Chapter 3

9 2 0
                                    

GRIDDY'S DOUGHNUTS

Itulah tempat Five dan Faelyn berada sekarang. Five membuka pintu toko donat itu dan langsung menutupnya lagi tanpa melihat bahwa Faelyn sedang berada di belakangnya, ia hampir saja tersantuk.

Ting!

Five membunyikan bel yang terdapat di meja tempat ia duduk. Faelyn duduk di sebelah Five dan dengan bergegas ia langsung membunyikan bel di dekat Five dengan penuh rasa bersemangat hingga tanpa disadari Faelyn membuat senyuman yang lebar di bibirnya. Five menatap Faelyn terheran - heran mengapa ia sangat bersemangat hanya dengan sebuah bel.

"Maaf wastafelnya pampat. Mau pesan apa?" Seorang wanita paruh baya dengan seragam berwarna merah muda datang dan langsung menanyakan pesanan mereka.

Five hendak berbicara tetapi Faelyn terlalu bersemangat sehingga ia berbicara terlebih dahulu. "Beri aku kukis dan susu kocok rasa vanilla." kata Faelyn sembari masih tersenyum.

"Tentu. Dan kau?" tanya pelayan itu kepada Five.

"Kopi. Hitam." jawab Five dengan senyum lebar di bibirnya, ia terlihat menyeramkan.

Pelayan itu terdiam, ia ragu dengan pesanan Five. Faelyn menyadari situasi yang canggung itu ia langsung membuat alasan. "Oh, kau tahu saat orang berubah menjadi dewasa dan mereka mulai minum bir? Saudaraku hari ini berulang tahun yang ke 13 jadi ia penasaran bagaimana rasanya kopi."

"Oh, baiklah kalau begitu. Selamat ulang tahun! Aku akan menyiapkan pesanan kalian." Pelayan itu berjalan pergi.

"Itu adalah alasan yang konyol." kata Five.

"Terimakasih." alih - alih marah Faelyn malah mengucapkan terimakasih.

"Di mana kau tinggal sekarang?" tanya Five dengan ekspresi yang datar.

"Rumah, aku membelinya." jawab Faelyn.

"Oh, aku kira kau akan tinggal di jalanan setelah tidak berada di academy lagi."

Tanpa ada jawaban pesanan mereka sudah siap. "Ini kukis dan susu kocoknya dan ini, kopi." tanpa basa - basi Faelyn langsung memakan kukisnya dengan lahap. Pelayan itu menatap mereka dengan canggung menunggu untuk salah satu dari mereka membayar. Five menoleh. "Kau tidak akan membayar?" tanya Five.

"Aku kira kau sedang mentraktirku." jawab Faelyn dengan mulutnya yang dipenuhi kukis. Five menghela napas, ia merogoh sakunya lalu memberikan uang kepada pelayannya. "Terimakasih." ucap pelayan tersebut. Saat Five ingin meminum kopinya suara pintu toko terbuka, ia melihat pantulan dari bel di meja. "Cepat sekali. Kupikir punya waktu lebih sebelum mereka menemukanku."

Faelyn kebingungan dengan siapa Five berbicara, ia menoleh kebelakang dan melihat sejumlah pria dengan pistol di tangannya. Faelyn memutuskan untuk menghiraukannya dan lanjut memakan kukisnya.

"Oke. Mari semua profesional, ya?"

"Berdiri dan ikut dengan kami. Mereka ingin bicara." kata seorang pria dengan pistolnya yang sedang mengarah ke kepala Five.

"Tak ada yang ingin kukatakan."

"Tak harus seperti ini. Kau pikir aku ingin menembak anak kecil? Pulanglah dengan kata hatiku."

"Aku takkan khawatir tentang itu. Kau takkan pulang." Five mengambil pisau yang berada di meja, ia langsung menarik Faelyn ke bawah meja dan langsung bergegas berteleportasi.

Dor! Dor! Dor!

Suara tembakan terdengar beberapa kali. Faelyn yang berada di bawah meja memilih untuk menghabiskan susu kocok yang berada di tangannya terlebih dahulu. Ia duduk dengan santai sembari menghabiskan susu kocoknya sedangkan saudaranya melawan sejumlah pria berpistol.

Surrp.

Segelas susu kocok di tangannya habis, Faelyn langsung cepat - cepat keluar dari bawah meja, ia mengambil pistol yang tergeletak di lantai kemudian Faelyn langsung menembakkannya ke setiap arah.

Dor! Dor! Dor!

Semuanya tewas... tidak ada yang tersisa. Five berjalan ke meja makan dan langsung menusuk tangannya dengan pisau, ia sedang berusaha mengeluarkan sesuatu dari tangannya. Faelyn hanya berdiri di depan Five dengan wajah yang datar.

***

Vanya memandangi sebuah kunci sembari berjalan dengan terlihat menunduk, ia menaruh kunci di pintu rumahnya lalu saat Vanya membuka pintu lampu menyala dengan tiba - tiba.

Tuk

Sesudah lampu dinyalakan terdapat Five yang duduk di sofa dengan pandangan mengarah ke Vanya dan Faelyn yang juga duduk di sofa sembari memakan es krim coklat mint dan kakinya di atas meja.

Vanya tersentak. "Astaga!"

"Kau harus punya kunci untuk jendelamu." Five langsung berbicara segera setelah Vanya memasuki ruangan.

"Aku tinggal di lantai dua."

"Pemerkosa bisa memanjat."

"Kau sangat aneh."

Vanya duduk di sebelah Faelyn, ia menatap wajah Faelyn yang belepotan karena es krim yang sedang ia makan. Vanya mengambil tisu dari meja dan langsung memberikannya kepada Faelyn.
Faelyn bergegas mengambil tisu dari Vanya kemudian ia membersihkan es krim di bibirnya dengan tisu yang Vanya berikan.

"Kenapa kau di sini?" tanya Vanya kepada Five.

"Aku berpikir kalian satu - satunya yang bisa kupercaya."

"Kenapa kami?" tanya Vanya.

"Karena kau biasa dan Faelyn, jika aku memberi tahu ini kepadanya aku yakin ia takkan peduli." jawab Five.

Vanya terdiam segera setelah Five bilang dia biasa. Five menyadari bahwa perkataannya bisa membuat Vanya salah paham. "Karena kau akan mendengar." Five mengeluarkan kata "biasa" dari kalimatnya agar Vanya tidak tersinggung.

Tanpa berbicara Vanya berjalan ke kamar mandi untuk mengambil betadine dan alkohol, saat ia kembali Vanya langsung mengobati tangan Five yang terluka. Faelyn masih sibuk memakan es krim yang di belikan oleh Five saat sedang menunggu Vanya tadi. "Saat aku terjebak di masa depan kau tahu yang aku temukan?"

"Tidak." jawab Vanya.

"Tidak ada. Sama sekali tak ada."

"Sejauh yang bisa kukatakan aku orang terakhir yang hidup. Aku tak pernah tahu siapa yang membunuh manusia tapi aku menemukan hal lain," Saat Five sedang bercerita kepada Vanya, Faelyn beranjak dari sofa dan menghilang entah ke mana.

"tanggal terjadinya."

"Dunia berakhir dalam delapan hari."

"Aku tak tahu cara menghentikannya."
Vanya terdiam, ia merinding dan badannya langsung terasa seolah - olah sedang di tusuk oleh angin dingin setelah mendengar apa yang Five katakan.

Brak

Faelyn berjalan keluar dari dapur sembari memegang sebuah kotak di tangannya. "Hei, aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya tapi, apa nama benda ini? Rasanya sangat enak." kata Faelyn sembari kembali memakannya.







Stranger Called FamilyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora