016 - Chaos II

221 28 4
                                    

Happy reading_

•••

Jangan pernah lari dari masalah, karena sejatinya semakin kau berlari semakin bertambah keruh masalah itu.
—Tirta Amarta

•••


Tidak sampai di sana, begitu sampai di rumah Aegir menyeret Alayya ke kamar mandi. Dia mengguyur tubuh gadis itu seraya memijit tengkuknya.

"Gue udah bilang, gue nggak suka benda itu! Sekarang keluarin semuanya!" titah Aegir masih belum puas hingga terdengar Alayya bergumam, "A—abang udah ... sakit ... Aya nggak minum ...."

Bahkan rintihannya tidak ia pedulikan, Aegir masih menyiram kepalanya membuat gadis itu menggigil karena kedinginan.

"A—bang ...," lirihnya mencoba mengatur napas karena airnya masuk ke hidung dan matanya. "Sakit ...."

"Baru tahu kalau sakit?!"

*****

"Ha, kamu jaga bengkel dulu aku mau nyusul Aegir," pinta Tirta yang turun dari ruang lantai dua dengan tergopoh-gopoh. "Emang, kenapa?"

Sejak tadi Nuha masih sibuk kerja sampai belum sempat membuka ponsel, Valdrin pun sama.

"Aya kena masalah," jawab Tirta yang tengah mencari kunci mobilnya. Begitu mendengar nama Alayya keduanya langsung panik.

"Gue ikut!" Kompak Valdrin dan Nuha secara bersamaan. "Nggak usah kalian jaga bengkel saja."

"Sama gue aja, Kak. Naik motor kalau naik mobil pasti kena macet sekarang jamnya orang pulang kerja juga," saran Valdrin segera mencuci tangan kemudian mengambil tas kecilnya. "Okay."

"Lo di sini aja, Ha. Bagi tugas," kata Valdrin membuat cowok itu mengangguk setuju. "Jangan lupa kalau ada apa-apa kabarin!"

Valdrin mengacungkan jempol ke udara sebelum naik motor. Mereka sempat ke sekolah sebentar, tapi kata teman-temannya Aegir sudah membawa Alayya pulang.

"Gimana nih, Kak? Kita nyusul ke sana?" tanya Valdrin yang belum tahu masalahnya, tapi ikutan cemas begitu mendengar Alayya terkena masalah. "Iya, kamu tahu gimana kalau Aegir udah emosi, bisa-bisa habis tuh anak."

"Siap, Kak. Meluncur!" serunya langsung menancap gas menuju rumah Aegir.

Sesampainya di rumah, keduanya dikejutkan dengan suara dari kamar mandi. Tanpa pikir panjang keduanya langsung masuk rumah.

Valdrin membulatkan mata melihat Aegir yang menyiksa adiknya, dia terus menyiram tubuh Alayya dengan air meski gadis itu meringis kesakitan sedangkan Tirta mengusap wajahnya sendiri, memang berbahaya kalau Aegir sudah telanjur emosi. Aegir tidak gampang emosi, tapi sekalinya emosi kelar seluruh dunia.

"Lo tau kita bukan dari kalangan berada, Aya! Kalau lo buat ulah kayak gini yang susah kita berdua!" Alayya hanya terisak, tidak berani melawan atau menghentikan Aegir lagi.

Bahkan untuk sekarang saja dia tidak kuasa melihat mata Aegir yang menyalakan emosi.

"Kita belum tahu kebijakan sekolah! Kalau mereka minta denda gimana?" kesal Aegir terus mengguyur tubuh Alayya hingga air di bak mandi terkuras habis.

"Hentikan, Gir!" pinta Tirta langsung menjauhkan tubuh Aegir dari Alayya kemudian menahannya. "Lepasin, Kak."

"Nggak, aku nggak akan biarin kamu nyiksa Aya," sahutnya membawa Aegir menjauh. "Gue nggak akan nyakitin Aya, gue ngusir setan yang ada di tubuh Aya!"

"Tapi itu berdampak ke fisik Aya, Gir," katanya mengatur napas, menahan laki-laki sepantarannya ini sangat sulit apalagi tenaga Aegir tidak main-main.

Saat ingin kembali ke kamar mandi, Aegir ditahan. "Tenangin dirimu dulu, jangan sampai kamu nyesel nanti."

RECAKA [END]Där berättelser lever. Upptäck nu