Pendaftaran 🍭

40.1K 4.8K 900
                                    

Ruangan hening. Dava menatap Relvin yang berwajah muram.

'Kok suasananya jadi horor gini?'

"Kakek kesini cuma mau ngomong dan ngasih sesuatu sama kamu." Kayden akhirnya membuka suara.

"Apa?"

Dava samar-samar mengintip Kayden. Wajahnya itu lho ... Ganteng, mulus, gak kayak Kakeknya dia, udah jelek, burik, tua lagi.

Gak dapet cucunya, Kakeknya pun jadilah.

Eh, tobat goblok!

"Surat udah Kakek siapin, kamu tinggal tanda tangan." Kayden meletakan map diatas meja.

Sekilas Dava dapat melihat judul diatasnya.

'Stanford University'

Melihat judulnya Dava langsung melongo.

Bangsat! Stanford University?! Umur Relvin masih 17 tahun, dan Kakeknya udah daftarin jadi mahasiswa? Terlebih itu ada di California, Amerika Serikat.

Melihat hal itu Dava menghela napas sedikit lega, 'Untung bukan Kakek gue.'

"Udah aku bilang, aku gak mau."

"Alasan?"

"Kakek gak perlu tau."

"Gara-gara dia?" Kayden menunjuk Dava.

Dava yang ditunjuk, menunjuk dirinya sendiri, "Aku?"

Dia bener-bener gak paham sama arah pembicaraan ini please ... Otaknya dia agak lemot ya mon maap.

Bukanya lemot, emang tuh otak kagak pernah kerja. Emang kapan kau pernah pake otakmu itu? Jadi pengangguran lah tuh otak. Kesian kali lah aku sama otakmu.

"Ini gak ada hubungannya sama Dava." Relvin menatap tajam Kakeknya.

"Gak ada? Kamu nolak sekolah disana cuma buat dia 'kan?"

Dava terdiam.

'Kok gue?'

"Kamu sekolah disana cuma 4 tahun. Setelahnya kamu bebas mau ngapain aja." Kayden menatap cucunya datar.

"Lama." Balas Relvin.

"..."

'Orang lain kuliah selama 7 tahun agar sampai lulus S3 disana, dan kau hanya 4 tahun agar bisa lulus S3. Bukankah itu kau yang kurang bersyukur?' Kayden benar-benar tak habis pikir dengan cucunya yang satu ini.

"Kamu mau kuliah di luar negeri?" Dava bertanya.

Cielah aku-kamu.

Ada Kakeknya Relvin, jadi anak alim dulu. Nanti kalo udah minggat, baru keluarin sifat setannya.

"Nggak." Jawab Relvin singkat.

Tapi dari pembicaraannya... Terserahlah pusing dia.

"Relvin udah saya daftarin kuliah di luar negeri. Tinggal nunggu tanda tangan dia buat setuju. Kamu tolong bujuk dia, karena ini buat kebaikan dia juga."

Dava kembali menunjuk dirinya sendiri, "Saya yang bujuk?"

"Bukan."

"Terus?"

"Mulut kamu."

"..."

Ya, bener sih. Kan yang buat bujuk sama ngomong itu mulut... Tapi kok...?

"Vin ka–"

"Kamu nggak usah ikut-ikut."

Omongan Dava terpotong.

Pacaran🍭 [Ketos VS Berandalan]Where stories live. Discover now