Eps. 16: Perkara Bulan Lahir

Magsimula sa umpisa
                                    

Saat pesanan datang, Lavisha yang bersiap menyuapi lelaki itu, mendadak terpikir sesuatu yang harus ditanyakan. "Buburnya mau diaduk apa enggak?"

Mungkin pertanyaan seperti itu terdengar klise, tetapi berhubung ini mengenai hobi dan kebiasaan orang lain, makanya Lavisha lebih dulu menanyakannya daripada salah. Soalnya ada beberapa orang yang misalnya tidak mau memakan bubur yang diaduk karena merasa jika hal tersebut terbilang jorok dan juga sebaliknya. Intinya, sih, gadis itu hanya sedang menghargai kliennya saja.

"Makan yang nggak diaduk dulu setengah, habis itu baru diaduk." Jawaban dari Ezra sontak membuat Lavisha tersenyum geli. Ternyata kesukaan mereka saja.

"Berarti makannya gini, ya?" Lavisha bertanya seraya mengambil sesendok bubur dan lauk pelengkap yang tertata rapi di atasnya, kemudian menambahkan sedikit kecap dan sambal, barulah setelahnya memasukkan bubur itu ke mulut.

Ezra terbahak melihat bagaimana Lavisha mencontohkan caranya memakan bubur. "Bener banget. Kok samaan, sih? Haha."

"Yang begini emang lebih enak. Apalagi kalo ada ekstra teri atau ebinya. Beuuh, mantep banget!"

Alhasil, sepanjang acara sarapan itu, keduanya sibuk membahas makanan-makanan yang disukai, lengkap dengan bagaimana cara mereka menikmatinya. Sampai-sampai, sisi buaya seorang Ezra kembali naik ke permukaan, saat dengan mudahnya ia berujar, "Ternyata kita banyak persamaannya juga, ya? Gimana kalau ternyata kita jodoh?"

Lavisha memilih abai. Sudah terlalu sering menerima segala jenis gombalan yang Ezra berikan, padahal bisa dibilang pertemuan keduanya adalah baru. Entah bagaimana kalau misalnya ia mengenal Ezra selama bertahun-tahun? Bisa lemah jantung dirinya ini setiap hari karena digombali melulu.

Setelah sarapan lengkap dengan sedikit ucapan-ucapan gombal yang Ezra lontarkan, keduanya memutuskan untuk pergi ke tujuan awal---taman.

Lavisha membantu Ezra berdiri dengan cara memapahnya dari sisi kiri. Memang kesannya sedikit sia-sia dan tidak menguntungkan, sih, sebab bagian kaki yang sakit tidak dapat ditahan dengan sempurna kalau-kalau terjadi sesuatu. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Namanya juga sudah menjadi risiko.

"Pelan-pelan," ujar Lavisha. Tangannya bahkan tanpa sadar melingkari pinggang Ezra, membuat lelaki itu seketika merasa berdebar tanpa Lavisha sadari. Ya, bagaimana mau sadar? Suara detak jantung tidak sebesar suara meriam yang bisa didengar dalam jarak sepuluh meter, bukan?

Soal tinggi badan, Lavisha memiliki tinggi sekitar 160 sentimeter. Akan tetapi, saat berada di samping Ezra yang tingginya hampir 180 sentimeter itu, tetap saja tubuhnya terlihat jauh lebih kecil. Beruntungnya hal itu tidak begitu menghambat geraknya dalam memapah Ezra yang lebih besar darinya itu.

"Lo harus banyak makan kayaknya, deh," celetuk Ezra saat lama-kelamaan ia dapat mendengar suara napas Lavisha yang terdengar lelah. "Atau badan gue yang terlalu berat buat lo?"

Lavisha mendongak, menatap lelaki yang usianya sama dengannya itu. "Badan lo tuh, yang terlau berat! Tapi kalau misal lo mau traktir makan lagi juga nggak apa-apa, kok. Gue mah, terima-terima aja."

Ezra jelas meringis mendengar yang barusan Lavisha katakan. "Kita baru aja makan bubur belum sampai dua jam, anjir."

"Bubur mah apaan, kenyangnya sebentar." Lavisha mengangkat bahunya---cuek. "Cepet kenyang, cepet lapernya juga. Toh, isinya cuma beras yang dimasak dengan lebih banyak air, kan?"

Benar juga, sih, pikir Ezra. Akan tetapi, lelaki itu jelas tidak menyangka jika gadis di sampingnya ini doyan makan juga. "Kecil-kecil makannya banyak juga ya, lo."

"Anjir, kecil katanya." Lavisha berdecak sambil mencubit pinggang lelaki yang sedang dipapahnya itu hingga si korban meringis kesakitan dibuatnya. "Btw, gue sedikit lebih tua, ya, dari lo. Panggil gue Kakak!"

Ezra mengernyitkan dahinya. "Dih, gimana bisa gitu? Kita lahir di tahun yang sama---"

"Ya tapi lo lahirnya Desember."

"Emangnya lo kapan, anjir? Sama-sama 24, juga, umur kita."

"Juni. Gue lahir bulan Juni, lah, lo Desember, kan? Panggil gue Kakak! Kita beda enam bulan, ya!"

Seketika, Ezra dibuat meringis karenanya. Ternyata memang Lavisha lebih dulu lahir ketimbang dirinya. Namun, selama masih di tahun yang sama, tidak perlu memanggil yang lebih tua sedikit dengan embel-embel 'kak' dan sebagainya, bukan? Setidaknya, itulah yang Ezra pikiran.

Akan tetapi, namanya juga otak buaya darat. Ada saja yang terlintas di kepala hingga membuat anak gadis orang salah tingkah dibuatnya. Tepatnya saat dengan mudahnya Ezra berujar, "Nggak masalah kalau lo lahir lebih dulu dari gue. Karena yang terpenting nanti di kartu keluarga, nama lo tetap ada di bawah nama gue, kan?"

Izin resign dari kehidupan saja, boleh, tidak!? pekik Lavisha dalam benak.

ס+!×
Selasa, 19 April 2022

"Biarin garing yang penting gombal." Fabiantara (Buaya) Ezra. :v

LOVORENT✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon