Dua Puluh Tujuh

3.3K 430 19
                                    

---

Apartemen Bianca sudah kosong. Sekali lagi dengan membawa nama Sanjaya, Raka mendapatkan akses untuk mengecek unit Bianca yang ternyata sudah dikosongkan pada siang hari Bianca menghilang.

Tempat selanjutnya yang dia tuju adalah perumahan yang menjadi alamat rumah Bianca yang ternyata juga sudah kosong. Gadis itu benar-benar menghilang tanpa jejak seolah lenyap begitu saja.

Raka langsung menghubungi personal asistennya untuk menyewa siapa saja yang bisa mencari keberadaan gadis itu entah dari plat mobil yang dikendarainya atau milik kakaknya.

Kini dirinya sedang terduduk di samping makam Juna. Malam sudah semakin larut dan ia tidak tahu harus kemana untuk pulang.

"Lo inget cewek yang gue kenalin beberapa hari yang lalu gak, Ju?"

Tidak ada balasan tentu saja.

"Ternyata itu cewek yang bikin gue kehilangan lo, Ju. Ternyata dia penyebab semua ini."

Raka tertawa pelan. Tawa yang menyiratkan bahwa dirinya sudah tidak punya daya apa-apa lagi.

"Gue pikir setelah lo dan Aga, akan ada manusia yang bisa gue percaya. Tapi ternyata gak. Pada akhirnya gue sendirian juga,"

Raka menjatuhkan diri. Pakaiannya ia biarkan kotor dan angin malam ia biarkan menerpa tubuhnya yang lelah.

"Berhari-hari gue nyari dia kemana-mana, gue cari tau penyebab dia menghilang apa padahal jawabannya gue simpen di kamar. Orang-orang yang waktu itu gue kenalin sama Sagara juga ternyata gak sebaik itu, Ju. Mereka juga lebih milih diem ketimbang ngomong sama gue,"

Makam yang sepi itu terasa sangat dingin apalagi malam juga sudah semakin larut. Penerangan hanya ada dari tiang-tiang lampu yang tertancap pada tanah.

"Gue boleh gak ikut lo aja? Nanti gue janji deh akan nurut sama bokap. Dia masih sering ketemu lo kan?"

Raka memejamkan mata. Menyambut kegelapan menelannya.

---

Tubuhnya terasa sakit luar biasa. Raka membuka mata perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang menerpanya.

Pandangannya beredar menatap sekitar sebelum mengenali bahwa ini adalah kamarnya sendiri di kediaman Sanjaya. Ia menoleh pada seseorang yang kini menggenggam tangannya erat. Perempuan yang sudah lama tidak ia temui namun diam-diam selalu ia rindukan.

"Jangan begini, sayang."

Raka membuang wajah. Ia menarik tangannya dengan pelan.

"Oma mana?"

Perempuan itu menghela napas sebelum berdiri dan keluar dari kamarnya. Tidak lama kemudian, wanita yang ia cari datang dan langsung mengelus wajahnya.

"Raka mau apa, nak?"

Raka menoleh. Matanya langsung menemukan Diana yang menatapanya dengan lembut.

"Haus, oma."

Diana mengambil segelas air dan membantu laki-laki itu untuk minum. Lalu setelahnya merapikan selimut yang menutupi tubuh cucu laki-lakinya itu.

"Raka tahu kan kalo raka gak sakit?"

Raka terdiam sesaat. Tangannya terangkat dan menyentuh dadanya sebelum meremas kuat.

"Sakit, Oma. Sakit banget rasanya,"

Diana yang sudah tahu seluruh cerita yang menimpa cucunya mengangguk pelan. Tangannya mengelus kepala Raka dengan lembut dan penuh cinta.

"Mau cerita sama oma?"

Raka terdiam sesaat. "Dia selalu ada disaat aku butuh pegangan. Dia yang jadi pahlawan bawa aku lari kalo lagi emosi ketemu Lika. Dia juga yang bikin aku kenal dan suka berada di Sanjaya. Dia bikin aku berharap, dia bikin aku merasa bahwa aku diinginkan."

Musim Yang Baik [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang