Chapter 1

11 3 0
                                    

Tik... tik... tik

Hujan gerimis membasahi jalanan, seorang perempuan dengan kaus putih bergambarkan bekas ciuman bibir yang terdapat noda lipstik dipadukan dengan jaket kulit warna hitam lalu celana jeans yang pendek warna biru muda dan boots warna hitam sedang mengendarai skateboard sembari mendengarkan lagu lewat headphonenya.

Setelah mengendarai skateboard akhirnya ia sampai di suatu tempat. Sebuah gedung tua dengan dengan pagar besi dan pintu kaca yang bergambarkan payung,  ia perlahan - lahan masuk ke dalam rumah itu. Memasuki lorong - lorong yang di hiasi barang - barang antik dan lukisan. Sesudah melewati lorong - lorong ia langsung berada di tempat di mana semua orang berkumpul, saudara dan saudari Faelyn berada di sofa, saling menatap satu sama lain dengan canggung, kecuali Klaus. Ia mungkin sedang sibuk merokok dan menuangkan minuman ke dalam gelas.

Semua orang langsung menatap Faelyn, ia langsung melepaskan headphone yang dipakainya dan menggantungkannya di leher kemudian Faelyn berjalan ke arah sofa sembari memegang skateboard di tangan kanannya. "Oh, aku tidak menyangka kau akan datang." sindir Diego. Faelyn langsung berkata "Jadi dimana pestanya?" segera setelah ia duduk dengan berkaki silang di sofa. Semua orang langsung bingung. "Pesta apa?" tanya Allison dengan penuh tanda tanya. "Kita tidak berpesta?" tanya balik Faelyn. "Tidak, Faelyn. Apakah kau tidak melihat berita? Ayah meninggal." kata Luther. "Oh, aku pasti salah lihat." kata Faelyn dengan muka datar.

Klaus datang dan ikut duduk di sebelah Faelyn dengan tangannya yang dipenuhi minuman dan rokok. Luther menghela napas. "Baiklah, mari kita lanjutkan diskusi ini."

"Aku pikir kita harus menyelidikinya."

"Apa lagi yang harus diselidiki?" tanya Diego.

"Seperti cara matinya."

"Dan inilah."

"Bukankah ayah mati karena serangan jantung?" tanya Vanya.

"Ya, tapi ada beberapa hal yang membuatku curiga." jawab Luther.

"Ia bilang aku harus hati - hati dalam mempercayai."

"Luther, ia paraoid dan pemarah yang mulai kehilangan dinginnya yang tersisa." Diego berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan mendekati Luther.

"Tidak, ia pasti tahu sesuatu akan terjadi."

"Ada kabar hilangnya monokel."

"Siapa peduli dengan monokel." Diego memalingkan wajahnya kesal.

"Benar, itu tak berharga. Siapapun yang mengambilnya, aku pikir itu pribadi."

"Seorang yang dekat dan dendam dengannya."

"Apa yang kau lakukan?" tanya Klaus dengan kebingungan.

"Bukankah sudah jelas, Klaus?"

"Ia pikir salah satu dari kita membunuh ayah." jelas Diego.

Semua orang terkesiap. "Well I'm not surprised though." Faelyn berkata dengan santai seolah - olah ia sudah tahu Luther akan melakukan ini.

"Kau?"

"Bagaimana kau memikirkannya?"

Allison duduk dengan diam sembari menatap Luther dengan kecewa. "Hebat, Luther. Langkah pemimpin." kata Diego.

"Bukan itu maksudku..." Luther berusaha menjelaskan sesuatu. "Kau gila." Klaus beranjak pergi diikuti dengan yang lainnya secara persatu - satu. Meninggalkan ruangan.

***

Faelyn sedang mendengarkan lagu melalui headphonenya, berbaring dengan tangannya di taruh di belakang kepala sembari melihat atap - atap kamar lamanya. Tiba-tiba jendela kamar terbuka, Faelyn langsung menggantungkan headphonenya di leher dan menuju ke arah jendela. Angin kuat mengibaskan rambutnya yang terurai dan terlihat sebuah lubang biru dari halaman belakang.

Stranger Called FamilyWhere stories live. Discover now