Diujung penyesalan

153 13 0
                                    

Aku selalu menunggumu. Dimanapun kamu, aku percaya jika suatu hari nanti kamu pasti akan kembali dan mengingat semuanya. Meskipun aku sendiri tidak yakin, kapan waktu itu akan tiba.

Banyak orang bilang, aku bodoh karena menunggumu, seseorang yang sudah membuangku dan tidak menghargai perjuanganku selama ini, namun biarlah mereka mau berbicara apa, yang penting bagiku adalah kamu, sosok yang mengajarkan aku tentang apa arti hidup dan juga perjuangan.

"Aku tidak tahu, kenapa? Tapi aku akan terus menunggu, sampai kata kenapa, itu mendapat jawaban yang seharusnya," ucap gadis itu sembari menatap langit malam itu yang terlihat lebih gelap dari biasanya.

Malam semakin larut, udara pun semakin dingin, membekukan setiap hati yang kini tengah menangis pilu, menunggu sang pujaan yang entah dimana keberadaannya.

Namun, semua itu tak menyulutkan niat seorang gadis muda yang tengah menatap langit malam itu dengan airmata yang tak henti-hentinya mengalir dari kedua mata doe nya.

Siapa yang ia tunggu? Apa yang ia tunggu? Tak ada yang tahu, bahkan ia mengabaikan rasa perih yang tercipta disudut bibir dan memar dibeberapa bagian tubuhnya. Tidak asa satupun orang yang peduli dengannya. Yang orang-orang tahu hanya, gadis itu selalu melakukan hal yang sama, ditempat yang sama, sembari menggumamkan satu nama, "El".

Siapa itu, El? Dimana dia? Seperti apa dia? Tidak ada yang tahu..

Pertemuan kita adalah takdir Tuhan,

namun jalan takdir kita sendiri yang menentukan.

Banyak orang mendambakan tinggal dirumah mewah dengan fasilitas serba wah dan hidup bahagia selamanya. Namun, bukankah itu terlihat seperti mimpi yang mustahil untuk terjadi?. Tidak ada kehidupan yang sempurna didunia ini, jangan mengharapkan sesuatu yang bodoh. Bermimpi boleh namun tidak untuk berkhayal.

Rachel Alexandra Putri Hartawan. Seorang gadis cantik, berkulit putih tengah melakukan beberapa pemanasan sebelum mulai ke latihan inti yang biasa dia lakukan disalah satu klub tinju yang cukup terkenal di Kota Jakarta.

Gadis itu menghabiskan waktunya untuk berlatih dan berlatih. Anak tiri dari tuan Darmawan itu menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berlatih tinju. Jangan salah meski ia terlihat begitu rapuh namun sekali kau berurusan dengan Rachel Hartawan, maka tidak ada jaminan kau akan pulang tanpa cedera.

Gadis itu sering lupa waktu kalau sudah berurusan dengan klub tinju."Rachel, ini sudah larut, pulanglah!" itu suara Faesha, pemilik klub tinju yang biasa Rachel gunakan untuk berlatih dan menghabiskan waktunya.

"Gue baru saja mulai, Sha," gerutu Rachel. Gadis itu bahkan belum menyelesaikan pemanasannya, tapi Faesha sudah memintanya untuk pulang.

"Ini sudah larut Rachel," ucap Faesha penuh penekanan. Lagi pula ini juga bukan salah Faesha, semua ini salah Rachel sendiri yang datang terlambat.

"Apakah sudah waktunya makan malam?" tanya gadis itu, yang kemudian dijawab anggukan oleh sahabat sekaligus pemilik klub tinju.

Mendengus. Rachel melepas semua atribut berlatihnya dan mulai mengambil kemeja kotak-kotak miliknya dan juga ponsel yang sengaja ia matikan saat berlatih. Dia selalu melakukannya karena menurutnya, saat berlatih tinjulah, dia merasa hidup.

Gadis itu berjalan dengan santai keluar klub, mengambil kendaraan favoritnya. Bukan mobil ataupun motor sport berharga mahal, hanya sebuah sepeda gunung berwarna biru muda yang selalu menemaninya, kapan pun dan dimana pun.

Semuanya berjalan dengan normal namun saat ia sudah memasuki komplek kawasan rumahnya, ia melihat seseorang tengah ditodong dengan sebuah pisau. Awalnya ia tak ingin ikut campur karena dia hanya ingin pulang dan beristirahat saat ini, tapi ...

"Hai cantik"

... salah satu penodong itu menghentikan laju sepeda Rachel, membuat gadis yang selalu menggunakan hot pants itu berhenti dan turun dari sepeda.

"Gue mau pulang, minggir!" ucap Rachel, namun orang itu malah menghampiri Rachel, dan berniat mengganggunya.

"Kenapa buru-buru, cantik, sini main sama Abang," ucap laki-laki dengan tubuh pendek dan kulit hitam ditambah lagi tindik ditelinganya, yang membuat Rachel ilfill setengah mati.

Rachel mengambil telefon genggamnya, dan menghubungi sahabat baiknya.

"Peraturan pertama?" kalimat pertama yang Rachel lontarkan, begitu panggilan tersambung.

"Memukul, hanya untuk membela diri," jawab suara dari seberang. Dan Rachel langsung mematikan sambungan telefon, begitu dia dapat apa yang dia mau.

Kemudian berjalan kearah pemuda tadi, dan berkata,

"Tolong video in." Pemuda itu hanya terdiam dan menerima ponsel yang diberikan oleh Rachel dan kemudian membuka aplikasi video.

Beberapa penodong itu tertawa melihat tingkah Rachel, yang terlihat begitu angkuh, padahal tak lama lagi ia akan habis ditangan para penodong itu, atau mungkin sebaliknya.

Salah satu penodong maju dan menyentuh bagian bawah leher Rachel dengan sensual, gadis itu hanya diam dan mengukir sebuah senyum devil, tapi bodohnya para penodong itu tidak menyadari arti senyum itu.

"Wah, ternyata lo penurut juga ya."

Pemuda yang jadi korban itu hanya diam, melihat seorang gadis yang hampir dilecehkan didepan matanya. Dasar bodoh. Bukankah seharusnya pemuda itu menolong gadis yang sudah berbaik hati menolongnya itu, ya meskipun tidak secara langsung, setidaknya gadis itu sudah membuat para penodong itu menjauhi dirinya. Tapi apa yang dia lakukan? Merekam video? Sejak kapan ia jadi orang bodoh.

Pemuda itu hendak menghentikan video itu dan membantu gadis itu, namun suara gadis itu membuatnya begidik dan menghentikan niat awalnya yang ingin keluar dari aplikasi pembuat video.

"Mau bermain sebentar bang?" tawaran yang menggiurkan, bukan? Tapi ingatlah bahwa bahaya selalu mengintai dimana pun dan kapan pun. Satu anggukan saja bisa mengubah hidupmu.

"Boleh."

Para penodong yang berjumpah empat orang itu maju, namun saat salah satu dari mereka hendak memeluk Rachel dari belakang, gadis itu terlebih dahulu menggenggam tangan orang itu dan melemparnya ke depan.

"Gadis kurang ajar, apa mau lo?" tanya nya, sembari menahan rasa sakit dipunggungnya akibat terbentur jalan dengan cukup keras.

"Menemani kalian bermain," ucap Rachel.

Namun sepertinya mereka belum paham dengan situasi yang ada, jadi membentuk sebuah lingkaran dengan Rachel didalamnya. Mereka pikir dengan melakukan hal tersebut, Rachel akan ketakutan dan menyerah, tapi itu tidak terjadi, karena pada kenyataannya gadis itu mampu mengalahkan para penodong itu hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.

Beberapa dari orang-orang itu mengalami patah tulang dan juga beberapa lebam di bagian tubuh mereka. Harusnya mereka berterima kasih karena, Rachel hana membuat mereka lebam dan

patah tulang, setidaknya mereka tidak mati.

Pemuda yang melihat aksi Rachel itu hanya ternganga tak percaya, bagaimana mungkin seorang gadis dengan tinggi 170 cm dan tubuh nya yang langsing itu, bisa mengalahkan empat penodong

yang memiliki badan lebih besar dari dirinya.

Rachel berjalan kearah pemuda itu mengambil ponselnya dan tak lupa mengulas sebuah senyum yang sangat indah, sebagai ucapan terima kasih karena sudah mau membantu mengambil video.

Pemuda itu begitu terpukau dengan apa yang baru saja dia lihat, sampai ia tidak sadar belum mengucapkan terima kasih kepada gadis yang sudah menolongnya dari para penodong tadi.

Laki-laki itu mencoba untuk mengejarnya, namun sial, ia gagal. "Ah, kenapa aku lupa berterima kasih," runtuknya pada dirinya sendiri. Pemuda itu terus menggerutu, menyesali kebodohannya.

"Tuhan, izinkan aku bertemu dengannya lagi," ucap pemuda itu sebelum melakukan panggilan kepada polisi, tentang kejadian kejahatan yang baru saja ia alami.

Diujung penyesalanWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu