6 Februari 2022

990 253 227
                                    

DWC #6
[Buat cerita dengan setting tahun 2301]

:.:.:

|| Short Story ||

|| Science Fiction, Utopia ||

|| 3466 words ||

"Kapan terakhir kali manusia fana terlahir ke dunia?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kapan terakhir kali manusia fana terlahir ke dunia?"

Tahun 2284. Tahun kelahiranku. Ibu tahu jawabannya, tetapi dia menanyakannya tiap malam saat mengantarkanku tidur. Kami melakukan tanya-jawab ini sebagai pengingat bahwa aku hanya manusia fana biasa dan itulah yang membuatku spesial. Lantaran seluruh manusia di dunia saat ini tidak bisa mati.

Sudah tujuh belas tahun berlalu, dan aku masih manusia fana satu-satunya sekaligus terakhir yang masih hidup. Belum ada manusia fana lagi setelahku. Sebelum diriku? Tahun 2250. Seorang laki-laki yang hanya bisa hidup sampai umurnya 14 tahun.

Kadang aku penasaran bagaimana rasanya jadi seperti yang lain—bisa datang ke Departemen Kemudaan dan meregenerasi fisik mereka semaunya, memilih di umur berapa mereka ingin tubuh mereka dikembalikan, jaringan sel mana yang butuh diperbaiki. Seseorang bisa saja terbakar hidup-hidup sampai kulitnya habis dan organ dalamnya meleleh, lalu utuh lagi saat bangun pagi keesokan paginya. Hal itu sudah ada dalam gen mereka. Departemen Kemudaan hanya membantu prosesnya saja.

Ibuku akan tampak seperti gadis 20 tahun selamanya dan takkan seorang pun menduga umurnya sudah memasuki abad pertama. Ayahku memilih tampilannya di usia 28 karena pada usia itulah dia merasa paling tampan meski aslinya dia telah hidup selama 150 tahun lebih.

Aku? Aku anomali. Cacat genetika. Di saat bersamaan, aku disebut anugerah. Orang-orang memperlakukanku bak barang pecah belah. Beberapa yang cukup kurang ajar menyebutku primata langka yang butuh dilestarikan. Apa pun itu, semuanya sangat berlebihan.

Clarissa, jangan ke dapur. Banyak barang berbahaya.

Clarissa, jangan ke toilet sendirian. Nanti kau tenggelam.

Clarissa, jangan keluar rumah. Nanti kau mati seketika.

Clarissa, jangan makan pizza. Ujungnya tajam dan bisa melukai tenggorokanmu.

Clarissa, jangan minum tanpa sedotan. Bisa-bisa airnya masuk ke hidungmu dan membanjiri paru-parumu.

Clarisa, jangan jangan jangan jangan.

Menyebalkan.

Aku sudah pernah ke dapur dan aku tidak setolol itu untuk mengiris-iris badanku pakai pemarut keju sambil bersorak, "Hore! Hore!"

Aku sering mandi sendiri dan aku sudah memastikan bahwa aku masih hidup meski menahan napas dalam air selama beberapa menit.

Aku juga sudah pernah menyelinap keluar—meski ayahku langsung menangkapku lagi bersama selusin personel Garda Keamanan Nasional. Aku berjalan sampai keluar perumahan ke jalan raya, dan aku tidak mati seketika, tuh.

OracularWhere stories live. Discover now