7#) Taruhan

7 7 0
                                    


Adhitia menghela napas untuk kesekian kali. Jemarinya masih memegangi gitar akustik yang seharusnya sudah ia mainkan beberapa saat yang lalu. Namun, sialnya fokus Adhitia tidak sedang berada di ruang rekaman ini. Ia seratus persen sedang teralihkan dengan wanita bergaun hitam yang sempat dirinya bentak kemarin.

Jujur saja hatinya kini tidak sedang baik-baik saja. Perlahan semua momen bersama Masayu muncul kembali serentak dengan kedatangannya di hidup Adhitia dan ia membenci hal itu. Membenci bagaimana ia menjadi tak enak hati setelah melampiaskan amarahnya pada Masayu. Membenci dirinya sendiri.

"Dhit," Ronald merebut microfon dari produser kemudian berseru dari luar ruang rekaman. "Fokus Dhit. Lo kenapa?"

Untuk sedetik Adhitia tertegun ketika melihat Ronald yang sedang melambaikan tangan padanya dari kejauhan berulang kali namun selanjutnya ia sadar.

Segala pemikiran serta ingatan yang seolah mendobrak akal sehatnya membuat Adhitia sedikit kewalahan. Jauh di dalam lubuk hati, ia terusik oleh kehadiran Masayu dan pengumuman Dani Notokusumo kemarin pun menambah daftar sial di hidupnya.

"Sorry," desah Adhitia lalu berusaha tersenyum. "Bisa kita ulang lagi?"

Dengan berlapang dada sang produser yang sedari tadi memasang wajah masam akhirnya mengulang proses rekaman meskipun ia tahu bahwa ini akan berlangsung lebih lama dari biasanya. Adhitia menjadi aneh dan semua orang di ruangan ini mengetahuinya kecuali dirinya sendiri.

Louis yang masih menegang di daun pintu sambil memegangi beberapa cup kopi seketika menghela napas berat. Pikirannya kembali pada peristiwa dua tahun yang lalu saat bosnya itu masih terombang-ambing hanya karena seorang gadis memutuskannya begitu saja.

Sebetulnya Louis belum pernah bertemu secara langsung dengannya namun dapat ia pastikan bahwa gadis itu adalah seseorang yang sangat berharga bagi Adhitia yang bahkan mampu membuat sang penyanyi itu bertingkah tak seperti biasanya sekarang.

Adhitia yang biasanya adalah seseorang yang sangat profesional dan mencintai apa yang dia lakukan. Pernah di suatu waktu Adhitia mengalami flu parah namun ia terus tersenyum dan memutuskan untuk tetap menjalani kewajibannya.

"Okay," produser berseru. "Your Sight, take 3!"

**

Kepala Adhitia berdenyut keras tatkala serentetan jadwal yang harus ia hadiri terpampang nyata dalam layar tablet milik asistennya. Manggung online dan offline, acara penghargaan, syuting iklan bahkan menghadiri ulang tahun seorang aktor harus ia rampungkan minggu ini.

Adhitia menghela napas. Tidak, ia mensyukuri apapun yang telah ia capai hingga kini dan lagipula semua itu adalah mimpinya. Ia bahkan sanggup mengorbankan segalanya demi menjadi seorang musisi ternama meskipun pada akhirnya seseorang yang telah menjadi sumber dari segala kekuatannya meninggalkan Adhitia begitu saja kemudian muncul di depannya tanpa tahu malu.

Masayu. Nama itulah yang selalu menjadi favorit Adhitia selama bertahun tetapi kini ia mampu membenci gadis itu dengan kadar yang sama.

"Dhit," panggil Ronald. "Gue mau berbicara empat mata."

"Oke." jawab Adhitia acuh tak acuh sedang fokusnya masih mengarah pada jadwal terakhir di minggu ini.

Bertemu dengan perwakilan Starship Publisher. Bertemu dengan Masayu lagi.

Ronald menarik napas panjang. "Pak Dani sudah mengatur segalanya dan sorry nggak memberitahu lo sebelumnya tentang hal ini."

"Lo sudah tahu sebelumnya?"

Ronald mengangguk ketika akhirnya Adhitia teralihkan. Ia tidak melihat ekspresi kekecewaan di sana melainkan sesuatu yang tak tertebak.

"Lo tahu kalau kita belum punya daya untuk menolak Notokusumo Grup—"

"Gue paham."

"Apa?"

Mungkin ini adalah keputusan yang salah dan mungkin saja Adhitia akan menyesalinya kemudian hari. Namun, ia mementingkan perasaan Yura yang terlihat sangat senang setelah pengumuman itu.

"Gue setuju," Adhitia berdiri dan melangkah melewati Ronald. "Tapi mereka harus menuruti beberapa syarat terlebih dahulu."

Matanya terpejam lalu sekelebat wajah sayu Masayu terbayang begitu saja dalam benaknya. Saat Adhitia berteriak padanya semalam gadis itu tidak berbicara sepatah kata pun. Masayu tetap berdiri di sana sembari mengamatinya lekat seolah memang sudah menyiapkan segalanya. Bersiap untuk menerima segala amarah serta kebencian Adhitia.

Sampai ketika ia sudah meluapkan amarah yang selama ini Adhitia pendam, mereka kembali ke makan malam itu, Masayu tetap terdiam sambil sesekali tersenyum pada lelucon Guntoro sementara Adhitia memutuskan untuk menenangkan diri karena untuk beberapa alasan ia bahkan tidak merasa puas sama sekali.

Adhitia malah merasa buruk dan ia membenci dirinya sendiri karena hal itu.

"Syarat?" ulang Ronald.

"Tenang saja, nggak bikin hubungan kita sama Notokusumo Grup hancur kok. Setidaknya ini adalah pertaruhan terakhir gue." timpal Adhitia.

Pertaruhan untuk membenci Masayu sekeras apapun yang ia bisa atau menerima kebodohan yang terus berseru padanya jika hati Adhitia masih menjadi milik wanita itu.

Distorsi: Love Can HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang