Chapter 4 - The Photographer

52.8K 717 3
                                    

Malam ini wajah-wajah familier di dunia fashion memenuhi ballroom hotel. Selebriti terkenal di dunia fashion, aktor, aktris, model ada pula para idol. Semuanya terlihat berkilau. Untunglah hari ini Chen menuruti saran Mr. Lee untuk mengenakan pakaian formal, jika ia menuruti kata hatinya dan menggunakan kaus oblong ataupun kemeja-nya yang biasa ia pasti akan dikira pelayan ketimbang tamu. Sejak pagi Mr. Lee mewanti-wanti Chen untuk menghadiri acara ulang tahun majalah mereka malam ini.

"Kau sekarang adalah photographer utama majalah kita, Chen! Setelah skandal yang di lakukan oleh Ryu waktu itu, kau pikir ia akan dengan mudah kubiarkan bekerja kembali?"

"Tapi Hyeong.. Aku baru beberapa tahun bekerja."

Sekarang memang tahun kedua Chen bekerja sebagai seorang photographer majalah. Satu tahun pertama ia masih bekerja sebagai asisten dan tahun ini ia berhasil menanggalkan status asisten dan menjadi fashion photographer tetap di perusahaan.

"Anggap saja itu keberuntunganmu. Lagi pula yang aku lihat bukan lamanya kau bekerja, tapi seberapa besar kemampuan dan komitmenmu dalam pekerjaan ini." Ujar Mr. Lee. Mau tak mau Chen patut berbangga diri karena diberikan kepercayaan yang sedemikian besar oleh atasannya.

Chen menatap sekeliling. Walaupun katanya pesta ulang tahun majalah tahun ini tidak dilaksanakan besar-besaran, tapi jelas sekali acara itu diserahkan kepada ahlinya. Chen menatap patung es membentuk angka 18 yang diukir halus berdiri kokoh di tengah-tengah ruangan sebuah kue ulang tahun diletakkan menjulang di dekat panggung. Sementara di atas panggung itu sendiri, para pemain musik sedang memainkan lagu andalan mereka, lagu balada aneh yang entah mengapa terdengar menyenangkan di telinganya. Di sekeliling ruangan diletakkan meja-meja buffet berisi hidangan dengan berbagai macam jenis. Pelayan, laki-laki dan perempuan berkeliling menawarkan minuman kepada para tamu. Benar-benar pesta yang besar.

"Oppa!" sebuah panggilan menyadarkan Chen dari lamunannya. "Oppa!" Panggilan itu berasal dari mulut seorang gadis remaja yang sudah bertahun-tahun dikenalnya. Kim Heejin. Chen tersenyum pada gadis itu.

Chen mengenal Heejin di sebuah pemotretan beberapa tahun lalu, saat itu Heejin masih sama seperti dirinya, sama-sama berstatus rookie, Chen baru saja diterima bekerja sebagai photographer, sedangkan Heejin baru memulai debut sebagai seorang model.

Heejin balas tersenyum ke arahnya. "Chen Oppa! Lama sekali kita tidak bertemu!" ujarnya ceria. "Aku dengar kau baru saja naik jabatan? Selamat ya!"

"Heejina! Kau sudah besar rupanya!" ujar Chen setengah bercanda.

"Tentu saja Oppa! Sekarang aku adalah model andalan di perusahaan kami." ujarnya ceria. "Omong-omong, malam ini Oppa tampan sekali, baru kali ini aku melihatmu mengenakan pakaian formal." gadis itu mengamati Chen dari mulai bagian atas hingga ujung kaki.

Di pandangi begitu membuat Chen sedikit malu. "Jadi kau pikir selama ini aku tidak tampan huh?" ujar Chen pura-pura marah.

"Tentu saja kau tampan Oppa, tapi khusus untuk malam ini ketampananmu bertambah 10 kali lipat!"

"Dasar kau, memang pandai mengambil hati orang."

Heejin hanya cengengesan mendengar komentar Chen.

"Oppa! Lihat siapa yang datang! Itu eonni! Irene eonni!" ucapan Heejin yang tiba-tiba itu membuat Chen ikut berpaling melihat orang yang dimaksud. "Oppa! Dia cantik sekali!" ujar Heejin kelewat bersemangat. "Ya ampun! Malam ini aku harus meminta tanda tangannya!" ujar Heejin setengah berteriak.

Tak disangka, Irene melihat ke arah Chen dan kemudian tersenyum sebelum kemudian berjalan mendekatinya.

