Kedelapan : (menuju akhir) Perjalanan

21 8 0
                                    

Jumlah kata : 866 kata Dreamlights_

↕️
↕️
✍️

Anzel yang semula optimis akan bisa memulai lembaran baru bersama Thadya, kini seolah menemukan jalan buntu. Gadis itu selalu berdiri diam di posisinya. Ia tak pernah memperlakukan Anzel dengan buruk, juga tidak melakukan penolakan.

Namun, semakin hari Anzel semakin sadar, tak ada yang bisa meluruhkan kerasnya keyakinan Thadya untuk menggantikan posisi Abbreyaz di hatinya.

"Aku sudah berusaha sekian waktu, Dy. Tapi, kamu tetap pada pendirianmu dan tak pernah berubah padaku."

🍃🍃🍃

Tok, tok, tok ....

"Kakak."

Pintu terbuka usai Thea mengetuk, lalu memanggil si empunya kamar.

"Ada apa, Dek?"

"Ngga ada, sih. Anak yutul mau numpang main aja," tukas Thea berkelakar sembari mendudukkan diri di atas tempat tidur.

Thadya yang tengah memilah-milah pakaian pun mengernyitkan dahi. "Mana ada tuyul segede Adek?"

"Iya juga, sih. Mana ada yutul yang seimyut Thea."

Thadya terheran dengan kelakuan absurd sang adik. Namun, tak dapat dipungkiri, kehadiran Theana bisa menghibur hari-harinya yang terasa melelahkan.

"Kakak masih nyimpen itu?" tanya Thea saat mendapati sebuah pasmina berwarna biru langit pemberian Abbreyaz, beberapa tahun silam.

"Masih."

Netra Thea menyusuri tiap sudut kamar Dya. Tak ada satupun benda atau pemberian Iyas yang sudah hengkang dari tempat itu. "Semua yang kakak kasi, masih tersimpan dengan baik," gumam Thea.

"Kamu ngomong apa, Dek?" tanya Dya yang tak jelas dengan ucapan Thea.

"Ah, engga. Cuma liat-liat, kok. Kali aja, ada yang bisa Thea minta, gitu," ujar Thea mengalihkan.

"Oh ... pilih aja, yang Adek mau."

"Ok--" Thea terhenti, lalu menunjuk sebuah kotak yang masih terbungkus. "Itu apa, Kak?"

"Ambil, aja."

Diangkat, lalu dibacanya kartu ucapan bertema bunga yang berada tepat di atas pita pengait kotak tersebut. "Dear, Thadya ... semoga kamu suka dengan pemberianku dan bisa bermanfaat tentunya. A Farshanio ...."

"Dari Mas Anzel?" tanya Thea yang seolah tak percaya, kotak yang baru dibukanya tersebut berisi satu set mukena itu adalah pemberian dari orang yang mengidam-idamkan kakaknya sejak dulu.

Thadya membenarkan. "Iya. Tapi, kakak ngga tau itu apa."

"Kapan ngasihnya?"

"Bulan kemaren."

"What?! Dan Kakak ngga pernah nyentuh itu sama sekali?" tebak Thea.

"Huum, ngga pernah."

"Bener-bener perempuan setia," vonis Thea.
"Beneran boleh buat Thea, nih?"

"Iya, bawa aja. Adek pake juga ngga papa."

"Makasih, Kakak," ucap Thea yang diangguki Dya.

📱📱📱

Ponsel Thadya berkedip, menandakan bahwa benda pintar tersebut mendapatkan pesan. Namun, Dia yang kembali sibuk menata ulang isi almari, masih tak berniat untuk sekadar menengok atau memeriksanya.

Hingga terdengar suara nada dering berbunyi berulang kali, membuatnya tergerak untuk menerima panggilan tersebut. Dya meraih, menggeser warna hijau pada layar, lalu menempelkan pada telinga kanannya. Semua ia lakukan tanpa melihat nama si penelepon.

"Assalamu'alaikum, Nduk," sapa suara dari seberang sana.

"Wa'alaikumussalam," balasnya. Sejenak ia terdiam, mencoba mengingat siapa yang berada di balik telepon (yang terdengar tak asing baginya).

"Lagi apa, Nduk?"

"Sedang--" Dya tersadar seketika dan teringat seseorang yang tengah berbicara dengannya. "Ibuk?!"

Widya, wanita paruh baya itu membenarkan tebakan Dya. "Iya, Nduk."

"Gimana kabar di sana, Buk. Ibuk sehat?"

"Alhamdulillah, sehat. Cah ayu di sana juga sehat, to?"

Berdasarkan intonasi Widya saat ini, tak ada yang berbeda dengan cara wanita itu memperlakukan Thadya. Semua masih sama seperti dulu.

"Alhamdulillah, Dya sehat, Buk."

"Alhamdulillah. Ibuk kangen, Nduk. Kangen masakanmu, jalan-jalan bareng, ngegosipin masmu ...."

"Dya juga kangen, Buk. Kangen semuanya," lirih Dya sembari menyeka air matanya.

Thadya cukup senang bisa berbincang (meski via telepon) dengan wanita yang telah menghantarkan lelaki yang dicintainya ke dunia ini. Ada rasa rindu di antara mereka yang kini tersampaikan.

"Kapan main ke Solo, Nduk?"

"Insyaa Allah, secepatnya. Nanti Dya kabarin, ya, Buk."

"Iya. Ibuk do'akan cah ayu cepat sampai sini?"

"Aamiin. Matur nuwun, Buk."

"Kami tunggu kedatanganmu, Nduk. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh."

Sambungan telepon pun berakhir. Ada yang mengganjal dalam hati Thadya, seolah ada kalimat tersirat yang disampaikan oleh Widya, namun terlewat olehnya.

🚗🚗🚗

Tak pernah terpikirkan oleh Dya, di pagi hari ini, ia beserta keluarganya akan berpergian menuju kota kelahiran Abbreyaz. Semua terkesan serba tiba-tiba.

"Kita liburan mendadak banget, sih, Mam? Mana belum sempet ngasi tau Mahda, lagi," protes Theana.

Patra mencoba mencairkan suasana saat dirasa tak ada yang menggubris putri bungsunya. "Chat 'kan bisa, Dek. Jangan bilang Adek ngga punya pulsa!"

"Ish, Papa. Pulsa Thea always isi, dong. Kakak 'tuh yang ngga punya pulsa."

Dya yang tengah menikmati pemandangan, mengalihkan pandangan pada sang adik. "Kok, kakak jadi dibawa-bawa?"

"Kakak pasti ngga punya pulsa makanya ngga bales pesan Mas Anzel 'kan?!" Thea menunjukkan ponselnya pada Dya.
"Nih, Mas Anzel sampe chat ke Thea, nanyain Kakak mulu."

Liana yang sedari tadi, diam. Kini bersura, "Kakak ngga kasi tau Anzel?"

Dya menggeleng cuek. Baginya tak ada keharusan untuk memberi tahu temannya tentang kegiatannya.

Thea yang tau tabiat sang kakak pun memutuskan, "Biar Thea aja, yang ngasi tau."

"Makasih," jawab Dya.

"Pap, nanti kita ke mana aja?" tanya Thea lagi.

"Sampai di sana Adek pasti tau, kok," jelas Patra sekenanya.

Baik Patra maupun Liana, tak memberitahukan alasan kepergian mereka kepada Thadya. Widya 'lah yang meminta untuk merahasiakannya. Sebenarnya, sebelum menelepon Dya, Widya lebih dulu berbicara dengan Patra dan sang istri untuk menyampaikan maksud dan tujuannya.

"Apa sudah membaik, Mbak?" tanya Liana. Ia tak ingin ada yang tersakiti disini, terlebih lagi putrinya.

"Sudah. Ini saatnya kita memberitahukan yang sebenarnya. Tolong bawa putri kalian ke sini," pinta Widya dengan sungguh-sungguh.

.
.
.
18.01.2022 — 18:16

In MomentoWhere stories live. Discover now