chapter 2

14 3 3
                                    


Naisha duduk di taman sekolah, wajah Reynan memenuhi isi pikirannya. Yang paling penting, kenapa dengan pemuda itu? Reynan mengabaikannya bahkan tidak meliriknya sedikit pun.

"Apa itu alasan dia digelar es kutub?" Tanpa memikirkan hal itupun Naisha pasti sudah paham. Laki-laki itu benar-benar tidak peduli sekitar.

Seperti sekarang, es krim yang tengah di pegang Naisha hampir meleleh hanya karena memikirkan hal tadi.

"Mungkin kalau cewek montok terus sexy mungkin dilirik sama dia," gumam Naisha masih belum bisa melupakannya.

"Montok? Mana cewek montok." Naisha tersentak lalu menetralkan wajahnya kembali datar. Kini seseorang yang tidak di harapkannya berada tepat di depannya sekarang.

"Tidak, lupakan." Naisha mulai menyibukkan diri memakan es krim yang tengah meleleh.

Pemuda di depan Naisha dengan santai menarik tangannya, membuat gadis itu berdiri dengan cepat.

" A-apa yang lo lakuin?" sentak Naisha merona.

"Cuman bantuin lap tangan Lo, salah?" Pemuda itu bernama Tariz, ia tersenyum tanpa memikirkan bagaimana ekspresi wajah Naisha sekarang.

Naisha menghela nafasnya, lalu mengambil paksa tisu yang dipegang Tariz. "Makasih, biar gua sendiri." ucapnya mencoba memasang wajah datar. Tariz hanya pasrah sambil duduk di samping Naisha.

"Kenapa lo disini?" Tariz yang tadi sibuk melihat air pancuran kini mengernyit heran menatap Naisha.

"Aneh."

"Aneh kenapa?" tanya Naisha mendesak Tariz.

"Mirip."

"Udah deh, Riz. Belum pernah ditenggelemin ke sungai Amazon Lo?" Naisha masih mencoba sabar dengan pemuda di sampingnya. Tariz lah yang membuatnya berada dalam situasi bahaya, ya walaupun pemuda itu tidak melakukan kesalahan apapun. Hanya saja Tariz itu populer, dia sudah menjadi incaran kaum hawa SMA Dirgantara. Terlebih Elin sangat terobsesi dengan dirinya.

"Mirip nenek peyot, muka lo sih serius amat," sahut Tariz terkekeh. Bagian mana yang disukai para gadis? Bahkan Naisha tidak pernah mengakui Tariz cowok yang populer. Baginya Tariz hanya teman dekat yang memiliki sifat jahil tak habis-habis.

"Hai Kak Tariz!"

"Halo." Tariz membalas dengan senyuman.

"Kak lihat ke sini dong."

Tariz menoleh pada sekelompok adik kelas yang dari tadi membicarakan dirinya. Dengan ketampanan yang ia miliki, Tariz tersenyum sambil melambai ramah.

"kyaaa! Meleyot gua." Teriakan itu berasal dari gadis yang mengagumi Tariz.

Sudah cukup untuk terus berada di sekitar Tariz, Naisha terlihat seperti upil di mata mereka. Hanya Tariz menjadi incaran bahkan tidak mempedulikan Naisha yang duduk di samping cowok tersebut.

"Lama-lama gua banting Lo, Riz." Naisha menghela napas lalu berdiri untuk segera menjauh dari Tariz.

"Sini gua anterin," tawar Tariz membuat Naisha melotot, bisa gawat jika Elin melihat dirinya berjalan berduaan.

"Oi, Tariz, ikut basket nggak Lo? Kurang satu nih." Naisha merasa amat beruntung dengan kehadiran teman Tariz. Tampak Tariz juga tidak bisa menolak ajakan mereka.

"Ntar gua nyusul." Mereka mengangguk dengan jawaban Tariz. Lalu pandangan cowok tersebut menuju pada Naisha yang tampak senang menunggu Tariz pergi.

"Sayang sekali, Sa. Gua duluan, mau pulang bareng nggak nanti?"

Naisha menggeleng sekuat tenaga, menolak ajakan Tariz. Sementara para cewek yang melihat hal itu tampak iri pada Naisha bahkan tidak menyukai kehadirannya. Mereka juga penasaran kenapa Tariz begitu dekat dengan gadis yang biasa-biasa saja seperti Naisha.

Sebelum Naisha digibahin oleh sekelompok penggemar Tariz. Ia pergi menuju kelas supaya terhindar dari Elin dan teman cabenya.

Kelas XI IPA 4 tampak tidak tenang, suara berisik terdengar hingga ke luar ruangan. Naisha yang baru masuk sudah di hadiri dengan konser dadakan di kelasnya. Saira di pojok kelas melambai padanya dengan semangat.

"Ratu Naisha telah datang, ayo sambut dirinya!" teriakan toa yang berasal dari Saira membuat kelas semakin heboh.

Dua siswi mendorong Naisha untuk maju ke depan, lalu memberikan botol kosong yang digunakan untuk mic.

Naisha tersenyum miring, lalu mengibaskan rambutnya ala iklan shampo membuat yang lain tertawa. Ya, mereka semakin bersemangat.

"Apa kalian masih bersemangat?" ucap Naisha sambil mengarahkan botol di pegangannya ke arah penonton.

"Masih!" kompak seisi kelas semakin ribut. Hanya sedikit yang tidak peduli betapa kacaunya kelas sekarang.

Meja di pukul menciptakan nada sesuai apa yang ingin dinyanyikan oleh Naisha, sementara Saira sibuk dengan handphonenya untuk merekam kelas yang tampak heboh.

"Cinta satu malam oh indahnya, cinta satu malam buat ku melayang…" Suara Naisha menggema memenuhi ruangan kelas. Beberapa murid terhibur melihat aksi gadis yang tidak peduli dengan pandangan orang terhadapnya.

Selama konser dadakan berlangsung, suara pintu di buka secara paksa menampilkan guru berbadan besar berdiri penuh amarah. Ia membenarkan kacamatanya lalu menggeleng melihat seisi kelas, satu rotan di tangannya ia mainkan untuk menggertak murid yang begitu berisik di kelas. Naisha yang berdiri paling depan menjadi objek pertama yang di lihat guru besar tersebut.

"Naisha kesini kamu!" titah Bu Yuli tegas. Bahkan satu kelas diam tanpa di suruh. Naisha dengan takut mendekat perlahan-lahan.

"Kalian semua berdiri lalu berlari keliling lapangan! Sebelum saya suruh berhenti tidak ada yang beristirahat!" teriak Bu Yuli membuat semua murid keluar berhamburan. Padahal Bu Yuli akan mengajarkan pelajaran matematika malah dibuat marah karena kelas mereka berbuat ulah.

"Dan kamu Naisha, Ibu mau kamu berdiri di tengah lapangan sambil mengangkat satu kaki sampai bel pulang berbunyi."

"Tapi Bu–"

"Ibu tidak menerima alasan apa pun dari kamu, sekarang ikut di barisan teman kamu berlari lalu berdiri di tengah!"

Naisha dengan berat hati berlari menyusul temannya. Bu Yuli dari kejauhan memantau mereka berlari. Anehnya Naisha malah bernyanyi ditengah temannya yang tengah berlari. Satu kelas itu malah tampak tertawa melihat Naisha tidak ada rasa takut dengan guru killer  seperti Bu Yuli.

Kelas XI IPA 1 yang tampak fokus belajar biologi malah terhibur melihat kelas yang sudah membuat para guru kewalahan kini berbuat ulah lagi. Jika dibandingkan dengan kelas yang lain, memang kelas XI IPA 4 menjadi kelas para murid bandel di sana. Bandel dalam artian kompak soal membuat heboh.

"Kayaknya seru tuh kelas."

"Heboh banget ya, kompak. Haha."

"Itu yang di tengah asik banget anjir nyanyinya."

Melihat kelas XI IPA 1 ikutan berisik membuat pemuda yang tadinya fokus ke papan tulis menoleh ke sekitar. Raynan dengan lirikan mematikannya membuat satu kelas kembali hening, setelah tidak terdengar lagi suara, Reynan kembali tenang menghadap ke papan tulis.

"Bikin merinding aja," bisik salah satu murid melihat aura Reynan yang begitu serius.

"Berisik." Suasana hati Raynan langsung berubah menjadi menakutkan. Tidak ada yang berani menghadapi cowok dingin seperti dirinya.


Bersambung...

Jangan lupa vote and komen:3











Get Close To Him (ON GOING)Where stories live. Discover now