satu

33.6K 1.6K 427
                                    

Part satu sampai dengan tiga akan saya share Senna versi cetak. 

Part lain mungkin akan ada yang dihapus.

Thanks!

Ketika Al Qur'an memperbolehkan perceraian, bahwa jangan beranggapan dia (Qur'an) menganjurkan perceraian

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Ketika Al Qur'an memperbolehkan perceraian, bahwa jangan beranggapan dia (Qur'an) menganjurkan perceraian.

-Quraish Sihab-


Senna melirik arloji di tangan kanannya, sudah masuk waktu asar.

Alih-alih berhenti di lampu merah, pria itu membelokkan Daihatsu Sirion biru metaliknya ke pelataran sebuah masjid. Seharusnya, dia bisa tiba di rumah tepat waktu, tapi akhir-akhir ini dia tidak mau menunda.

"Allah menyukai orang yang salat tepat waktu. Doa yang lebih sering terkabul adalah doa orang yang salat tepat waktu. Lagi pula ..., siapa yang tahu ajal menjemput lima atau sepuluh menit setelah waktu salat dan kamu melewatkannya karena merasa punya banyak waktu?"

Ayah Arseto Senna meninggal dunia tiga bulan lalu.

Almarhum Ibrahim Jamal Arseto meninggalkan beberapa bidang tanah kepada empat orang putra sebagai ahli waris. Tanah tersebut kemudian terjual dan habis dibagi empat sama rata. Mendiang ayahnya yang religius semasa hidup bukan orang kaya, tetapi sifat teliti dan hemat membuatnya mampu meninggalkan harta benda untuk keturunannya. Dengan uang tersebut, Senna membeli mobil dan melunasi KPR-nya. Betapa ringan hidup tanpa menanggung utang, Senna tak hentinya bersyukur.

Sewaktu ajal menjemput, sahabat sang ayah berbisik kepadanya, "Sudah masuk waktu isya dan ayahmu sempat menunaikan salat terakhirnya. Meski kalian tidak sempat melihatnya mengembuskan napas terakhir, pesannya sudah jelas: jangan menunda apalagi meninggalkan salat."

Senna sudah cukup matang usia, tapi kematian ayahnya tetap menorehkan luka yang teramat dalam. Pun bagi Arseto Kahfi dan Arseto Althaf yang lantak bagaikan debu saat menghadapi jenazah almarhum. Hanya si bungsu Arseto Hanafi, yang saat tumbuh dewasa sudah tidak banyak melihat kekerasan hidup dan perjuangan sang ayah, tampak tegar mengurus hampir segalanya.

Selesai salat dan zikir kilat, Senna meninggalkan area salat. Pria berwajah tampan itu menyelipkan selembar uang sepuluh ribuan ke sebuah kotak amal sebelum duduk di pelataran masjid. Dipakainya kembali kaus kaki dan sepatu dengan khidmat.

Sekelompok anak-anak berpakaian muslim menyita perhatian Senna. Yang terkecil dari mereka masih lebih besar daripada Selma, putrinya. Saat mata mereka bersirobok dengan tatapan Senna, serempak ikhwan-ikhwan kecil itu mengucapkan salam yang dibalasnya dengan cepat.

"Mengaji?" tanya Senna kebapakan.

"Ya, OOOMMM!!!" jawab mereka kompak.

"Jilid berapa? Atau sudah masuk Qur'an?"

"Sudah masuk Qur'an, OOOMMMM!!!"

"Wah hebat, belajar yang rajin, ya!"

"Ya, OOOOOOMMM!!!"

SENNAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora