2

229 29 0
                                    

Malam hari pukul 22.38 Sunghoon masih terjaga. Sunghoon tidak bisa tidur karena kakaknya pergi untuk bekerja. Sunghoon takut kakaknya kenapa-kenapa, maka dari itu Sunghoon selalu terjaga karena kalau kakaknya butuh pertolongan ia bisa segera menolongnya.

Sunghoon hanya mempunyai seorang kakak. Kedua orang tuanya sudah bercerai empat tahun yang lalu, mereka tidak mau merawat Sunghoon dan kakaknya sehingga Sang kakak harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sunghoon sangat menyayangi kakaknya, Sunghoon ingin membalas kebaikannya suatu hari nanti.

Empat tahun kedua orang tua Sunghoon bercerai, Sunghoon mengalami somniphobia. Sunghoon hanya bisa tertidur saat ia sedang memeluk kakaknya. Pada waktu itu, Sunghoon merasa tenang walaupun ia masih sedikit takut jika kakaknya kenapa-kenapa. Sunghoon akan terbangun pada waktu tertentu untuk mengecek apakah kakaknya masih ada di sisinya atau tidak. Sunghoon tidak bisa hidup sendiri.

Pada pukul 00.00 tepat, Sunghoon mendengar ada yang mengetuk pintu rumah. Sunghoon bangkit lalu berjalan menuju pintu depan. Awalnya Sunghoon mengintip dari jendela. Saat Sunghoon tahu siapa yang mengetuk, ia segera membukakan pintu.

"Kak Jay ngapain kesini malam-malam?"

Tubuh Jay bergetar hebat.

"Kak?"

Sunghoon mengelusi pundak Jay, berharap Jay merasa sedikit tenang.

"A-aku takut, Sunghoon."

"Takut kenapa? Cerita sama aku."

"Mereka mengusirku, a-aku ketakutan. Aku mendengar suara-suara itu lagi. Tolong aku, Sunghoon."

"Kak Jay masuk dulu yuk, sudah malam."

Jay pun menuruti perkataan Sunghoon.

"Kak Jay duduk disini dulu, aku mau ambil minum buat kakak."

Jay menggeleng.

"Aku ikut."

"Ya sudah."

Mereka berdua pun ke dapur.

"Nih kak, minum dulu."

"Makasih Sunghoon."

Jay meraih gelas yang berada di tangan Sunghoon. Jay meneguk air itu sampai habis.

"Kak Jay bisa cerita apapun padaku, apa yang terjadi?"

"Kamu tahu pasti hidupku sulit. Awalnya aku hidup berkecukupan, namun saat umurku 7 tahun aku dibuang. Keluargaku membuangku, mereka bilang aku ini aib. Aku ditelantarkan. Aku ketakutan, Sunghoon. Aku tidak tahu bagaimana caraku untuk bertahan hidup, sampai seseorang datang membawaku pergi. Aku dirawat bersama anak-anak lain, tapi aku harus bekerja sebagai pengamen. Mereka bilang padaku jika ingin tinggal, aku harus bisa menghasilkan uang.

Jay menjeda ucapannya.

"Aku tidak masalah untuk itu, asalkan aku tidak sendirian. Aku punya orang lain di sisiku, tapi kali ini kejadian itu terulang. Aku dibuang, mereka menganggap aku sudah tidak berguna lagi. Kejadian saat umurku 7 tahun sudah membuatku trauma. Aku tidak tahu harus pergi kemana, dengan tubuhku yang bergetar aku berjalan ke rumahmu. Karena hanya kamu yang aku kenal selain mereka."

Sunghoon mengelus pundak Jay. Ternyata hidup Jay lebih sulit dibandingkan dirinya.

"Kak Jay mau temani aku?"

"Temani apa?"

"Ayo tidur bersamaku."

Wajah Jay bersemu merah.

"Be-bersamamu?"

Sunghoon mengangguk.

"Kak Jay mau kan? Aku tidak bisa tertidur kalau sendirian."

"Aku mau, tapi apakah tidak apa-apa? Maksudku aku kotor Sunghoon, aku tidak enak."

"Kak Jay mau mandi jam segini?"

"Kalau aku mandi, nanti aku pakai pakaian apa?"

"Pakai pakaianku, mau?"

"Aku terlalu merepotkanmu, Sunghoon."

"Aku tidak merasa direpotkan, kakak mau ya?"

"Kalau begitu aku mau."

"Nanti aku masak airnya dulu, dilap-lap aja yaz kak. Takutnya kakak masuk angin."

"Siap Sunghoon!"

Sunghoon tersenyum senang.

Setelah selesai mandi, Sunghoon menarik tangan Jay menuju kamarnya.

"Oh ya, ngomong-ngomong kak Jay orangnya gampang kebangun gak walau sama hal kecil?"

"Gampang, sih, tapi tetep aku usahain buat kembali tidur kalau gak penting."

Sunghoon mengangguk.

"Ayo kak, tidur."

Sunghoon berbaring di ranjangnya disusul Jay. Jantung Jay berdegup kencang.

"Sunghoon," ucap Jay tanpa menatap Sunghoon.

"Iya, kak?"

"Maaf sudah merepotkanmu"

"Tidak, tidak sama sekali. Aku senang kak Jay ada di sini, kakak bisa menemaniku saat aku membutuhkan seseorang."

Jay tersenyum.

"Ya sudah, tidur sana."

"Peluk?," cicit Sunghoon.

"Hah?"

"Enggak."

Sunghoon membalikkan tubuhnya ke sisi ranjang. Jay menatap punggung Sunghoon heran. Jay mendengarnya, jarak mereka kan cuma beberapa sentimeter. Jay sedang mengumpulkan keberanian untuk memeluk Sunghoon. Untungnya mereka berdua sama-sama laki-laki. Jadi, menurut Jay ini tidak masalah, hanya pelukan biasa.

Jay mendekatkan dirinya dengan Sunghoon lalu memeluknya. Sunghoon yang belum tertidur pun mengembangkan senyuman.

"Good night, Sunghoon."




















to be continue

Phobia [jayhoon] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang