09

33K 2.9K 36
                                    



Habibi segera mengangkat telponnya.

"Ada apa telpon?" tanya Habibi singkat.

Merasa jengkel dengan jawaban ketus dari Habibi. Nafisah segera menghentakkan kakinya berkali-kali sebagai bahan pelampiasan.

"Oke, tahan Nafisah. Tahan ... tarik napas dalam-dalam. Oke keluarkan lagi," ucap Nafisah di dalam batinnya.

Merasa tak ada respon dari Nafisah, Habibi pun ingin kembali menutup telponnya.

"Oke. Gue tutup lagi ya," ucap Habibi mencoba memancing Nafisah agar segera bersuara.

"Eh ... jangan. Jangan dimatiin dulu," ucap Nafisah segera mencegah Habibi agar tidak menutup telponnya.

"Hmm. Ada apa?"

"Sorry ya. Kalau gue ganggu waktu lo sebentar. Gue cuma ingin bicara beberapa hal sama lo-"

"Nggak usah basa basi," ucap Habibi cepat memotong pembicaraan Nafisah karena terlalu banyak basa basi.

Sebenarnya Habibi paham. Modelan orang kayak Nafisah ujungnya mau ke mana.

Namun, okelah. Habibi akan mengikuti cara mainnya.

Biar nanti kita lihat, siapa dalam hal ini yang lebih pandai bertempur, pikirnya.

"Ya udah. Oke, gini," ucap Nafisah berusaha mempersingkat maksud dan tujuannya pembicaraannya kali ini.

"Gue ngucapin terima kasih. Lo sebagai laki-laki sangat berani menikahi orang yang sama sekali belum pernah lo kenal sebelumnya. Gue akui lo emang gentel."

"Tapi satu hal yang harus lo tahu. Lo itu terlalu aduhay buat gue yang begitu ... aduh agak gimana gitu," ucap Nafisah dengan gaya centilnya pura-pura merendah di hadapan Habibi.

Habibi tersenyum kecut.

Ia tahu, bahwa Nafisah sedang merayunya agar membatalkan perjodohan ini.

"Agak gimana maksudnya?" tanya Habibi mencoba mencerna ucapan Nafisah tadi.
"Agak sengklek?"

Nafisah membulatkan matanya tak percaya.

"What? Sengklek?" Nafisah hendak menyumpah serapahi Kembali Habibi. Namun ia sangat ingat tujuan ia memberikan diri menelponnya.
"Sialan,"gumam Nafisah di dalam batinnya.

Kali ini ia mencoba menghayati peran sebagai orang yang paling tersakiti sejagat raya.
"Eh, bukan sengklek. Cuma, maksud gue. Gue ngerasa nggak pantas aja gitu buat lo."

"Lo terlalu baik Bi dan lo sangat pantas dapetin yang lebih baik dari gue. Sampai sini lo mungkin paham kan apa yang gue omongin?"

"Hmm." Habibi yang berdehem kecil saja merespon ucapan Nafisah kepadanya.

"Kalau pun lo tetap teguh, pingin nikah sama gue. Boleh nggak gue minta waktu?" tanya Nafisah berharap Habibi meng-iyakan.
"Minimal sampai gue lulus kuliah lah?" tanya Nafisah berharap Habibi setuju dengannya.

"Atau minimal, gue sudah ngerasa bahwa gue sudah pantas jadi pendamping lo dan lebih baik dari sekarang. Gimana? Boleh?" tanya Nafisah kali ini dengan nada bicara yang lebih halus dari sebelumnya.

Dear Habibi [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin