"Baru-baru ini kok bu." Naira tertawa.

"Yaudah Naira berangkat ya, bu. Assalammualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati."

***

Naira memasuki gedung dimana acara pameran tersebut diselenggarakan. Ia memantapkan langkahnya dengan senyum yang terus saja mengembang. Sesampainya di galeri, pandangannya langsung ia edarkan untuk mencari seorang temannya yang bernama Bayu. Naira dan Bayu bertemu di galeri seni ini enam bulan yang lalu, dan sekarang mereka sangat akrab. Ternyata benar kata ibu dan Nayla waktu itu, aku pasti bisa mendapatkan teman baru jika aku tidak lagi menutup diri pada dunia, begitu pikir Naira.

"Ah, itu dia." ujarnya ketika mendapati Bayu yang sedang asyik memandangi karya dihadapannya. Naira mendekatinya.

"Bayuuuu." Naira berbisik.

"Eh, sudah datang?"

"Asyik banget kayaknya."

"Iya. Liat deh, menurutmu lukisan ini berbicara tentang apa?"

Naira ikut mengamati lukisan itu.

"Perisai?" gumam Naira.

"Iya, laki-laki itu berkepala perisai. Sedangkan perempuan bergaun itu berkepala rumah. Menurutmu artinya apa?"

Seketika Naira terpaku. Lukisan ini mengingatkannya akan lukisan setahun lalu yang pernah Bima tunjukkan padanya sebelum kepergian Bima. Entah mengapa Naira merasa bahwa ini adalah lukisan Bima. Tanpa sadar air matanya menitik. Bayu yang tak mendengar respon dari Naira, menoleh kepadanya.

"Naira, kenapa kamu menangis?"

"Karena indah, artinya indah sekali daripada kisah trisula dan si buta."

"Maksud kamu?"

"Siapa pelukisnya?"

"Ntah, hanya ini yang tidak ada namanya. Kata mereka sih, si seniman misterius."

Tidak salah lagi, ini pasti Bima. Pikir Naira.

"Memangnya artinya seindah apa, Nai hingga kamu menangis?"

"Tidak ada."

"Maksudnya?"

"Indahnya tidak setara dengan hal apapun."

Bayu masih tidak mengerti.

"Aku gak ngerti, Nai."

"Tidak ada yang lebih indah dari dua hati yang saling mencintai." ujar Naira diiringi dengan air matanya yang terus membasahi pelupuk pipi.

"Jadi mereka berdua ini saling mencintai? Lalu maksud perisai dan rumah itu apa?"

Naira melepaskan pandangannya pada lukisan itu, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Naira kamu cari siapa?"

"Cari seorang yang bisa jawab pertanyaan kamu."

"Seniman misterius itu? Kamu kenal?"

Hingga pada detik kesekian, detak jantung Naira berpacu, jari-jemarinya meremas ujung bajunya sendiri, dan air matanya semakin berderai.

"Naira-"

"Aku menemukannya."

Naira melihat Bima di sudut ruangan. Perlahan langkahnya pergi meninggalkan Bayu dan beranjak kepada Bima. Sedangkan Bayu, ia hanya memerhatikan kemana langkah Naira pergi.

"Bima." ujar Naira pelan. Namun, mampu membuat Bima menoleh.

"Naira?" Bima tak kalah terkejutnya. Ia tidak menyangka kalau Naira akan datang ke acara pameran seperti ini.

BARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang