Dua Dua

202 12 0
                                    

Taurus - Ujian Praktek

*1005 TAURUS*

Semester akhir di kelas sembilan telah berlangsung hampir tiga bulan lamanya. Itu artinya aku akan meninggalkan putih biru Atlantik dan berganti putih abu-abu entah SMA mana.

Ujian praktek yang kami 'tunggu' pun sudah di depan mata. Beberapa guru mulai sibuk menginstruksikan kami bagaimana sistem penilaian yang akan di pakai mereka. Maklum, uprak akan berlangsung minggu depan.

Dan disini kami berada, di ruang musik yang sempit dan dingin, sedang mendengarkan Pak Tanto yang sedang menjelaskan sistem penilaiannya. Tidak muluk-muluk, beliau hanya menginginkan kekompakan, karna beliau yakin apapun lagu yang nantinya di nyanyikan jika dibawakan dengan kompak akan terdengar bagus.

Aku duduk ditengah-tengah kerumunan, disebelahku Gilang berkali-kali menjadikan tangannya sebagai kipas. Aneh, padahal ruangan ini sangat amat dingin.

"Lo ngapain sih Lang? Dingin gini."

"Pengap, gue kekurangan oksigen."

"Yaudah sono keluar, pura-pura ke toilet kek biar bisa hirup udara."

Wajahnya berubah cerah, dirinya menjentikkan jarinya dan setelah itu mengacungkan tangan, membuat semua mata melirik Gilang yang kini telah berdiri.

"Ada yang mau kamu tanya?" Tanya Pak Tanto memecah keheningan.

"Enggak pak, saya mau ke toilet."

Sorakan dari para siswa yang menyahut membuat suasana menjadi bising, aku hanya terkikik geli saat mereka—siswa lain—mengira bahwa ada sesuatu yang serius yang akan di tanyakan Gilang.

"Yaudah sana, kirain mau nanya apa."

Gilang hanya tersenyum kikuk sebelum melangkahkan kakinya diantara kumpulan manusia disini yang saling berdesakkan.

"Sakit bego." Pekikan seseorang membuatku menoleh lagi.

Delvin yang sedang mengusap tangannya terlihat sedang menatap Gilang yang kini tengah nyengir. Aku yakin barusan tangan Delvin yang sangat langsing itu terinjak oleh kaki Gilang.

"Maaf elah." Ujar Gilang sembari mendorong tubuh Delvin agar menjauh dari pintu.

"Ye."

Setelah Gilang menutup pintu, tak ada lagi yang menarik perhatianku selain Delvin yang kini menunduk sembari mengibaskan tangannya berupaya meringankan rasa sakit yang di deranya sehabis terinjak Gilang tadi.

Tepat saat dirinya mendongak, mata hitamnya langsung menangkap objek diriku yang sedang memperhatikannya. Kedua sudut bibirnya tertarik keatas membuat senyuman lebar sempurna.

Seperti beku, aku hanya diam terpaku menatap senyumnya. Kembang api yang sedari tadi mekar di dalam perutku menggelitik, memberikan sensasi aneh yang sering aku dapatkan kala melihat senyumnya.

Dengan ragu, aku mengulas sebuah senyum tipis untuk membalasnya.

Riuh para siswa membuatku dan Delvin tersadar. Membuatku tentunya bingung dengan wajah gembira yang menghiasi mereka semua.

Segera aku bertanya pada Rani yang duduk didepanku.

"Kenapa Ran?" Tanyaku sembari menarik Rani sedikit kebelakang.

"Kelompok band nya bebas." Jawabnya girang.

Aku hanya mengangguk paham. Tidak bersuka cita dengan berita 'baik' barusan.

Karna bagaimana pun kelompoknya, tidak punya bakat ya akan tetap tidak punya bakat. Diriku tidak akan berubah menjadi penyanyi ataupun gitaris profesional jika aku memilih kelompok sesuai keinginanku. Tidak akan merubah apapun dari diriku.

1005 TAURUSWhere stories live. Discover now