Cerpen : Satu Malam Saja

Depuis le début
                                    

Ia menghela napasnya dalam, masih membaca surat kabar dengan lembaran besar berukuran setengah tubuhnya.

Lalu ada beberapa orang yang duduk di depannya. Satu persatu meja yang berisi empat orang ini sudah terisi penuh. Awalnya memang risih untuk duduk bersama, tapi Roni juga tidak mau mengalah karena sudah duduk duluan dari tadi. Roni tetap membaca surat kabar dengan kalem, namun tindakan menguping ya tidaklah mungkin terelakkan

"Kak, lu yakin mau cerai sama Didit?" ucap seseorang yang duduk di depan Roni. Roni merasa malas karena enggan menguping curhatan gabut, namun ia juga belum mau beranjak karena masih asyik membaca.

"Haah? Bukannya kalian nggak ada masalah ya? Kalian keliatan anteng-anteng aja di rumah?" ucap satu orang gadis di sebelahnya.

"Ah elu kayak nggak kenal kakak lu aja sih, Lyn."

"Ya lu si Ci, nggak pernah mau ngobrol ama kita-kita kalo ada masalah. Curhat dong, curhat."

"Nggak tau, sejak ditinggal cowok yang gua sayang, hidup gua mulai berantakan. Nomer sama sosmed gua diblokir, sumpah dia jahat banget."

"Siapa?"

"Oh gua tau Lyn, cowok yang dia maksud."

Roni makin malas menguping dan berniat untuk pergi dari mejanya, namun ia syok, Roni membelalak matanya dan tangannya gemetaran setelah wanita yang duduk di sebelahnya itu mengucap nama Roni. Ia membatalkan niatnya untuk pergi dan melanjutkan aksi mengupingnya. Benarkah Roni yang ia maksud adalah dirinya? Bisa saja malah salah orang.

"Bulan ini gua sidang (perceraian) pertama. Selebihnya gua nggak tau lagi harus gimana lagi. Makin hari gua makin uring-uringan sama Didit. Kesel aja bawaannya, mau marah tiap liat muka dia."

Roni masih belum berani menurunkan surat kabar dan menyapa mereka. Ia hanya takut salah orang dan dia menjadi kecewa berat.

"Dah yuk ah pergi," ucap salah satu dari mereka.

"Kakak elu masih makan, Cher."

"Ya udah, biarin dia makan sambil nenangin diri. Lu anterin gua ke toko sepatu di sana. Lagi diskon nohh!"

"Yuuk!"

Kedua wanita itu pergi meninggalkan Roni dan Suci berduaan di meja foodcourt itu. Apakah ini takdir yang Maha Kuasa, mempertemukan kedua sejoli yang dirasa tak mungkin dipertemukan? Apakah cuma sekedar kebetulan saja?

Roni menurunkan surat kabarnya lalu memijat-mijat tangannya yang pegal.

"Hai Suci ...," sapa Roni yang membuat Suci jelas syok, tak menyangka sambil menutup mulutnya yang menganga. Ternyata benar memang dia Suci yang dimaksud Roni..

"Apa butuh dua puluh tahun untuk tau isi hati lo yang sebenarnya, Suci?" Suci masih terlihat syok dan tak dapat berkata-kata.

"Di mana selama ini lo, Ron?" Mata Suci tampak basah, ia juga tak menyangka bakal menangis di sebuah foodcourt mall.

"Gue di Surabaya ...," jawab Roni tertahan lalu melanjutkannya lagi, "jujur, gue masih sakit hati lo pacaran sama cowok lain. Okelah, lo boleh nolak gue pake bilang 'gue nggak mau jadi cewek lo, Ron.' Itu udah cukup buat gue, Ci. Yang kemaren itu, lo gantungin gue."

"Gak bisa, Ron," ucap Suci dengan nada tinggi.

"Kenapa nggak bisa?"

"Gue ... gue, cuma mau ngetest lo doang," jawab Suci seadanya

"Whaattt? Lo cuma mau ngetest gue?" Roni jelas kesal karena jawaban Suci seakan tak masuk logika sama sekali.

"Gue mau tau lo tahan banting apa nggak sebagai cowok! Tapi nyatanya, lo malah pacaran di saat gue jomblo! Kenapa lo waktu itu nggak nyari gue, Ron?"

"Ya gue cemburu lah! Lo sadar nggak, yang lo lakuin itu jahat banget. Lo gantungin gue, abis itu lo pacaran sama cowok lain. Gue harus apa, Suci? Pilihan apa yang gue punya saat itu?"

Suci membuang pandangannya karena ia benar-benar di-skakmat oleh Roni.

"Besok gue pulang ke Surabaya, penerbangan gue sore," ucap Roni seakan memberi kesempatan bagi Suci untuk bersama dirinya.

"Kok cepet?" protes Suci.

"Ya mana tau gue bakal ketemu lo di sini. Gue cuma iseng doang ke Jakarta, mau nostalgia. Lo masih inget hari ini 20 tahun lalu kita pertama kali ketemu. Gue jabat tangan lo untuk pertama kalinya?"

Suci nampak bingung, bagaimana Roni bisa hafal sekali dengan detail pertemuan pertama mereka.

Suci menangis, ia menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Tak bisa Suci bayangkan bagaimana penderitaan Roni setelah kejadian itu. Wajar saja Roni meninggalkan Suci yang begitu ia cintai.

"Gue akan mempercepat proses perceraian gue ...,"

"Buat apa, Suci? Gue udah berkeluarga. Kadang kita harus menjalani resiko atas apa yang orang lain lakukan di masa lampau."

"Cuma malem ini, Ron. Izin kan gue untuk memiliki lo, biar cuma malem ini aja?"

Roni meninggalkan Suci.

"Permohonan maaf lo gak gue terima."

Justify VI Feb 2022 | Fallen TimeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant