10. Pergi ke ibu.

1K 93 13
                                    


Raffi duduk di atas kursi yang sejajar dengan ranjang dimana Karina telentang bersama Naufla. Tak sadar dirinya sudah hampir satu jam di sini, menelisik Karina dalam hening.

Raffi mendengus gemas melihat Naufla yang ikut telentang di sana, setelah tadi terbangun dan sibuk mencari Karina, dengan baik hati Raffi mengajak anaknya ke sini, tanpa memberi tahu apa yang sudah membuat Karina seperti ini.

"Beautiful, cheerful, make me want to be careful." Raffi menyeringai. Wajah cantik itu behasil menghipnotisnya.

"Naufla! Baba?" Gumam Benedict berdiri di tengah pintu setelah berlari jauh dari pintu depan.

Benedict mulai melangkah, menatap penuh kekuatiran pada adiknya yang terlelap tidur detemani alat kompres di kening. Ia abaikan sosok yang tertidur di samping adiknya.

"She's alright! Don't worry!" Ucap Raffi setia duduk di kursi, menatap anaknya yang terlihat begitu kuatir di sana

"Karena baba. Yup! Baba bentak adik kamu di kolam. And i'm very sorry."

"Huft! Mau gimana lagi, udah kejadian juga." Benedict berdiri mengusap kaki adiknya yang tetutup selimut. Ditatapnya Naufla dengan penuh kasih sayang.

"Your girlfriend?" Tanyanya menatap serius.

"No. Asisten pribadi kakak kamu. Dia pingsan gara-gara baba juga." Raffi mengalihkan pandangan, menertawakan dirinya tuk sesaat.

"You will love her." Benedict menatap mengintimidasi

"What? Mulai ngeramal!" Desis Raffi mendongak mendekatkan wajahnya yang ingin tertawa besar.

"Let's see."

"Dia dua puluh lima tahun, baba empat puluh. It's so funny! Hahaha!" Ucap Raffi tertawa menatap gemas pada anaknya. Tatapan mereka sama sinisnya.

"Yup! You'll have a young age gape wife." Benedict mencebik tak menatap ayahnya, memajukan bibir dengan sengaja.

"Huft! Up to you."

"Thank you!" Ucap Benedict mengangguk angkuh bersama senyuman puas di bibir.

"Eungh! Tantee. Peluuk. Tanteee. Tanganyaa. Tangannya manaaa?" Rengek Naufla menindih tubuh Karina dari samping.

Naufla tak bisa diam, tangannya merayap ke sana ke mari mencari tangan Karina tuk membalas memeluk. Sedangkan Karina kini menggeliat, meringis terkejut juga kesakitan.

"Ssut! Hei, Naufla!" Tegur Raffi berbisik mengusap punggung anaknya. Kasihan Karina yang terlihat menahan sakit.

"Eungh! Ssst!" Ringis Karina begitu lemah tak punya tenaga. Tangannya spontan menahan punggung Naufla yang terus memaksa naik tuk dipeluk.

"Ssuut! Hei! Nauflaaa,.."

"Naufla, come on! Tantenya lagi tidur, dia kesakitan." Raffi dengan lembut merayu Naufla, menangkup pinggangnya tuk ia gendong.

"Tantee. Peluuuk. Mau dipeluuuk." Naufla merengek lemah, bibirnya mencebik sedih.

"Ssst! Hei, ayang? Nauflaa?" Gumam Karina mulai membuka mata. Dengan manis ia tekan punggung itu layak bayi yang sedang menyusu.

"Naufla, baby,.. hei?!" Bisik Raffi begitu lembut.

"Ga papa, tuan, ga papa." Karina menggeleng menahan lembut pergelangan tangan besar itu.

"Saya ga kenapa-napa, saya baik-baik aja. Naufla ga ganggu saya."

"Tapi,.." Raffi membeku menatap mata indah yang kini menatap lemah padanya. Terasa jelas tangkupan dari Karina di tangan.

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Where stories live. Discover now