It's A Promise, Remember?

3.4K 165 2
                                    

Ku buka mataku perlahan dan ternyata aku tidak sedang di kamarku dan tidak pula di rumah. Bau obat masuk ke indera penciumanku begitu mataku sudah bisa beradaptasi dengan sekitar. Ini rumah sakit. Batinku.

Ku edarkan pandanganku ke ruangan yang hampir sama luasnya dengan kamarku dan di ujung ruangan ini, terlihat 2 laki-laki yang selalu ada untukku selama ini. Abang dan Dino. Mereka tampan saat tidur tapi tampak lusuh dan nggak terawat, kemungkinan aku tidur lebih dari sehari. Kulihat jam yang ada di dinding yang menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku ngerasa...laper.

Setelah berhasil duduk dengan sempurna, tiba-tiba ingatan akan kejadian sebelum aku pingsan.

"Maaf karena Lily nggak pernah pantes jadi Hollary. Hapus saja namaku dari daftar keluarga Hollary, jadi aku juga nggak akan menikah dengan Dino. Jadi aku nggak akan ngerasa bakal kehilangan kalian," ingatku. Aku bahkan nggak percaya kenapa aku bisa mengatakan hal seburuk itu. Aku hanya takut kehilangan orang-orang yang aku sayang. Mereka pasti kecewa banget sama aku.

Ku coba untuk menapakkan kakiku di lantai dan mencoba menggerakkannya. Setelah merasa nyaman dan bisa berjalan, kugunakan sandal yang ada di pinggir tempat tidur, tak lupa membawa infus dengan sebelah tanganku. Ku lewati 2 laki-laki yang masih tidur di sofa dan perlahan membuka pintu kamar agar bisa keluar. Suster yang bekerja malam adalah yang kucari setelah berhasil keluar dari kamar.

"Anda sudah sadar, nona Hollary? Tapi kenapa anda berkeliaran? Anda masih harus istirahat," suster ini berisik. Batinku.

"Aku merasa lebih baik. Aku hanya butuh sesuatu untuk dimakan. Adakah?,"

"Makan? Saya akan memesankannya dan mengantarkannya ke kamar anda. Anda tunggu saja. Ini melegakan karena anda terbangun dan merasa lapar," katanya lega.

"Boleh aku tanya sesuatu?,"

"Ya?,"

"Berapa lama aku tidur?,"

"Hampir 6 hari sejak anda datang. Akan jadi 6 hari jika anda baru bangun besok," terangnya.

6 hari??!!! Pantas aja aku lapar. Setelah berterima kasih ke suster tadi, aku kembali ke kamarku dan mendapati 2 laki-laki yang ada di kamarku masih tertidur pulas. Aku pun perlahan kembali ke tempat tidurku dan meletakkan infusku pada posisi semula.

Apa yang bakal aku lakuin selama menunggu? Dimana handphone ku? Setelah mencari-cari ternyata tetap aja nggak ada. Aku kembali turun dari tempat tidur, membawa infusku bersama dengan alat penyangganya, dan duduk di sebelah abang. Walaupun masih terlihat tampan, dia kecau. Ini salahku. Dino yang tak jauh dari tempatku duduk sekarang juga terlihat sama. Ini salahku karena bertingkah kekanakan.

Ku ambil handphone abang yang ada di meja depanku dan membukanya. Terlihat ada lebih dari 100 pesan yang belum abang buka. Ku buka pesan pesan abang yang ternyata dari Emily, ayah, dan bunda. Mereka bertiga tak henti hentinya menanyakan kabarku, berarti mereka sudah kembali ke London. Walaupun pesan pesan dari mereka tidak di balas, namun tidak ada panggilan yang tidak terjawab, berarti abang menjawab semua telpon dari mereka. Ku sandarkan kepalaku di bahu abang dan mulai memejamkan mataku sejenak memikirkan masalah yang telah ku perbuat hingga...

"Nona, makanan anda," baru aku mau membuat suster tadi memelankan suaranya, tapi abang dan Dino sudah terlanjur terbangun lebih dulu karena kaget dan menatapku dengan pandangan yang tidak ku mengerti.

"Aku akan meninggalkan kalian dulu," kata Dino yang masih setengah sadar sambil menarik suster yang membawakan makananku tadi keluar setelah meletakkan sepiring nasi kuning di meja.

"Kamu udah sadar? Udah baikan? Umm?," aku hanya mengangguk pelan.

"Thanks God. Kamu udah lama bangun, dek?," aku menggeleng pelan.

Let Love Be...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang