Part 10

28 1 0
                                    

Rachel memandang kecewa ke arah Elvano. Bagaimana bisa ia membiarkan Rachel melawan 6 orang sendirian, sementara ia pergi bersama Citra. Faesha dan Ardika yang melihatnya hanya bisa menatap Elvano dengan penuh rasa benci.

"RACHEL!" teriak Ardika. Namun semua sudah terlambat. Seseorang memukul kepala gadis itu hingga berdarah, gadis itu jatuh dengan luka di kepalanya. Salah satu dari mereka bahkan tega menancapkan pisau di kedua tangan Rachel, tidak sampai disitu, mereka bahkan menendang dan memukuli Rachel tanpa belas kasih.

"El," ucap Rachel namun tak ada yang datang. Pemuda itu sudah pergi bersama dengan Citra.

Orang-orang itu pergi meninggalkan Faesha, Ardika dan juga Rachel yang terluka parah. Kedua laki-laki itu menangis melihat gadis yang sangat mereka sayangi terkapar tak berdaya.

"Rachel bangun ,Chel."

Teriakan demi teriakan yang keluar dari dua pemuda itu tidak ada yang di dengar oleh Rachel. Perlahan namun pasti gadis itu mulai menutup matanya.

Sakit di tubuhku tidak berarti apa-apa jika bidangkan dengan melihatmu pergi bersama yang lain saat aku lebih membutuhkan dirimu.

Rachel masih belum sadarkan diri sejak kemarin malam. Elvano sama sekali tidak menjenguknya, pemuda itu sibuk dengan pekerjaannya dan juga Citra, ia sangat takut gadis itu mengalami trauma akibat apa yang terjadi padanya kemarin malam.

Elvano tidak meninggalkan gadis itu sedetikpun kecuali untuk ke rumah sakit. Bahkan saat dia pergi pun, Elvano akan meminta salah satu maidnya untuk menjaga dan mengawasi Citra selama 24 jam dan tidak mengizinkan siapapun meninggalkan gadis lemah itu sendirian.

"El, lo mau kemana?" tanya Ardika yang melihat sang adik berjalan keluar rumah sakit.

"Pulanglah, ada apa?" tanya Elvano.

"Lo nggak jenguk Rachel? Dia belum sadar dari kemarin," ucap Ardika.

"Bang, kan sudah ada elo dan Faesha, lagi pula Rachel bukan gadis lemah yang bakalan mati cuma gara-gara dikeroyok, Bang." Ardika tidak habis pikir kenapa adiknya bisa menjadi manusia yang tidak punya hati seperti sekarang.

"Tap ...."

"Sudahlah Bang, gue sibuk harus nemenin Citra di rumah, dia korban Bang, Citra mengalami trauma dan ketakutan."

"Pergi sana! Pergi dan jangan pernah kembali!" ucap Faesha yang baru keluar dari kamar rawat Rachel. "Gue benar, kan, Bang? Dia gak pantes buat Rachel, Bang. Dia bukan manusia, tapi iblis."

"Lo apa-apaan sih? Gue punya tanggung jawab sama Citra,"

"DAN MANA TANGGUNG JAWAB LO SEBAGAI PACAR, BANGSAT!" habis sudah kesabaran Faesha.

Kemarin Ardika sudah menjelaskan semua tentang Elvano, rahasia Elvano. Awalnya Faesha sangat terkejut dan hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ardika tapi setelah melihat sendiri bukti yang ada, pemuda itu baru percaya.

Faesha sudah pernah bilang kepada Ardika jika Elvano tidak akan berubah, dan sekarang dia benar. Elvano memang tidak akan pernah berubah.

Sejujurnya saat membuntuti Elvano dan Rachel, ia sudah mulai bisa menerima jika sang sahabat menjalin hubungan dengan Elvano, tapi ternyata ia salah. Pemikiran pertamanya yang benar. Dan sekarang semuanya terbukti.

"Maksud lo apa, hah!" Elvano mulai terpancing emosi karena ucapan Faesha.

"LO, LAKI-LAKI BEGO DAN BODOH, GUE TAHU LO MERASA BERSALAH KARENA SUDAH BUAT CITRA LUMPUH, TAPI GUE MAU BERTANYA, APA LO NGGAK MERASA BERSALAH MENINGGALKAN PACAR LO YANG HAMPIR MATI?" tanya Faesha.

"Dia begitu bukan salah gue, itu salah dia yang tidak bisa menjaga diri dengan baik, lagi pula itu bukan salah gue, karena bukan gue yang buat dia seperti itu, harusnya lo tanya hal itu orang-orang yang memukuli Rachel."1

Diujung penyesalanWhere stories live. Discover now