14. Digoda

979 81 8
                                    


Karina begitu nyaman tertidur di atas kasur pasien yang canggih ini. Bibirnya pecah-pecah, terlihat ada cekungan besar di bawah mata.

Raffi menelisik wajah cantik itu tanpa bosa. Cantik, sangat cantik! Raffi suka sekali melihatnya, melihat wajah Karina. Sayang sekali kondisi Karina yang sakit membuat Raffi tak bisa mengalihkan kekuatirannya. Balutan kasa di kening serta kepala Karina membuatnya dirundung cemas.

Drrt

"Halo! Saya lagi ada urusan." Raffi segera berterus terang. Tatapan mata elangnya begitu kentara tak menerima penolakan.

"Mereka yang lebih butuh."

"Saya lagi jagain istri saya! Ga usah ganggu!" Semburnya mendesis lanjut mematikan panggilan.

Tuut!!

Karina mengedip lemah, lalu segera menutup kembali mata itu. Raffi tidak tahu saja dirinya sudah bangun sejak Raffi menerima panggilan.

Karina kesulitan menelan ludah kala merasa ada genggaaman di tangan. Sesaat Karina memberanikan diri sedikit membua mata. Sungguh Karina tak tak paham maksud Raffi.

"Kamu cantik." Raffi sedikit menyeringai, mengutuk kekonyolan dirinya.

Drrt

"Halo! Saya sibuk!

Karina tak bisa mengedip melihat kepergian Raffi disana. Kesal, sangat kesal sekali dirinya pada Raffi. Dua kali dirinya dicium, dua kalinya oleh Raffi. Ingin rasanya Karina memukul wajah tampan menyebalkan itu.

Florenzia berjalan setengah berlari menelusuri setiap koridor. Dirinya sudah mulai berkeringat, rambutnya tergoncang seiring ia berjalan cepat tanpa jeda.

"Ck! Banyak yang ganggu! Ga tahu orang lagi ada musibah?!" Gumam Raffi keluar dari kamar rawat Karina.

"Baba!"

"Baba, Karina mana? Di dalem? Ini kamarnya dia, kan?" Desak Flori tak sabaran. Tangannya mencekal pada lengan sang ayah.

"Bukannya kamu mau lomba?"

"Ck! I don't need your question!" Decaknya merasa kesal.

Raffi menggembungkan bibir seperti bocah. Ditatapnya kepergian Florenzia dengan tatapan merasa tak punya dosa. Padahal Raffi hanya bertanya.

"Bye the way, aku udah sembuh belum, ya, besok? Non Flori tampilnya di hari ke dua. Untung aja malem," ucap Karina dalam hati.

"Karina, you okay?" Tanya Florenzia melangkah semakin mendekati ranjang. Wajah Karina sejak tadi menghadap ke samping sana.

"Non Flo?"

"You okay? Sakit apa? Kata dokter apa aja yang kena? Ini? Kepala kamu pake ginian karena kena benturan? Kenapa bisa?" Tanya Florenzia begitu runtut.

Perlahan Florenzia duduk. Keduanya diselimuti keheningan. Karina membeku menatap gadis remaja ini. Karina tak menyangka Florenzia akan sepeduli ini padanya.

"Aku nanya dari tadi, Karina."

"Harusnya non udah berangkat. at least udah di bandara." Karina menatap cemas. Ditangkupnya punggung tangan Karina yang mendarat disisi ranjang.

"Ak-ak,.. aku ga butuh kamu nanya itu. Aku butuh kamu jawab. Kamu kenapa bisa celaka? Apa aja yang sakit?"

"I'm okay. Sekarang non Flori ayo berangkat. Ayo! Saya baik-baik aja!" Tukas Karina keras kepala. Karina tak ingin majikannya didiskualifikasi.

"Stop! Hiks. Hiks. Kamu sakit apaa? Aku kuatiir! Hiks. Hiks."

"Saya baik-baik aja, noon!" Tukas Karina begitu parau. Mata Karina berkaca-kaca menyaksikan Florenzia yang menangis menutup wajah.

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Where stories live. Discover now