Past-08.

28 24 150
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Chapter 8: the beginning of Chenlio.

   
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

   
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Banyak lampu-lampu mewah yang menjuai di sekeliling ruangan, dekor berwarna emas dan putih yang dominan menonjolkan kesan mewah nan elegan seakan-akan menjelaskan status bagi presensi di dalam ruangan itu.

Orang-orang yang di dalam ruangan tersebut sibuk berbincang dengan elegan, tertawa penuh kehormatan, dan tersenyum berkelas. Semuanya memakai baju formal dan rapi. Tipikal kaum level atas.

Disinilah keluarga Chenlio dan keluarga Guanival berada, di suatu ruang yang berisikan perkumpulan orang-orang kaya raya dari perusahaan dan berada di kelas atas –yang menurut Chenlio– pertemuan ini sangat-sangat menyebalkan. Chenlio menatap malas kearah papanya yang lagi berbincang dengan rekan bisnisnya.

Berbeda dengan Guanival yang ada disebelahnya, Guanival malah menatap ke ruangan ini dengan penuh minat dan mengulum senyum berkelas. Chenlio dan Guanival emang memiliki sifat yang berbeda jauh, Chenlio yang gak peduli dengan bisnis orang tuanya sedangkan Guanival yang kalau disuruh oleh orang tuanya iya-iya aja alias menurut dan melakukannya dengan penuh senang hati.

"Chenlio sini nak." Panggilan dari sang mama membuat Chenlio segera menghampiri mamanya dan meninggalkan si Guanival yang lagi berbincang dengan rekan bisnis Papa Guanival itu.

Lengan mamanya merangkul bahu sempit di sampingnya. "Kenalkan anak saya, Chenlio Leenvío." Kuku-kuku panjang Mamanya yang mengenai pundak Chenlio. "Senyum. Seperti yang saya ajarkan ke kamu."Bisik mamanya tajam.

Chenlio menahan ringisannya. Astaga, kuku mamanya ini tajam banget. Dengan terpaksa, Chenlio mengulum senyum berkelas. "Chenlio, tante."

"Jadi ini anak kebanggaan keluarga Leenvío?"Tanya rekan kerja mamanya. Chenlio mengernyitkan dahinya, Mamanya selama ini membangga-banggakan dirinya di depan rekan kerjanya, gitu? Wih, Chenlio baru mengetahui fakta ini.

"Iya, ini anak saya." Mamanya yang kerap dipanggil Aldara, mempererat rangkulannya. "Saat pembagian rapor saat kelas 7, dia ranking satu paralel loh."

"Wah, yang benar? Sekarang masih kelas 2 sekolah menengah pertama kan?"Sahut teman sekaligus rekan kerjanya Aldara yang lain dengan nada gak percaya.

Chenlio tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, tan." Dirinya mengakui kalau dirinya senang karena orang tuanya ini begitu bangga kepada dirinya sehingga menceritakan kepada rekan kerja dan teman-teman mereka.

Sebuah tangan menepuk-nepuk puncak kepala Chenlio. "Hebat! keturunan Leenvío memang tidak pernah mengecewakan."

Chenlio tersenyum. Dirinya menatap kearah mamanya yang menyunggingkan senyuman lebarnya, tampak begitu senang dan bangga dari pujian rekan kerjanya. Yang mana membuat Chenlio menghela napasnya lega.

Tapi senyuman itu gak bertahan lama, karena dia baru menyadari kalau semuanya hanya manipulasi. Palsu. Munafik.

"Sudah tampan, pandai, sopan lagi. Sepertinya kamu cocok sama anak saya."Heboh teman sekaligus rekan kerja Aldara yang kerap di panggil Vania.

Chenlio tersenyum kikuk ketika melihat mamanya terlihat tertarik dengan pembicaraan ini.  "Anak kamu yang mana? Boleh juga nih kita jodohkan anak kita berdua."

"Itu loh jeng, yang anak pertama, si Yelvita." Chenlio membelalakkan matanya. Yelvita? Anak langganan BK yang suka membolos tapi yang peringkat tiga separalel itu? Walaupun pintar, Yelvita ini suka banget yang namanya membolos.

[2] Past.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang