Jadi Pacarku?

114 28 10
                                    

"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika orangtuaku bertanya?" Suara gadis terdengar sedikit bergetar karena takut.

"Kamu tidak sendiri, ada aku di sini." Seseorang menemani gadis itu, mencoba memberikan dukungan agar bisa menghadapi masalah yang sedang dihadapi.

"Aku takut, aku ingin mati saja."

Matahari yang bersinar tak selamanya membawa kehangatan. Di saat aku butuh sinarnya yang mampu melelehkan hati, dia pergi tanpa kabar, membawa duka meninggalkan perih. Saat kebahagiaan datang, kenapa sebuah harapan terenggut. Aku tak sanggup lagi berdiri, meski ada jiwa yang menopang hati.

***
Beberapa bulan yang lalu.

Dentuman suara musik terdengar begitu keras, bahkan untuk mendengar orang lain bicara pun harus mendekatkan telinga. Di sudut bar, terlihat seorang pemuda tengah duduk di bawah lampu yang meremang, menenggak minuman yang ada di gelas sloki, hingga mengisi kembali gelas itu kemudian menenggaknya berulang kali.

"Eh, berhenti minum dan sudah waktunya kamu pulang! Jangan membuatku harus mengantarmu lagi! Aku tidak punya banyak waktu!" Seorang gadis duduk di samping pemuda itu, mengambil gelas sloki yang ada di tangan dan menjauhkan botol serta gelas tadi dari jangkauan pemuda itu.

"Aku bisa pulang sendiri, tidak perlu kamu antar!" Pemuda itu menatap gadis yang duduk di sebelahnya, tersenyum kecil dengan kelopak mata yang hampir tertutup.

Gadis itu mengulas senyum, lantas bangun kemudian menarik paksa pemuda itu agar berdiri, membawanya keluar menuju tempat parkir.

"Kalau kamu begini, aku akan memblokir namamu agar tidak bisa masuk ke klub milikku!" ancam gadis itu. "Jika perlu, aku akan melaporkannya pada kedua orangtuamu!"

Pemuda itu berhenti, membuat gadis yang mendorongnya pun ikut berhenti. Ia lantas membalikkan tubuh dan menatap pada gadis yang ada di hadapannya.

"Kenapa kamu selalu mengancam dengan nama kedua orangtuaku?" tanya pemuda itu, sampai mengangkat dagu seakan tengah menantang.

"Karena kamu tidak punya pacar! Kalau punya, aku akan mengancammu menggunakan namanya," jawab gadis itu seraya bersedekap.

Gadis itu kembali membalikkan tubuh pemuda yang sudah terpengaruh alkohol, mendorong lagi menuju mobil.

"Tunggu, tunggu!" Pemuda itu berhenti lagi, lantas kembali membalikkan tubuh dan menghadap gadis yang mendorongnya.

"Apa? Pulang atau aku telpon mereka!" ancam gadis itu seraya mengeluarkan ponselnya.

Pemuda itu menatap gadis yang ada di hadapannya, meletakkan kedua lengan di pundak gadis tadi, hingga sedikit mendekatkan wajah ke arah gadis itu.

"Kamu tahu aku tidak punya pacar, kenapa tidak kamu saja yang jadi pacarku?" tanya pemuda itu, bicara tanpa berpikir karena sudah terpengaruh alkohol.

"Oh, no! Big no! Kamu bukan tipeku, lalu kamu juga sedang meracau dan tidak berpikir sehat! Aku tidak akan pernah percaya denganmu, Leon!" tolak gadis itu mentah-mentah, menurunkan kedua tangan Leon dari pundaknya, lantas menarik pria itu menuju mobil.

Pemuda itu adalah Leon Mahavir. Berumur dua puluh tujuh tahun, direktur utama MH Corporation. Pria tampan dengan berjuta penggemar yang tak terhitung. Leon memiliki hidung mancung dengan kulit putih bersih dan tinggi badan yang ideal.

"Fre! Freya! Aku tidak bisa menyetir!" Leon  menahan Freya yang hendak mendorongnya masuk ke belakang kemudi. Ia berbalik dan menatap kembali gadis yang dipanggilnya dengan nama Freya.

Gadis itu adalah Freya Mahardika. Umur Freya sama dengan Leon, gadis itu adalah pemilik sebuah klub malam terkenal di kota itu.

"Apa? Jangan banyak alasan!" bantah Freya yang masih mencoba memaksa Leon masuk ke mobil.

Leon menatap Freya, memasang wajah memelas hingga akhirnya menjatuhkan dahi ke pundak gadis itu.

"Aku benar-benar tidak sanggup menyetir, bagaimana kalau aku tiba-tiba mengalami kecelakaan? Kamu tega, Fre!" ujar Leon dengan nada khas orang mabuk, bahkan terdengar cegukan beberapa kali.

Freya menghela napas, terlihat jelas raut wajahnya yang begitu malas. Ia pun mengangkat kepala Leon yang bersandar di pundak, menangkup kedua sisi wajah pemuda itu dan tersenyum manis. Kemudian ia pun berkata, "Ya sudah, itu malah lebih bagus karena tidak akan ada yang menggangguku dengan sikap manjamu!"

Freya melepas tangannya dari wajah Leon, berniat pergi ketika tiba-tiba  pemuda itu luruh ke tanah dan memeluk kaki Freya.

"Leon! Dasar kamu ini! Apa tidak menggangguku sehari bisa buat kamu mati, hah!" geram Freya.

Ini bukanlah kali pertama Leon seperti itu, Freya tahu betul bagaimana sikap Leon saat mabuk. Pemuda itu akan benar-benar bersikap manja, bahkan tak jarang  seperti anak kecil.

"Kamu tega, Fre! Kamu kenapa begitu?" Leon memejamkan mata seraya memeluk kaki Freya, membuat gadis itu memijat keningnya.

Tidak bisa membiarkan Leon seperti itu, akhirnya Freya pun mengalah. Gadis itu berjongkok, menatap wajah Leon yang sudah begitu merah karena pengaruh alkohol. Freya menggelengkan kepala pelan, merasa pusing saat menghadapi sikap kekanak-kanakkan Leon ketika mabuk.

"Ayo aku antar pulang!" ajak Freya seraya mengusap rambut hitam Leon sedikit kasar.

Leon mengangkat kepala, tersenyum manis dengan mata terpejam, benar-benar mencerminkan orang yang sudah mabuk berat.

Akhirnya Freya pun mengemudikan mobil Leon, mengantar pemuda itu ke apartemen.

Freya sesekali menoleh pada Leon yang duduk di kursi penumpang sebelahnya. Pria itu tertidur dengan damai, seakan tidak memiliki beban hidup.

***

Gadis itu memapah Leon menuju unit apartemennya, tidak susah bagi Freya membuka pintu apartemen Leon karena sudah sering mengantar pemuda itu pulang.

"Ya ampun, Le! Kenapa aku harus jadi driver plus baby sitter-mu kalau sedang mabuk!" Freya bicara pada Leon yang sudah tak sadarkan diri di atas ranjang.

Gadis itu melepas sepatu Leon, menyelimuti tubuh pria itu dan mengatur suhu kamar.  Lantas mematikan lampu utama dan menyisakan lampu tidur yang temaram.

Hubungan baik antara kedua orangtua mereka membuat Freya dan Leon begitu dekat. Bahkan mereka sekelas saat sekolah dan berada di London bersama ketika kuliah. Saling menjaga satu sama lain, hingga membuat Freya lebih memahami dan mengerti Leon ketimbang kedua orangtua Leon sendiri.

Antara Persahabatan dan Cinta (TERBIT)Where stories live. Discover now