lantas semakin memberanikan diri untuk mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar.

Sepi.

Sunyi.

Gelap.

Jemari Haechan pun tidak tinggal diam dengan segera meraba-raba dinding di samping ambang pintu. Bertepatan dengan pintu kamar yang sepertinya memanglah kamar Mark itu kembali tertutup dengan sempurna, jemari Haechan yang berhasil menekan saklar lampu tersebut seakan menjadi saksi betapa terangnya kondisi kamar itu di detik berikutnya.

"Uhuk!"

Haechan tidak menyangka dirinya akan terbatuk saat tidak sengaja menendang sebuah benda yang tergeletak di lantai secara sembarangan hingga membuat debu yang menyertainya berterbangan seketika.

Apa ini?

Apakah ini benar-benar kamar Mark?

Tapi kenapa kondisinya sangat berdebu seperti ini, seolah-olah tidak pernah dihuni sama sekali selama bertahun-tahun?

Haechan yang semakin merasa aneh dengan semua ini pun semakin memberanikan diri untuk menjelajahi kamar tersebut. Tapi baru saja beberapa langkah kakinya melaju, manik Haechan yang tidak sengaja menangkap pemandangan berupa sebuah gitar akustik berwarna biru yang tergeletak di sudut dinding pun entah mengapa membuatnya membeku seketika. Ada beberapa detik manik Haechan terpaku pada gitar tersebut sebelum secara refleks Ia memegangi kepalanya sendiri saat mendadak terasa sangat pusing.

"Hyungie, permainan gitarmu bagus sekali."

Uhh...

Haechan bahkan sampai mencengkram kepalanya sendiri dengan kedua tangan oleh karena rasa sakit hebat yang kini begitu terasa.

"Tentu saja. Aku harus memberikan permainan musik terbaikku untuk mengiringi suara merdumu, Hyuckie."

Haechan bahkan sampai memegangi dadanya oleh karena napasnya yang mendadak terasa sangat sesak.

"Sepertinya akan menyenangkan kalau kita bisa terus bermusik seperti ini."

"Kenapa tidak? Aku bahkan sudah menciptakan lagu untukmu."

"Benarkah? Kenapa?"

"Tentu saja karena aku ingin menjadi satu-satunya penulis dari lagu yang akan selalu kau nyanyikan saat impianmu menjadi seorang penyanyi benar-benar terkabul."

"Hyungie... terima kasih."

"Tidak. Justru aku yang harus berterima kasih karena kau telah menjadi muse di hidupku."

"Hyungie..."

"Tetaplah di sisiku, Hyuckie."

BRAK!

Haechan yang tak mampu mengendalikan reaksi kesakitan yang kini tengah mendera sekujur tubuhnya pun sampai terhuyung ke samping hingga tanpa sengaja menabrak rak buku. Bersamaan dengan tubuh Haechan yang jatuh merosot ke lantai itulah, beberapa benda yang tersimpan di dalamnya turut jatuh berhamburan di sekelilingnya. Haechan bahkan sampai menutup mulutnya rapat-rapat saat perutnya mendadak sangat mual hingga dirinya bisa muntah saat itu juga.

Sungguh...

Apa-apaan semua ini...?

Apa-apaan ingatan yang mengerubungi kepalanya ini...?

KLAK!

Di sela-sela rintihannya yang menahan segala rasa sakit yang ada, manik Haechan refleks terpaku pada sebuah bingkai foto yang turut terjatuh di hadapannya.

ReverseWhere stories live. Discover now