Sembilan

289 10 2
                                    

Taurus - Untitled

*1005 Taurus*


“Sumpah, tadi gue gak nonton.” Keluh ku saat kami sudah duduk di salah satu ruko di food court setelah keluar dari bioskop.

“Saya nonton sih tapi gak ngerti, kayaknya kak Ara ngerti.”

“Pasti kalo gue nonton gue ngerti.”

“Lo gak nonton Ra?” Pertanyaan ku hanya di jawab dengan cengiran aneh miliknya. “Gak usah senyum-senyum gitu kek, demen ya lo sama gue?”

“Suka banget sama Tata.” Katanya sambil merentangkan tangannya ingin memeluk-ku.

“Jijik kak.” Cici yang sedari tadi memandang aneh ke arah Ara akhirnya angkat bicara. “Jadi, kita mau makan apa?”

“Lo bayarin lagi—kan?” Ara mempertanyakan yang sudah pasti dijawab iya. Cici tampak berpikir, sebenarnya meledek Ara. “Ci yailah, bayarin kek sekali-kali.”

Aku menoyor kepala Ara. Terlalu banyak permintaan, repot.

Ara itu penyuka gratisan—semua orang juga sih— yang bawel, cengeng pula, tapi sebenarnya sih memiliki sikap dewasa. Namun tetap saja sifat anehnya itu lebih menonjol.

Kami kemudian memesan makanan, Ara langsung semangat dan langsung memesan makanan favoritnya –setelah Cici bilang akan membayarnya.

“Ta tadi Delvin whatsapp lo?” Tanya Ara di sela-sela makan kami.

“Hah? Tau darimana?” Ara malah menatap ku malas dan meninggalkan sendoknya di mulut sedangkan tangannya menunjuk android milikku. “Iya tadi dia whatsapp gue, kenapa emangnya?”

“Ditanya gitu doang pake di tutup-tutupin, apalagi gue tanya yang lain.” Kebiasaan deh, selalu membuat diriku terpojok seperti ini.

“Kak makan cepet, tadi kan udah mau ujan entar kita gimana baliknya?.” Cici love you to the moon and back deh.

Ara dan diriku kemudian melanjutkan makan dan Ara tidak melanjutkan introgasi nya lagi.

Jujur aku tidak suka dipaksa. Bicara tentang hal yang bukan konsumsi umum bukan kepribadian ku. Jika sudah terlalu mendesak dan tidak bisa memendamnya sendiri baru aku akan bercerita pada Ara.

Memang aku sedikit tertutup.

Pada awal aku mengenal Ara, ia orang yang sangat ekspresif. Ara akan terlihat kesal jika ia tidak menyukai suatu keadaan yang mana membuatnya tidak nyaman atau ia akan terlihat tidak senang jika sedang berbicara kepada orang yang kurang disukainya. Ku kira dia orang suka meceritakan hal yang sangat rahasia kepada semua orang, tapi ternyata sejauh ini ia cukup bisa di percaya.

Saat kami keluar dari mall, aku melihat beberapa teman sekelasku sedang berbincang. Oh mungkin Delvin ikut mereka tadi pikir ku.

Setelah Ara dan Cici pamit untuk pulang, aku memilih untuk menghampiri mereka—sekalian nunggu ayah.

“Hai.” Sapa ku kepada semuanya.

Dalam sekejap semua mata menatap kearah ku.

“Hai Ta, lo kesini juga? Kok tadi gak ngeliat sih?” Tanya Rani yang kaget melihat diriku disini.

“Lu aja Ran yang kelewat beler, orang tadi pada ngeliat dia lagi jalan sama Ara sama adek kelas yang biasa bareng dia itu.” Kata Gilang.

“Gilang merhatiin banget.” Ejek Rani.

“Delvin gak ikut?” Tanya ku setelah beberapa kali mengecek keberadaan Delvin diantara mereka.

“Dia mah lagi berenang di Ciliwung Ta.” Ujar Gilang yang kemudian diikuti tawaan dari semua teman ku disini, sebenarnya ketawa garing sih. “Delvin lagi ke Thailand, lagi nyari duit.”

“Oh.”

Terdengar aneh. Beberapa saat yang lalu, Delvin bilang ia sedang melihat ku. Tapi ternyata Delvin si manusia ikan itu sedang ada di Thailand.

Aneh.

Bahkan tidak bisa di pikir.

1005 TAURUSWhere stories live. Discover now