Bermanja

63 17 10
                                    

Sulur surya merayap masuk melewati celah jendela, menembus dinding kaca yang menghalangi kehidupan di dalam ruangan itu dari luar.

Leon tidur dengan posisi telungkup, dengan satu tangan menjuntai ke lantai, matanya masih terpejam meski sinar sang surya terus menggoda. Hingga gorden yang menutup dinding kaca kamar tiba-tiba terbuka, membuat Leon semakin merapatkan kelopak mata karena merasa begitu silau.

"Fre! Tutup gordennya!" racau Leon.

Freya berdecak mendengar racauan Leon. Ia memang datang ke apartemen untuk mengecek keadaan pemuda itu. Freya berjalan ke arah ranjang Leon setelah selesai membuka gorden.

"Mau tidur sampai kapan kamu? Tidak ke kantor?" Freya mematikan lampu tidur Leon.

Bukannya bangun, Leon malah menarik selimut hingga kepala, menutup seluruh tubuhnya.

"Leon! Dasar pemuda ini!" Freya berusaha menarik selimut yang menutupi tubuh temannya itu, membuat Leon dan Freya terlibat saling tarik selimut.

"Fre, kamu ini pagi-pagi kenapa sudah di sini, sih?" tanya Leon dari balik selimut.

Freya tidak percaya Leon mempertanyakan dirinya yang berada di sana, bukankah hampir tiap hari Freya akan datang membangunkan Leon agar tidak terlambat bekerja.

"Dasar pemuda tidak tahu diuntung, memangnya kalau tidak ada aku, kamu bisa apa, hah? Sarapan aku yang siapin, baju aku yang siapin, sampai-sampai aku pulang dari klub langsung ke sini buat ngurus kamu, sekarang malah tanya ngapain? Dasar bocah kurang ajar!" omel Freya.

Freya mengambil guling, lalu memukul tubuh Leon dengan benda itu.

"Bangun nggak!" perintah Freya yang terus memukul secara membabi buta.

Leon menyibakkan selimut, menarik guling yang dipegang Freya hingga membuat gadis itu ikut terjatuh ke atas tempat tidur.

"Kamu terus mengomel melebihi kakakku, hmm! Memangnya kamu ini kakakku atau temanku!" seloroh Leon seraya menggelitik perut Freya.

"Le, stop!" Freya mencoba menahan tangan Leon yang tidak berhenti mengelitik, gadis itu sudah tidak kuat terus tertawa.

"Masih bisa bawel, hmm! Ayo jawab!" Leon masih belum mau berhenti, tertawa melihat Freya yang sudah hampir menangis karena terus tertawa.

"Oke, oke! Aku tidak bawel!" Freya mengalah, sampai mengatupkan bibir rapat-rapat.

Leon menghentikan gerakan tangannya, mereka pun berbaring bersama dan menatap langit-langit kamar seraya mencoba menghentikan tawa mereka.

"Fre, apa aku semalam merepotkanmu lagi?" tanya Leon yang masih mencoba mengatur napas.

"Bukan kamu namanya kalau tidak merepotkan," jawab Freya seraya menoleh pada Leon. "Kamu bahkan mengajakku pacaran, sungguh menggelikan!" lanjut Freya mengedikkan kedua pundaknya.

"Seriusan, untung kamu tolak!" kelakar Leon.

Freya tertawa mendengar candaan pemuda itu, sampai memukul lengan Leon karena gemas. Leon ikut menoleh pada Freya seraya mengusap lengannya yang panas karena kena pukul, kini keduanya pun saling tatap.

"Le, apa kamu tidak bisa menghilangkan kebiasaanmu?" tanya Freya.

"Kebiasaan apa?" tanya Leon yang pura-pura tidak peka.

"Kenapa kamu selalu mabuk tiap punya masalah, hmm?"  Freya menarik telinga Leon hingga memerah, membuat pemuda itu mengaduh baru kemudian Freya melepaskan jemarinya dari daun telinga Leon.

"Masalah apa? Aku hanya suka, itu juga sebagai tanda aku peduli dengan ikut meramaikan klub milik keluargamu," kilah Leon yang kemudian bangun dan duduk seraya menyisir rambutnya dengan jari.

Freya ikut bangun, menghela napas kasar kemudian menatap pada Leon.

"Meramaikan apa? Tanpamu, klub milikku tetap ramai!" sanggah Freya.

Keduanya kini sama-sama terdiam. Hingga Freya akhirnya mengemukakan apa yang baik untuk Leon.

"Le, kenapa kamu tidak cari pacar atau istri, setidaknya akan ada yang mengurusmu ke depannya. Agar aku juga tidak terus jadi tamengmu, kamu tahu nggak? Seminggu ini sudah ada hampir dua puluh gadis datang ke klub dan menangis, memintaku menyerahkanmu, gila!" gerutu Freya, sampai menggelengkan kepala pelan karena tidak percaya ketika mengingat para gadis yang tergila-gila pada Leon, datang menemuinya seraya menangis.

Leon melirik pada Freya, lantas merangkul pundak Freya dan menarik gadis itu merapat padanya.

"Kamu aja sebagai seorang gadis belum menikah di umur segini, bagaimana bisa kamu memintaku menikah, hmm!" Leon mencubit hidung Freya.

Freya menepis tangan Leon dari hidungnya, kemudian menoleh hingga wajah mereka kini hanya berjarak beberapa centi.

"Kalau aku nikah sebelum kamu nikah, memangnya siapa yang akan jadi tamengmu, hah? Lalu, siapa yang akan membangunkan dirimu kalau pagi, karena yang jelas aku pasti akan mengutamakan suamiku dari pada kamu," ucap Freya, mengepalkan satu telapak tangan lalu memukulkannya pelan ke dada Leon.

Leon merasa gemas dengan sikap Freya, merangkul pundak Freya dengan kedua tangan, lantas bergelayut manja pada gadis itu.

"Kamu aja yang nikah sama aku," seloroh Leon yang sudah meletakkan dagu di pundak Freya, matanya memperhatikan ekspresi wajah temannya itu.

Freya terkejut dengan ucapan Leon, gadis itu langsung memicingkan mata dan memukul lengan Leon.

"Ogah! Sorry, nggak mau aku nikah sama anak kecil!" Freya melepas paksa tangan Leon dari pundaknya dan langsung turun dari ranjang.

"Hei, siapa anak kecil?" tanya Leon.

Freya yang sudah berjalan menuju pintu pun menoleh, lantas menjawab, "Kamu!" Freya menjulurkan lidah dan keluar dari kamar.

Leon ingin membalas ucapan Freya, tapi gadis itu sudah menghilang dari balik pintu. Hingga pintu kembali terbuka dan Freya tampak menyembulkan kepala dari luar.

"Le, aku udah bawa sarapan. Kamu mandi setelah itu sarapan!" ajak Freya.

Leon hanya mengangguk, Freya pun kembali keluar. Leon menggaruk-garuk kepala, entah kenapa setiap bersama Freya, tidak bisa bersikap dewasa, hanya ingin bermanja dengan gadis yang selalu ada untuknya di kala sehat dan sakit, susah dan senang.

Antara Persahabatan dan Cinta (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang