Pertama : (tak) Hangat

42 12 4
                                    

Jumlah kata : 626 kata Dreamlights_

Ting, ting ... ting ....

Ponsel yang sedari tadi tergeletak dengan anggun di atas nakas, terus saja memunculkan notifikasi pesan yang berasal dari grup keluarga 'Sastro Hutomo'. Sang empunya sendiri justru tengah sibuk mematut diri memilih serta memadupadankan busana dengan hijab yang melindungi mahkotanya.

Terdengar derap langkah mendekat ke arah kamar, seorang gadis pun melongokkan setengah tubuhnya di ambang pintu.

"Kak ... Kakak jadi nemenin mama, 'kan?" Theana kembali meyakinkan keputusan Thadya untuk menemani ibu mereka bertandang ke rumah sang nenek.

"Huum."

"Ngga risih ketemu sama mereka-tuan rumah, keluarga besar sang ibu-Kak?" imbuh Thea.

"Ngga. Biarin aja mereka berasumsi sesuka hati. Toh nyatanya aku tidak seperti itu."

Thea hanya mampu mengembuskan napas mendengar jawaban Dya, perempuan yang selalu dianggap 'tak beruntung' sebab belum bertemu jodoh.

Berbagai 'nasehat' kerap mereka lontarkan kepada perempuan yang masih melajang pada usia 30-an ini. Diantaranya;
"Nikah sana! Betah banget nge-jomlo."
"Udahlah, terima yang mau sama kamu. Gak usah gedein gengsi."
"Move-on, dong! Sepupumu aja anaknya mau dua."

Namun, kalimat-kalimat itu hanya ditanggapi angin lalu oleh Tadya Asmarandhani. Jangan berharap ia akan meratap atau terpukul mendengar hal-hal 'receh' tersebut. Baginya, selama keluarga inti-mama, papa, dan adiknya-baik-baik saja alias tidak terganggu, maka ia (juga) akan baik-baik saja.

"Sudah ready. Turun yuk, Kak!" ajak Thea setelah memastikan dandan sang kakak.

Liana Notowirjo, menyapa kedua putrinya yang tengah menuruni anak tangga. "Kakak sudah siap? Lho, Adek ngga ikut?"

Thea menggeleng cepat. "Males, Mam. Lagipula dari pada Thea darah tinggi di sana, mendingan ngga nongol sekalian."

"Ya sudah. Mama sama Kakak berangkat dulu ya, Dek," ucap Liana seraya beranjak meninggalkan ruang tamu.

Tepat saat Dya akan memasuki mobil, Thea menahan lengan sang kakak. "Nanti kalau mereka nge-bully Kakak, Kakak jangan diem aja. Lawan dengan dengan kekuatan penuh."

Sontak Dya tertawa mendengar wejangan Thea. Adiknya itu selalu ingin menjadi perisai saat keluarga besar mereka mulai menyinggung status Dya. "Iya, Sayangku. Kakak berangkat dulu, oke. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, ya."

🚗🚗🚗🚗🚗🚗🚗

Sesampainya di kediaman sang nenek, Dya lebih memilih untuk selalu mengekori Liana. Beberapa sepupu juga hanya menyapa sekadarnya saja sebagai formalitas belaka. Mereka tahu, tak ada gunanya berbasa-basi dengan Thadya yang berubah (lebih) pendiam belakangan ini.

"Ngga bawa gandengan, Dy? Mau sampe kapan ngintilin mamamu terus?" tegur Uti Hutomo.

Dya yang semula ingin memasang tampang ceria saat mencium tangan neneknya, kini menjadi datar seketika. Ia tak menjawab atau menimpali omongan-omongan yang mulai memanaskan telinga. Sekali lagi, Thadya memilih untuk diam namun bersikap sopan.

"Pantesan belum nikah, wong anakmu mirip es balok gitu, Na. Mana ada yang tahan ngadepin perempuan judes, anyep, yang ngga ada mesem-mesemnya," cecar Bude Rahmi pada ibunda Thadya.

Liana yang baru kembali dari mengambil makanan, sontak tak terima putrinya menjadi bahan olok-olokan keluarga pun berusaha membela, "Maksud Mbak apa ya? Jangan ngomong seenak-"

Tadya paham benar dengan emosi sang ibu yang sudah tersulut, berusaha menghentikan perdebatan. "Mam!" selanya sembari menggelengkan kepala sebagai isyarat.

Suasana yang berubah tak enak, membuat Dya dan mamanya memutuskan untuk berpamitan lebih dulu. Liana merasa bersalah karena tak bisa melindungi putrinya dari nyinyiran saudarinya.

"Maafin Mama ya, Kak," ungkap Liana, sesaat setelah mobil kembali mengaspal.

"Mama ngga salah, kok. Lain kali jangan gitu, Mam. Dya takut Mama drop kalo marah-marah kayak tadi."

Liana membelai kepala sang putri yang tengah duduk bergelayut di sisi kirinya. "Mama ngga terima mereka ngomong macem-macem tentang Kakak. Sementara Mama sama papa ngejagain Kakak penuh kasih sayang."

"Terima kasih, Mam. Karena Mama, papa, sama adek selalu ada untuk Dy," pungkasnya seraya memeluk sang ibu.

Terlebih, rasa nyaman yang diberikan kedua orangtua serta adiknya, adalah kebahagiaan yang patut disyukuri olehnya. Sebab Thadya percaya, bahwa berterimakasih dan menjaga apa yang dimilikinya saat ini, akan mendatangkan kebahagiaan yang lainnya.

.
.
.

10.01.2020 - 20:44

In MomentoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang