Bab 9

12 4 0
                                    

Sorot mata Albie tertuju pada sosok yang tengah berjalan santai menuju bangunan yang baru ditempati Jaiden sejak semalam. Tidak ada apa pun yang dibawa oleh pemuda itu, dari penglihatan Albie, Jaiden seperti orang linglung yang sedang kebingungan.

Butuh kejelasan karena seharian menghilang, Albie langsung mengejar Jaiden. Panggilan Albie tersamarkan dengan adanya panggilan lain dari arah belakang, panggilan darurat dari Hunter yang membutuhkan bantuan Jaiden untuk membakar satu lagi sarang blatta yang mereka temukan.

Albie yang berdiri cukup jauh hanya menghentikan langkahnya. Pikirnya, kali ini dia memang belum punya kesempatan untuk bicara dengan Jaiden. Biarkan saja Jaiden melaksanakan tugasnya terlebih dahulu sebagai seorang Hunter.

Namun ternyata, Jaiden hanya bergeming. Dia tidak sigap dan tanggap, justru lelaki itu kembali berbalik menuju arah kamar.

Jaiden bukan tidak peduli atau tidak mau membantu. Misinya berada di Greamor bukan untuk itu, bahkan tiba-tiba dia juga menyesal telah menunjukkan adanya sarang blatta kepada Albie.

Potongan demi potongan ingatan, sebelum mulai penjelajahan di Greamor tersusun rapi di kepalanya. Bahkan lelaki itu dengan jelas mengingat apa yang dikatakan oleh Laura, prodigi yang juga merupakan ilmuwan di laboratorium darurat.

Jika semua data sudah cocok, kami akan membuat formulasi berisi kandungan yang tepat, yang dapat menarik blatta untuk datang dalam waktu yang cepat serta bahan aktif insektisida yang bekerjanya secara slow action. Karena dengan bahan aktif yang bersifat slow action memungkinkan bagi blatta untuk memakannya beberapa saat sebelum gejala toksik muncul dan kembali ke sarangnya.

Dengan begitu, sarang-sarang blata tidak boleh dimusnahkan, karena efek dari insektisida yang dibuat oleh ilmuwan bisa saja menyebar ke tempat yang tidak seharusnya. Tapi ini kan Greamor bukan tempat di mana seharusnya dia tinggal, terserah saja apa kata penguasa di sini. Satu hal yang pasti, Jaiden akan kembali ketika apa yang dia cari sudah ditemukan.

"Kenapa malah kembali?" Suara Albie, mengagetkan Jaiden. Mata indah Albie menjadi pemandangan indah sore itu.

Keinginan untuk kembali dan rasa tidak peduli menguap bersaman dengan munculnya buncahan rasa bahagia ketika melihat Albie.

"Baru saja datang, aku manusia, bukan robot. Apa kabar?" tanya Jaiden. Dia membuka pintu besar menuju deretan kamar Hunter.

"Baik, ke mana seharian ini? Di pusat pelatihan pun gak ada."

"Kamu nyariin aku?"

Air muka Albie berubah. "Tidak, kebetulan tadi ke sini ada yang harus aku bicarakan sama Logan. Terus siang hari ke pusat pelatihan, bukan nyari kamu, beneran."

"Seharusnya kan kalau ada perlu sama Logan, dia yang datang bukan kamu yang nyamperin, ngaku aja kalau kamu merindukan aku," goda Jaiden.

"Ish enggak gitu," sanggah Albie.

"Padahal aku udah seneng ada yang rindu sampai nyari ke kamar segala."

Melihat kedatangan Albie, dua Hunter yang ada di sana menunduk hormat, mereka lalu pamit dan meninggalkan ruangan itu.

Sebenarnya Jaiden ceroboh karena terang-terangan mendekati Albie, dia tidak mengetahui bahwa dirinya menjadi bahan perbincangan di antara para Hunter. Bukan tidak mungkin ke depannya akan membahayakan keberadaannya serta menguap penyamaran dirinya.

"Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan," ungkap Albie.

"Tanyakanlah," jawabnya.

Albie belum sempat bicara saat pintu terbuka, wajah Logan yang datang dengan dua Hunter terlihat sangat tidak bersahabat.

Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)Where stories live. Discover now