"Oppa... OMG... Dia tersenyum padamu! Dan sekarang berjalan kemari!" bisik Heejin. Chen tidak menghiraukan ucapan Heejin. Pandangannya terfokus pada Irene. Ia tidak bisa mengalihkan pandangan matanya.

"Hi!" Sapa Irene saat gadis itu berdiri di depannya.

"Hi." ujar Chen dengan suara sedikit serak. Harus Chen akui, Irene memang cantik. Gadis yang berdiri di hadapannya sekarang memang pantas untuk menjadi seorang model. Dengan rambut panjangnya yang di gelung cantik di atas tengkuknya dan dress sepaha yang memperlihatkan kaki jenjang dan lekuk-lekuk tubuh gadis itu dengan jelas. Malam ini Irene terlihat lebih dari sekedar cantik.

She is gorgeous.

Chen tidak tahu disebut dengan nama apa pakaian yang dikenakan Irene sekarang itu oleh kaum wanita. Ia memang bekerja sebagai photographer fashion, but for your information, he is not into that fashion thingy untuk tahu apa nama pakaian yang di kenakan Irene malam ini. Tapi, apapun namanya, Chen bersyukur Irene mengenakannya. Ia juga harus berterima kasih banyak untuk designer-nya.

Walau selama ini Chen sudah banyak sekali memotret model-model cantik, sebagai laki-laki tetap saja ia menyukai pemandangan di depannya. Rambut bergelombang yang menggantung di dekat telinganya sengaja di biarkan berantakan membuat Chen ingin menyentuhnya, mata bulat besar yang sekarang menatap hangat ke arah Chen dan bibir kecil berwarna merah muda yang seakan-akan sedang menanti untuk dikecup.

'Shiit! Ia baru bertemu dengan Irene satu kali, oke, dua kali dengan kali ini. Baru dua kali! Dan ia sudah berpikir aneh-aneh tentang gadis itu. Terkutuklah otak dan hormon laki-lakinya.'

"Chen-Sshi bukan?" tanya Irene sambil mengulurkan tangannya.

"Senang sekali betemu dengan anda disini Irene-Sshi." Ujar Chen menyambut tangan Irene dan kemudian mengecupnya punggung tangannya menghirup aroma mawar yang samar-samar menguar dari tangan gadis itu.

Chen sendiri tidak mengerti kenapa ia melakukan hal itu. Tidak biasanya ia begini. Sekarang ia menyesali yang ia lakukan tadi saat ia melihat gadis di hadapannya itu memalingkan wajah darinya.

"Ehm.. Maaf.." saat Irene sudah kembali menoleh ke arahnya, walau kali ini gadis itu tidak menatapnya. Chen melihat sekilas rona merah di wajah Irene.

"Oh, tak apa. Saya tadi hanya sedikit terkejut, belum ada seorang-pun yang mengecup tangan saya seperti yang anda lakukan tadi."

'Sial, tentu saja. Ini Korea, bukan London di abad pertengahan.'

"Maaf, hanya saja anda teralu cantik, saya tidak bisa menahan diri. Irene-Shhi. Apa saya membuat anda merasa tidak nyaman?"

Irene terkekeh mendengar pujian itu, kemudian dengan rona merah di pipi yang sekarang telah berubah warna menjadi lebih muda, gadis itu berkata. "Tidak, sama sekali tidak. Hanya saja, apa anda memperlakukan semua model anda seperti ini? Sebab anda bisa saja membuat semua model yang anda potret jatuh cinta pada anda. Chen-Sshi."

Mau tidak mau Chen tersenyum mendengar pengakuan Irene yang mengejutkan itu. Ternyata gadis dihadapannya ini, bukan hanya cantik, tapi juga cerdas. Ia harus berpikir sebelum berbicara padanya.

"Tidak. Saya tidak memperlakukan semua model yang saya potret seperti saya memperlakukan anda. Sejauh ini hanya anda satu-satunya. Irene-Sshi."

Shit! How lame of you Chen.. How lame..

"That is very sweet of you, Chen-Sshi." Ujar Irene tersenyum. "Oh ya, tolong panggi Irene saja. Rasanya terlalu formal kalau di tambah -sshi."

'Oh God! Manis sekali senyumannya itu. How in the hell am I supposed to ignore that?'

"Baiklah Irene, kalau begitu panggil saja saya Chen. Kalau anda tidak keberatan."

"Tentu saja tidak, Chen." Balasnya.

***



Model vs PhotographerWhere stories live. Discover now