Chapter 3

12 1 0
                                    

"Kak Ren gamau?"

"Gak, lo abisin aja. Takutnya lo kurang."

Seperti yang sudah Rendra janjikan. Malam ini ia datang ke rumah Reyna sambil membawa dua kotak martabak dan dua cup boba. Entah apa yang membuatnya selalu menuruti kemauan Reyna meski harus diawali dengan perdebatan. Mungkin Rendra benar-benar menganggap Reyna sebagai adiknya, mengingat ia adalah anak tunggal dan jujur ia kesepian.

"Emangnya aku serakus itu ya?"

"Yeh gausah sok tersakiti gitu. Biasanya juga abis tiga kotak."

"Heh mana ada?! Kak Ren ga usah ngaco deh. Lagian aku tetep cantik walaupun makan banyak."

"Iya, lo cantik. Cantik banget malah."

Blush

Seketika Reyna tersipu mendengar ucapan Rendra. Meski sering bertengkar, namun siapa yang tidak baper jika dipuji cantik oleh seorang Rendra. Ia hanya terdiam menatap Rendra sambil tersenyum kikuk. Wajahnya pasti sangat memalukan sekarang.

"Cantik kalo malem gini soalnya gelap, ga keliatan. Hahahahaha lo blushing gitu, baper lo?"

"Ih apaan sih?! Ga jelas tau gak. Sana pulang! Aku udah kenyang gamau lagi martabaknya."

"Yeu gitu aja ngambek. Ya udah gue bawa  balik ya martabaknya, lumayan buat bunda. Bye cil!"

"KAK REN! Orang lagi ngambek dibujuk kek! Malah pergi gitu aja, dasar ga punya hati."

"HAHAHAHA gemes banget si, lo! Udah nih sana bawa masuk, kasih ke Bunda Ria juga martabaknya. Gue balik ya, ga usah ngambek, lo emang cantik kok, gue suka liatnya," ucap Rendra tulus sambil mengacak rambut Reyna.

Reyna memilih tidak menjawab ucapan Rendra. Jantungnya sudah berdisko di dalam sana. Buru-buru ia membalikkan badan dan melesat ke dalam rumah. Sepertinya ia akan terkena serangan jantung jika Rendra terus bersikap seperti itu.

Duk

Namun karena tidak fokus, ia justru menabrak pintu rumahnya.

Astaga mau ditaro dimana muka cantikku ini. Malu banget ya Allah. Huaaa Bundaaa. Batin Reyna menjerit.

"HAHAHA lo kalo salting jadi makin lucu."

Reyna tak tahu lagi harus bagaimana, rupanya tetangga meresahkan itu masih memerhatikannya sejak tadi. Seolah tuli, ia langsung bergegas masuk dan menutup pintu dengan kencang sampai membuat bundanya terkejut.

"Astaghfirullah Reyna! Pintunya ada salah apa sama kamu, kenapa dibanting gitu?"

"Jangan interogasi Reyna dulu, Bun. Ini martabak buat bunda. Reyna mau menenangkan hati yang sedang berada dalam situasi mendesak dan krusial. Harus diatasi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."

Selesai dengan kalimat anehnya, ia segera berlari ke lantai dua menuju kamar. Rasanya ingin sekali berteriak namun ia takut dikira tidak waras.

"Kenapa lagi anak gue? Udah mukanya merah, mana benjol jidatnya. Eh, benjol?"

"REYNA JIDAT KAMU KENAPA BENJOL??!!!"

🦋🦋🦋

Pagi ini keluarga Reyna tengah sarapan bersama. Ayahnya kebetulan sudah pulang subuh tadi, jadi sarapan pagi itu terasa lebih lengkap.

"Ayah udah beliin oleh-oleh buat Reyna kan?"

"Hah oleh-oleh apa sih? Emang kamu ada nitip sesuatu?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

UnknownWhere stories live. Discover now