"Enggak! Aku mau cerita kok. Rena, nanti malam aku cerita, sekarang aku pulang dulu ya"
"I-iya hati-hati ya."
Eva berdiri, tersenyum sebentar ke arah Rena guna meyakinkan dirinya baik-baik saja. Walau nafasnya masih tersengal-sengal dan dadanya merasa sakit, dia tidak apa-apa. Bagaimanapun sudah saatnya dia menceritakan semuanya kepada Rena orang yang paling dia hindari selama ini sampai dia rela berbohong kalau dirinya sedang kuliah di luar negeri. Dia tidak ingin membuat Rena marah besar dan menyalahkan diri sendiri, sudah cukup satu orang yang menderita karena dirinya dia tidak ingin kehadirannya menjadi masalah bagi orang lain.
Walau dia harus berjuang sendiri menghadapi ketakutannya itu tak apa, daripada melihat orang yang disayang tersiksa karena dirinya.
"Assalamualaikum, Yah..."
Tidak ada yang menyahut. Rumah ini terasa sangat sepi dan dingin. Apa dia berlebihan membeli rumah yang cukup besar ini untuk ditinggali dua orang? Yah, ini kemauan Ayahnya yang membeli rumah dan menyuruh Eva untuk memilih rumah mana yang dia mau, jadi bukan salah Eva kan?
Tok Tok
Pintu kamar dibuka Eva perlahan. Terlihat diatas kasur Ayah sedang tidur dengan telentang, kedua tangan terlipat diatas perut, dan kaki yang menyilang. Pantas saja tidak ada yang menyahut. Eva tersenyum kemudian menutup pintu perlahan lalu turun ke dapur untuk membuat makan malam.
Dia hanya memasak seadanya bahan yang ada di kulkas, ingatkan Eva untuk membeli banyak bahan makanan besok. Karena baru pindah rumah Eva terlalu malas untuk berbenah barang dan belanja perabot serta keperluan dapur. Apapun asal bisa mengenyangkan perut Ayah, pikirnya.
Keterampilan masak Eva cukup baik, mengingat dia sudah belajar memasak saat kelas 5 SD. Dia bahkan pernah membuatkan beraneka masakan dengan bahan dasar daging saat hari raya qurban dua tahun sebelumnya. Jadi jangan heran jika nanti Ayah meminta masakan seperti steak dan semacamnya. Hidup berdua dengan Ayahnya mengharuskan dia untuk bisa mengurus rumah seperti mencuci dan memasak bahkan di usianya yang masih sangat kecil, walau sudah dilarang sang Ayah untuk membersihkan kamarnya saja, Eva tetap bersikukuh untuk membantu meringankan pekerjaan Ayahnya.
Eva melirik jam dinding yang ternyata sudah jam 17.46 dia kemudian membersihkan diri, lalu naik ke lantai atas untuk membangunkan Ayahnya.
“Yah... bangun, sudah mau magrib.”
Capek banget kayaknya. Eva ke luar kamar lalu kembali turun ke bawah untuk mengambil air wudhu. Sebentar lagi azan, aku bangunkan pas habis sholat aja deh.
Eva sembahyang di kamarnya, walau masih berantakan dia mengambil tempat kosong di tengah untuk beribadah. Setelah selesai dia berlari kecil menuju kamar sebelah kembali membangunkan Ayah. Untungnya saat sampai di depan pintu, Ayah sudah duduk di pinggir ranjang dengan keadaan masih setengah sadar.
“Eva... kenapa enggak bangunin Ayah? Sudah Magrib ini”
Eva tercengang menatap Ayahnya sambil menunjuk dirinya, seolah-olah dia bertanya aku?. Sudah Yaahh, lagian bisa-bisanya dicubit-cubit masih enggak bangun!
Eva memutar bola mata, sedikit memaklumi Ayahnya yang sudah menua. Lihat, sekarang Ayah malah terkikik kecil. Eva turun ke bawah mengambil nasi kemudian makan dalam diam, beberapa menit kemudian Ayah turun dan bergabung makan. Mereka makan dalam diam, sudah menjadi kebiasaan di keluarga kecil mereka untuk tidak berbicara saat makan, Eva selalu diajarkan untuk menikmati makanan yang disajikan, selalu bersyukur walau hanya makan dengan tempe dan sambal terasi, dengan begitu makanan akan terasa jauh lebih nikmat.
Ting Tong
Eva mengangkat kepala dan menengok ke arah pintu kemudian menatap Ayahnya dengan tatapan bertanya, Seolah bisa membaca pikiran anaknya, Ayah hanya mengangkat bahu sambil menggeleng, kemudian dia berdiri untuk membukakan pintu, tak lupa mencuci tangan sebelumnya.
ESTÁS LEYENDO
This Is The Nerd
Novela JuvenilDi dunia ini tidak ada keadilan yang benar-benar adil, di dunia ini kita diperbudak oleh uang, di dunia ini mereka yang berkuasalah yang kuat. Sistem sosial seperti ini sudah tertanam di sekolah tempat Eva belajar. Perundungan yang semakin menjadi h...
Prolog
Comenzar desde el principio
