Then my heart just ...

681 30 5
                                    

"If its wrong to love you. Then my heart just won't let me be right. "

(My All – Mariah Carey)

Appartementku. Sekarang.

Aku terdiam, memandang sebuah pesan yang muncul pada layar ponselku di malam sabtu yang dingin ini, sama dinginnya dengan pesan yang baru saja ia kirim.

Tanpa membalas pesannya aku segera memasukkan ponselku ke dalam tas jinjing ungu favoritku. Mata ini kembali fokus pada apa yang tadi sempat terhenti. Menatap langit bertabur bintang dari balkon apartement yang sudah 3 tahun belakangan ini kutempati.

Bahkan langit yang gelap pun masih memiliki bintang.

Aku memejamkan mataku rapat – rapat. Menarik nafas sedalam dalamnya. Kedua sudut bibirku tertarik kesamping. Deretan gigi sempurnaku menampakkan wujudnya, mulut ini mengeluarkan tawanya. Setetes air bening meluncur begitu saja dari pelupuk mataku yang terpejam rapat.

Hanya sekedar menertawakan hidupku yang malang ini.

3 tahun.

Waktu yang sangat lama. Harusnya sudah banyak yang berubah. Tapi mengapa Reyhan masih seperti ini? Dia masih sama.

3 tahun aku bersamanya. Tapi mengapa hanya disaat awal dia bersikap manis padaku? Apa dia bosan?

Jika dia bertanya, untuk apa aku melakukan semua ini. Maka bibir ini akan menjawab karena memang aku membutuhkannya untuk bermain – main tanpa ada perasaan sedikitpun. Dan akhirnya pasti dia akan tertawa dan menepuk atau mengelus kepalaku

"Anak pintar"

Setidaknya itu yang pernah ia katakan saat dulu untuk pertama kalinya kami terlibat percakapan kecil.

Terkadang aku lelah. Aku lelah berbohong padanya.

Karena hati ini tidak pernah sejalan dengan apa yang bibirku ucapkan waktu itu.

Apa nanti jika aku menjawab bahwa aku melakukan semua ini karena hati ini yang tanpa sadar sudah memilihnya, dia masih akan tetap tertawa dan mengusap kepalaku?

Apa jika aku mengatakannya, segalanya tidak akan sampai sejauh ini?

Apa jika aku mengatakannya, sepanjang sisa hidupku aku tidak akan melihatnya lagi?

Aku hanya takut.

Perlahan aku membuka mataku. Dengan sisa sisa air mata yang belum mengering

***

5 Hari kemudian

Pagi ini begitu dingin. Hembusan angin terasa seperti menusuk permukaan kulit. Kueratkan kembali sweater yang kini membalut erat tubuhku.

Sudah 5 hari ini aku berdiam di daerah terpencil ini, tcukup jauh dari pusat kotA. Meskipun terpencil, letaknya yang berada di kaki pegunungan membuat suasana hatiku lebih tenang. Cocok untuk therapy ku seperti biasa. Setidaknya aku ingin melupakan sejenak tentang keberadaan Reyhan.

Aku kembali menghidupkan ponselku yang selama 5 hari ini kubiarkan mati.

Tidak ada pesan apa – apa.

Ada kelegaan dalam diriku, ketika Reyhan tidak muncul lagi di hadapanku untuk beberapa saat. Tapi dengan bodohnya hati ini mengerang kembali. Ia merindukan sosok Reyhan.

Aku tahu jika semua ini memang salah. Aku tidak seharusnya mengenalnya. Aku tidak seharusnya menurutinya. Aku tidak seharusnya terbujuk rayuannya. Dan yang paling penting aku tidak seharusnya jatuh cinta padanya.

Tapi jika memang mencintainya adalah sebuah kesalahan. Maka hati ini ini juga tidak akan membiarkanku menjadi benar.

Hati ini terlanjur memilihnya. Hatiku mengatakan itu benar, meskipun kenyataannya mencintainya hanya sebuah kesalahan.

Hati ini selalu bisa bertahan. Entah sudah seberapa rapuh jalan yang kutapaki.

Sekali lagi, aku hanya ingin menjadi egois. Aku ingin tetap bersamanya. Meskipun aku harus melakukan kebohongan berjuta – juta kali. Menjawab setiap pernyataannya dengan kata

"Aku tidak mencintaimu."

Agar aku bisa bertahan lebih lama disisinya.

***

Aku memutuskan untuk kembali ke apartementku setelah 1 minggu dalam fase menenangkan diri di tempat tersebut.

Ponsel yang 1 minggu ini sudah tidak berdering tiba – tiba kini berbunyi. Aku sedang memasak di dapur saat ini, maka dari itu aku segera mengangkatnya tanpa fikir panjang.

"Halo" ucapku

"Kemana saja kau selama ini?"

Aku merenyitkan dahiku. Apa ini dia?

Aku menjauhkan ponsel ini dari telingaku. Memastikan bahwa nama yang tertera bukan nama dari si pemilik hatiku yang rapuh ini.

Bodoh!

Ini Reyhan. Jantung yang sudah lama tidak berdetak dengan kencangnya ini kembali berdebar hanya karena sebuah nama yang kini tertera di layar ponselku.

Aku segera mengatur nafasku. Mencoba menenangkan hati ini yang kini sudah terlonjak girang karena Reyhan pada akhirnya menelponku.

"Y..ya. Ada apa?"

"Tidak usah pura – pura tidak tahu."

"Em.. maaf. Seminggu ini aku sibuk bekerja."

"Benarkah? Aku bahkan tidak tahu dimana kau bekerja." Ucapnya datar dan enteng tanpa tersebesit sedikit rasa apapun.

Ah, aku lupa. Bahkan dia tidak pernah tahu apapun tentang diriku.

Aku kembali mencoba mengatur suaraku yang tadinya senang kini mulai tercekat karena palu yang tiba – tiba menghantam hatiku.

"Mine."

"Y..Ya?"

"Ke apartementku. Sekarang."

Dan tanpa aba aba dia sudah memutuskan hubungan telepon.

Aku menjauhkan telepon ini dari telingaku. Menatap kosong pada nama yang baru saja tertera pada layarnya.

Aku hanya ingin lari, Rey. Aku ingin lari. Aku tidak bisa menjamin jika mata ini masih kuat untuk melihatmu di setiap harinya. Aku juga tidak bisa menjamin jika hati ini masih kuat untuk mencintaimu di setiap harinya.

Karena pada kenyataannya, aku hanya pelacurmu yang dengan mudahnya bisa kau lempar. Setiap saat.

Tapi aku tidak bisa seperti ini terus. Masih ada satu pertanyaan lagi yang terngiang di kepalaku.

Apa pelacur ini akan tetap bersamamu jika ia mengatakan bahwa ia mencintaimu?

Aku mematikan kompor dan segera berganti pakaian untuk pergi ke apartement Reyhan.

Tangan ini dengan lihainya menekan password apartement Reyhan

Bip!

Pintu terbuka.

Tangan ini mendorong pintu dan segera memasukkan dirinya ke dalam apartement. Melepas heels yang ku kenakan di samping keset.

Reyhan sangat menjaga kebersihannya.

Belum sempat aku melepas sepatu pada kaki kiriku tiba tiba seseorang menarik tanganku. Rasa sakit kini menghantam punggungku.

n

Us. (EDITING!)Where stories live. Discover now