44

69 12 2
                                    


Setelah perkataan Wirya yang menangancam dirinya untuk berbicara jujur atau kehidupannya akan ditrawang secara paksa, tentu saja Jae memilih untuk mengatakan yang sejujurnya. Toh tidak ada salahnya juga. Walaupun ceritanya tidak akan mengubah fakta apapun, tapi paling tidak para sahabatnya itu akan bisa menilai situasi Jae saat ini dengan sudut pandang yang lain.

Kini ke empat pria dewasa itu tampak duduk diam di tempat mereka masing-masing. Sibuk mencerna penjelasan dari Jae yang jujur saja memang terdengar agak tragis. Gitaris enam hari itu harus menikah dengan orang yang tidak ia cinta.

Setelah mendengar penjelasan tersebut pula, Danang yang awalnya berapi-api oleh amarah seketika diam dan mendadak merasa bersalah. Pria itu sibuk mencuri pandang pada Jae untuk mengutarakan permemintaan maafnya namun rasa gengsinya sebagai seorang pria ternyata cukup sulit untuk diruntuhkan. Walaupun pada akhirnya Danang tetap meniriskan abu rokoknya di asbak lalu menatap ke arah sang gitaris dengan tatapan penuh empati.

"Maafin gue ya bang..". Ujar Pria itu dengan suara lesu namun terucap tulus dari dalam hati.

Jae hanya tersenyum ketika mendengar permintaan maaf dari Danang tersebut. Pria itu sebenarnya memaklumi reaksi sang drummer karena pasti Danang merasa sangat kecewa pada keputusan Jae tersebut.

"Iya gapapa.. ". Ujarnya santai.

"Terus abis ini lo mau ngapain?". Tanya Danang lagi kepada Jae yang saat ini tengah membakar rokok di antara bibirnya.

Gitaris itu lantas melirik ke arah Danang lalu menghembuskan asap dari batang tembakau yang baru saja ia hisap. Jae kemudian menggeleng pelan dengan sisa asap yang masih menyelimuti bibirnya.

"Jadi suami lah ngapain lagi.. ". Jawab pria itu santai sambil meniriskan abu rokok pada meja.

"Iya gue tau lo bakal jadi suami. Tapi pas jadi suami itu lo mau ngapain?"

"Nyari duit buat ngidupin istri-"

"-anjing ya ni orang..". Tunjuk Danang pada Jae.

"Bang pegangin gue bang! Jangan sampe gue hajar si Jae!". Geram Danang sambil memberikan gestur ingin menghajar Jae karena jawaban pertanyaan dari pria itu bukanlah jawaban yang Danang inginkan.

Surya tau Danang tidak benar-benar ingin memukul Jae. Maka pria itu hanya menghela nafasnya lelah kemudian menarik tangan Danang agar kembali duduk di tempatnya. "Duduk ege.. aktif banget lo kek anak gue.. "

Seketika Danang langsung menatap Surya dengan pandangan aneh. Pria itu kemudian membayangkan sosok Sadam kecil yang aktif lalu meringis geli menahan tawa karena ia baru saja disamakan dengan bocah lucu tersebut.

"Disamain sama batita gue nyet..". Adunya kepada Wirya dan Jae yang langsung dihadiahi gelak tawa geli dari Jae dan geplakan keras dari Wirya.

"Kebanyakan atraksi sih lo.. ". Gumam Wirya setelah dengan sukses menggeplak kepala Danang hingga pria itu mengaduh kesakitan. "Ambil minuman aja sono.."

Danang spontan memegangi kepalanya yang terasa panas setelah pendaratan tangan Wirya di sana. Pria itu kemudian menatap sang keybordist tersebut dengan sedih. "Kok gue digeplak sih?!"

Tapi Wirya tidak peduli dengan rengekan Danang. Ia hanya menatapnya dengan dingin. "Ambil minum.. ". Perintah Wirya sekali lagi tanpa mau repot-repot menanggapi pertanyaan Danang.

Danang tentu saja hanya bisa mendengus kesal lalu memilih berjalan dengan langkah yang sengaja dihentak-hentakkan menuju kulkas di sebrang ruangan. Ia ingin semua orang yang berada di sana tau bahwa ia kesal. Terkadang pria itu memang terlihat yang paling kekanakan.. tapi begitu ada yang memancing emosinya, Danang menjelma pria yang paling jantan dan selalu siap turun tangan.

The ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang