Chapter 9

1.3K 214 83
                                    

Hayiiiiiiii <(") im bacc

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

BRAK!

Suara debuman keras menggema di dalam ruangan itu. Tidak cukup hanya sekali, suara keras itu terus berulang berkali-kali sampai rasanya akan memekakkan telinga yang mendengar suara tersebut.

Brak! Brak!

Lantai yang ditutupi oleh tatami itu terlihat meninggalkan beberapa bercak keringat yang bercucuran dari pemuda yang menjadi sumber suara tersebut. Di hadapannya, terlihat sebuah samsak yang tergantung di atas langit-langit terhuyung ke depan dan ke belakang setelah menerima beberapa serangan yang cukup keras dari pemuda itu.

Walaupun napasnya terengah-engah, sebuah senyuman merekah lebar di wajahnya yang penuh dengan peluh itu. Ia menyeka keringatnya dan segera mengambil posisi kuda-kudanya lagi.
Adrenalin yang ia rasakan menggelitik sekujur tubuhnya, sangat memacu semangatnya untuk melanjutkan aktivitas menendang benda mati di hadapannya itu.

Lihat saja, ia akan menjatuhkan samsak itu hingga isinya terburai kemana-mana!

Belum sempat melancarkan tendangan selanjutnya, pintu ruangan dimana ia sedang berpijak terbuka lebar, menampilkan seorang pria paruh baya dengan dobok dan kacamata bertengger di wajahnya. Di pundak bagian kanannya, ia menyandang sebuah handuk.

Pria itu tersenyum puas.

"Suaranya terdengar sampai dari tangga," komentarnya sambil menutup kembali pintu di belakangnya. "Tidak kusangka setelah tidak melakukan Taekwondo sekian lama, tendanganmu masih kuat juga, Taehoon."

Taehoon menampilkan cengiran sombong kepada ayahnya. "Tentu saja. Aku kan si jenius yang hebat." Sahutnya penuh dengan percaya diri.

Ayah Taehoon, yang terkenal lebih akrab dipanggil Seong Hansoo itu, tersenyum menatap anaknya, namun wajahnya terlihat sedikit kesal. "Sudah berani sombong, ya?" Kakinya dengan cepat mengayun ke arah perut Taehoon.

Taehoon yang lengah, tidak sempat menghindari serangan cepat yang telak itu akhirnya mau tidak mau terkena tendangan maut ayahnya di bagian perut. Ia memegangi perutnya yang perih sambil menatap ayahnya kesal.

"Kenapa tiba-tiba sih, pak tua?!" Serunya galak.

Hansoo tertawa kecil. "Kau terlihat lebih fresh akhir-akhir ini."

Masih meringis, Taehoon kembali meregangkan tubuhnya. "Tidak usah komentar yang macam-macam." Ketusnya, berusaha cuek. Taehoon kembali mempersiapkan kuda-kudanya di hadapan samsak tersebut.

"Haha," Hansoo berjalan ke arah putranya itu lalu melemparkan handuk yang ia bawa tadi. Handuk itu ditangkap dengan mudah oleh Taehoon. "Jika dibandingkan dengan dirimu yang baru datang kesini berminggu-minggu yang lalu, orang-orang akan mengiramu sebagai remaja yang baru mengalami pubertas."

Mendengar komentar yang dirasanya tidak penting, Taehoon menahan hasrat untuk menendang ayahnya itu. Lagipula, ada dua alasan yang menahannya.

1. Hansoo adalah ayahnya. Taehoon tidak mau dicap sebagai anak durhaka.

2. Ayahnya itu saebom Taekwondo tingkat akhir. Jika ia melancarkan tendangan kepada ayahnya itu, ayahnya akan dengan mudah menghindar atau malah menyerangnya balik dengan lebih sakit.

Memikirkannya saja sudah membuat tubuhnya merinding.

"Berhentilah sebentar dan bantu aku beli bahan makan malam," kata Hansoo lagi sambil berkacak pinggang.

Taehoon mendecak. "Ah, aku sedang sibuk."

"Kau mau ditendang di bagian mana? Kaki? Perut? Dada? Kepala?"

Oh My Idol!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang