• jendela kamar •

542 104 15
                                    

Bubur hambar yang katanya sudah diberi perasa--entah apa--sama sekali tak tersentuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bubur hambar yang katanya sudah diberi perasa--entah apa--sama sekali tak tersentuh. Segelas air yang ditemani dua botol obat juga teronggok begitu saja. Jangan ditanya berapa lama mereka diabaikan demikian karena Winnie sendiri tak tahu-menahu. Jam dinding di kamar rawatnya telah lenyap, disembunyikan ibunya setelah ia ketahuan menghabiskan hari di depan benda tersebut. Padahal, yang Winnie lakukan hanya menatap dan menanti waktu yang tepat untuk menjemput senja di atap rumah sakit.

Semua serba-salah. Andai ponselnya tidak disita, ia lebih memilih bolak-balik mengecek barang kesayangannya itu. Sayang, sejak rumor sampah menyerangnya tanpa henti, Winnie harus berpisah dan merelakan ibunya menutup seluruh media sosial, serta membuang SIM card-nya. Hendak menonton TV pun takut. Ia belum siap melihat wajahnya atau sekadar mendengar namanya sendiri.

Kalau dilihat dari arah sinar matahari yang menembus gorden, hari baru berlalu separuh jalan. Pertanda bahwa ibunya belum akan tiba dalam waktu dekat. Wanita sekaligus manajernya itu hanya tepat waktu atau malah terburu-buru datang jika ia berbuat ulah. Untuk kali ini, Winnie tidak berniat berbuat macam-macam.

"Winnie!"

Nama yang diikuti bunyi ketukan pintu itu membuat Winnie sontak menoleh. Meski lirih, ia dapat mengenali pemilik suara tersebut. Perlahan, gadis yang menggulung rambutnya itu menyibak selimut dan turun dari kasur. Kaki yang seharusnya bisa berjalan biasa tanpa disadari berjinjit dan mengendap-endap, seolah sosok di luar sana bisa mengetahui kelakuannya.

"Cowok ini lagi," gumam Winnie membenarkan dugaannya.

Setelah mengetahui namanya, Winnie pikir tidak akan sulit bagi Peter untuk menemukannya di sini, walaupun ia kurang tahu bagaimana lelaki itu mendapatkannya. Sejenak, ia bisa tersenyum tipis dan bernapas lega. Sudah lama Winnie tidak menerima pengunjung. Dulu rekan satu agensinya pernah datang. Namun, ia lekas menutup pintu setelah tahu tawaran iklan yang sempat diberikan untuknya direbut oleh gadis itu.

"Jendelamu tertutup rapat, apa suaraku sampai ke dalam?"

Suara Peter membuyarkan lamunan Winnie. Gadis itu lekas menutup gorden--yang semula dibuka sedikit--dan buru-buru berbalik badan. Ia juga mengusap dadanya yang berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Bahkan, keringat di sekitar pelipis dan leher makin menjadi-jadi. Ini gawat, tetapi Winnie tak tahu harus berbuat apa.

"Aku nggak bermaksud mengganggumu, tapi udara hari ini nggak terlalu buruk. Mau ke atap? Kamu nggak akan bisa ke sana kalau aku nggak membukanya."

Winnie menelan ludah. Ia kemudian membuka jendela dan menatap Peter yang duduk tanpa alas--bersandar pada pintu. Seketika lelaki itu pun berdiri dan mendekatinya antusias. Ia juga tersenyum hingga kedua matanya membentuk garis lurus yang lucu. Winnie tak dapat menahan tawanya, yang dalam sekejap redup setelah menemukan gadis baru di samping Peter.

Finding Unknownland ✔Where stories live. Discover now