"To ... long ... lepasin ikatan kepalaku ...," suara parau tiba-tiba membuyarkan lamunannya.

Kaki Handoyo bergetar. Bulu di tengkuknya meremang.

Perlahan, Handoyo memutar tubuhnya dan terpaku saat melihat sosok yang berada di belakang tubuhnya.

Awalnya sosok itu setara dengan tingginya, tapi perlahan ia membesar hingga setinggi pohon kelapa.

Sosok itu tertawa kencang dan belatung dari wajahnya yang gosong dan rusak itu mengenai wajah Handoyo.

Susah payah Handoyo mundur dan mengetuk pintu WC istri nya berulang kali. Tak ada sahutan.

Dok! dok! dok!

"Bukakan ikatan kepalaku!" lagi, suara itu terdengar membahana.

Handoyo yang di dera rasa takut terus melangkah mundur dan ...

Byuurr!

Ia terjatuh ke dalam kolam lele.

***

Nani, istri Handoyo bernapas lega setelah selesai membuang hajat. Ia celingukan di ambang pintu, mencari suaminya yang tak ada di luar.

Alisnya bertaut mengingat tadi ia mendengar ketukan pelan di pintu, ia ingin keluar tapi tanggung, dan sempat mendengar bunyi benda terjatuh di kolam.

'Apa itu Mas Handoyo, ya? tapi ... ngapain ia nyebur ke kolam? ah, mungkin itu suara kelapa tua yang jatuh dari batang.' batinnya.

Nani tanpa ragu mulai menjejakkan kakinya di jembatan kayu dan ia bernapas lega saat melihat seseorang berjongkok tak jauh dari tempatnya berdiri.

Nani bergegas mendekatinya dan menepuk pelan suaminya.

Pluk!

"Ayo, Pak... Ibu udah selesai,"

Sosok yang ia tepuk bahunya itu mengangguk dan berdiri berhadapan dengannya. Nani memperhatikan sekejap, merasa sedikit heran karena suaminya jadi irit bicara.

Namun, karena udara dingin dan bulu kuduknya yang meremang, Nani memutuskan tak memikirkan dan mengajaknya segera pulang.

Baru saja setengah perjalanan menuju rumah iparnya, rungunya terusik dengan suara lirih meminta pertolongan. Suara yang amat ia hapal.

"To ... long ...,"

Seketika Nani menghentikan langkah dan memutar tubuhnya. Ia terhenyak karena suaminya tak ada di belakangnya. Padahal jelas-jelas ia tadi berjalan bersama.

Pandangan Nani mengedar ke segala arah. Memastikan jika suara itu benar suaminya.

"To ... long ... Buk ...,"

Semakin lama, suara semakin lirih terdengar. Tak mau kecewa, Nani bergegas mencari suara yang sepertinya berasal dari kolam lele tempatnya membuat hajat.

Terseok-seok karena jalanan setapak yang licin, jalanan tanah bercampur rumput liar yang hanya bisa di lewati dengan berjalan kaki.

"Bapak ... Bapak di mana!" teriaknya saat sudah berada di sekitar kolam.

"Di sini, Buk!" panggilnya.

Nani menurunkan pandangannya dan melihat sebuah tangan melambai padanya.

Seketika itu juga, wanita paruh baya itu berlarian ke bibir kolam dan memastikan jika itu memang suaminya.

Kelopak matanya melebar saat melihat Handoyo, suaminya sudah basah kuyup di pinggir kolam dengan tubuh menggigil kedinginan.

"Bapak ngapain di sini? bukannya tadi kita sudah hampir sampai rumah, kenapa dengan cepat bisa ada di sini? lagian apa nggak jijik, di kolam tempat buang hajat kok berenang, malam-malam lagi, kayak ga ada kerjaan, aneh!" ceracau Nani tanpa henti.

"Sudah, Buk. Nanti Bapak jelaskan! sekarang tolong Bapak keluar dari sini. Bapak kedinginan!" titah Handoyo memotong ucapan istrinya sembari menahan dingin yang menusuk tubuhnya.

Nani terdiam dan segera menuruti perintah suaminya. Meski dalam batinnya penuh dengan pertanyaan.

Ia mengulurkan tangannya dan meraih tangan Handoyo yang serupa seperti batu es saking dinginnya.

"Satu ... dua ... ti ... ga!"

Hup!

Pada hitungan ketiga Nani Berhasil mengangkat suaminya naik ke permukaan.

Dengan tubuh gemetar, Handoyo meminta Nani untuk segera membawanya pulang.

"Ibu jangan banyak tanya dulu. Sekarang secepatnya kita harus sampai rumah,"

Dengan tubuh yang gemetar karena basah dan angin yang berhembus cukup kencang, Handoyo menarik tangan istrinya dan berjalan tergesa-gesa.

Nani mengikuti langkah cepat suaminya tanpa banyak bertanya, dan saat mereka sampai....

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang