| CHAPTER 6 | DROP

10.6K 2.5K 779
                                    

Sebelum baca, absen dulu sini

Nama panggilan kamu siapa nih?

Kamu askot mana?

Baca ini jam berapa dan lagi ngapain?

Happy reading!!!

---000---

"Mara!"

Malbi menerobos masuk, ia mengecek satu persatu ruangan yang ada di rumah baru Maratungga namun tidak kunjung menemukan Maratungga. Hingga akhirnya ia membuka pintu kamar mandi, namun Malbi merasa kesusahan karena seperti ada yang mengganjal pintu kamar mandi dari dalam.

Brrrgh Srrghjk

Malbi berusaha mendorong pintu kamar mandi tersebut. Hingga akhirnya pintu berhasil dia buka.

"Mara lo-"

Maratungga tergeletak di kamar mandi dengan wajah pucat. Malbi bahkan masih bisa melihat bercak darah yang masih sepenuhnya belum dibersihkan di wastafel.

"Mara bangun! Mar!" Malbi menepuk-nepuk pundak Maratungga berulang kali namun laki-laki itu tidak kunjung membuka mata.

Perasaan Malbi semakin gelisah. "Bangun begok! Jangan bikin gue khawatir! MARA!"

"Ck!"

Malbi meraih tangan Maratungga lalu memapah laki-laki itu menuju mobilnya. Malbi kesusahan saat harus menuntut Maratungga seorang diri, beberapa kali ia terhuyung dan hampir terjatuh. Malbi membuka pintu depan mobilnya lalu meletakan tubuh Maratungga dengan hati-hati. Ia pun memasangkan sabuk pengaman ke tubuh Maratungga.

"Lo bakalan baik-baik aja," ucap Malbi lirih. Ia lantas melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah baru Maratungga menuju rumah sakit.

Dada Malbi berdegup kencang lantaran gelisah. Ia beberapa kali melirik Maratungga yang masih terpejam di sampingnya lalu kembali fokus ke jalanan.

"Jangan kenapa-napa, jangan sakit..."

"Cuma lo satu-satunya temen baik yang gue punya dan nerima gue apa adanya."

Malbi tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.

"Argh! Kalo lo sakit gue sedih begok!" Sentak Malbi. Matanya memerah, berkaca-kaca seperti ingin menangis.

TIN TIN TIN

Malbi membunyikan klakson mobilnya berulang kali. Jalanan di depannya sangat macet. Mobil di depannya tidak kunjung melaju dan ia juga tidak bisa menyalip karena lalu lintas terlalu padat.

"Macet, di depan sana ada kecelakaan."

"Dari tadi nggak jalan-jalan."

"Kecelakaan apa sama apa?"

"Mobil sama motor. Mobilnya remnya blong."

"Aduh saya bisa telat nih!"

"Ck!"

Brak!

Malbi memukul stir mobilnya, ia kesal setengah mati. "ARG! SIALAN!"

Malbi menatap Maratungga yang ada di sampingnya. Ia menghembuskan napas panjang. Ia kemudian mengecek denyut nadi yang ada di leher Maratungga. Masih berdenyut.

"Mama...!!!"

"Malbi nggak mau main lagi sama Mara."

"Malbi dipukul Mara. Huwaaa... sakiiit."

Pesan Terakhir Cakra ; Coretan MaratunggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang