2

61 10 0
                                    

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya polisi datang dan membawa para pelaku dan sang korban kekantor polisi, yang kebetulan berjarak 1 km dari tempat kejadian. Mereka semua dibawa ke kantor polisi untuk ditanyai, namun seketika wajah polisi itu melemah saat para penodong itu mengaku jika ia dihajar habis-habisan oleh seorang gadis dengan perawakan cantik, tinggi dan seksi.

Dan saat polisi itu bertanya, sembari memperlihatkan sebuah foto seorang gadis cantik, "Apa dia yang menghajar kalian?" tak ada satupun dari mereka yang berani mengeluarkan suara, keempat orang itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Masukkan mereka ke penjara! Dan, anda bisa pulang, terima kasih atas kerjasamanya," ucap polisi itu, sebelum ia pergi meninggalkan pemuda itu sendirian. Beberapa saat kemudian polisi itu terlihat mengambil ponselnya dan mengubungi seseorang. Sepertinya orang penting, karena dilihat dari cara bicara polisi itu yang sedikit formal.

Pemuda terus memandangi polisi itu, mencoba untuk mencuri dengar, siapa tahu dia bisa mendapatkan informasi tentang gadis cantik itu, kan lumayan.

Rasamu mungkin menghilang,

Namun tidak dengan rasaku.

Seorang gadis terlihat mengayuh sepedanya menyusuri gelapnya kompleks tempat tinggalnya, jarak dari tempat latihan tinju dan rumahnya memang tak begitu jauh, biasanya hanya memakan waktu 20 menit, tapi gara-gara para tikus got tadi, dia harus terlambat sampai rumah dan mendapat amukan dari kedua orang tuanya. Atau kemungkinan terparah, ia harus tidur di luar seperti biasanya.

Malam semakin larut ketika dia sampai di sebuah rumah mewah nan megah, milik keluarga Darmawan. Rumah megah yang berisi banyak cinta untuk para pemiliknya, namun berisi banyak derita bagi mereka pihak luar yang berani masuk ke dalamnya.

Membuang nafasnya kasar sesaat sebelum ia membuka sebuah pintu berukuran besar dengan warna cokelat dan tak lupa ukiran rumit yang membuat pintu kayu itu terlihat begitu mewah.

Mencoba untuk memantapkan hati saat langkah kakinya mulai memasuki rumah bergaya Eropa Klasik dengan banyak barang-barang mewah di setiap sudutnya, bahkan terdapat banyak lukisan berharga puluhan hingga ratusan juta rupiah, yang terpajang dengan apik di setiap dinding.

Mata gadis itu terus berpendar hingga tatapannya terfokus pada sebuah foto seorang gadis mungil nan cantik tengah duduk bersama kedua orang tuanya, sepertinya foto itu baru dipasang di sana karena seingatnya, pagi tadi ia belum melihat foto itu.

"Ternyata, gue memang bukan anggota keluarga Darmawan," ucap gadis itu dan kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar di lantai dua yang berada dipojok dengan pintu berwarna putih dengan ukiran namanya disalah satu sisinya.

"Dari mana saja kamu?" Suara bariton yang penuh dengan aura intimidasi menyapa pendengarannya.

"Klub tinju." Singkat, padat dan jelas.

"Kamu itu seorang gadis dari keluarga terpandang, bermainlah dengan yang sepadan dengan kita."

"Aku bukan salah satu dari kata, kita, dalam kalimat anda," ucap gadis dengan rambut berwarna maroon itu, dan kemudian melenggang pergi meninggalkan sosok yang kini tengah menatapnya dengan penuh kebencian.

Gadis itu sudah bosan mendengarnya. Tahta dan kekuasaan yang selalu dijunjung tinggi di keluarga ini. Segalanya hanya dilihat dari, seberapa kaya dirimu? Seberapa berpengaruhnya keluargamu. Ayolah, Rachel juga ingin hidup seperti gadis lainnya. Memiliki banyak teman tanpa memandang status dan kasta mereka.

Memangnya apa salahnya berteman dengan orang-orang berkasta rendah? Toh, mereka juga tidak akan jadi miskin hanya gara-gara berteman dengan orang dari kasta rendah. Kalian setuju dengan Rachel, kan? Ah, atau kalian setuju dengan laki-laki tampan yang tengah berdiri tegap dengan hanya memakai kaos oblong dan celana pendek, yang sangat ini tengah menatap Rachel dengan penuh rasa benci itu?

Diujung penyesalanWhere stories live. Discover now