+7. bathed on scent

96 16 6
                                    

Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas malam, menandakan kalau aku masih saja tidak bisa tertidur padahal tidak ada konsumsi kafein sama sekali hari ini.

Bunyi detiknya bahkan mengangguku sampai berbolak-balik di atas kasur tidak membantu apapun.

Beberapa kali Nana mengecek apakah aku sudah tertidur dan sebanyak itu pula-lah aku pura-pura pulas di dalam kamar yang lampunya sudah dipadamkan dan satu-satunya cahaya yang aku dapatkan hanyalah dari celah pintu—entah apakah Nana sengaja membiarkannya begitu agar dia bisa mengecekku lagi kapan saja dia mau atau dia lupa untuk menutupnya dengan benar—samar dimana aku masih bisa mendengar suara televisi yang menyiarkan berita malam ini, seperti biasanya.

Masih jam dua belas lewat lima belas menit dan memikirkan tentang apapun yang terlewat di kepalaku tetap saja tidak membantu. Sialan.

Akhirnya, kalah oleh godaan untuk minum air dan membasahi kerongkonganku yang mengering, aku bangun dan berjalan menuju pintu kamarku.

Saat itulah, waktu aku akhirnya mendengar Nana sedang memohon.

"Tuan, tidak, kumohon." Dia berbisik.

Dari suaranya yang terdengar cukup jelas meskipun itu lebih dari sekadar lirihan, aku yakin Nana dan entah-siapa-itu-tuan berbicara di ruang tengah, tepat beberapa langkah saja dari kamarku yang pintunya masih bercelah.

Nana, apakah kau membuat kesepakatan dengan rentenir? Pikiran tentang rentenir tidak bisa menjauh dari kepalaku dan aku tidak juga bisa menyalahkannya begitu saja.

"Tidak, tuan. Kumohon. Dia mempercayakannya kepadaku."

"Ya ampun, tolong pikirkan baik-baik apa yang baru saja kau katakan itu, Renna!"

Tunggu—aku kenal suara ini.

"Kalian yang mengambilnya! Kalian!"

Mana mungkin, sih..

"Tuan, akan aku buat dia tetap di Astoria, di kota ini, tapi bisakah kau biarkan semuanya tetap seperti ini saja?" mohon Nana.

"Lalu apa? Mengajaknya berkencan, berpacaran dan dia mati? Lagi?" tanyanya. "Lalu apa, Renna?"

"Aku—kami, hanya khawatir jika kalian menjadikannya sebagai konings—" Nana berkata seolah saja lawan bicaranya bukan manusia.

"Lalu apa?? Dia menua, aku tetap aku dan meratapi kematiannya begitu saja? Dia selalu salah satu dari kami! Dari kita! Michael yang mengambilnya, mengubahnya dan membuatnya melupakan segalanya. Ya Tuhan, bukankah itu kesenangan kalian?"

"Bukan begitu, Tuan—"sergah Nana.

"Aku Tuanmu! Sebelum aku mengingatkan kembali apa yang harus kau hadapi ketika kau kembali ke Konigsberg dan mereka tahu kau baru saja menyangkal Tuanmu—tolong pahami posisimu pun sedang terancam sekarang, Renna." Ancamnya.

"Tapi, jika kalian mengembalikannya, dia akan menjadi apa?"

"Ya ampun, Renna!"

Aku semakin mendekat ke arah pintu dan mencoba untuk melihat apakah benar orang yang daritadi aku pikirkan itu benar sedang memekik dan sama histerisnya dengan Nana sejak beberapa waktu lalu?

Bisa ku lihat punggungnya yang dibalut jaket jeans berwarna kusam kebesaran dan tingginya yang menjuntai, sama seperti biasanya.

Berbaliklah.. Berbaliklah..

Kalau dia benar berputar beberapa detik lagi, aku akan percaya bahwa aku adalah seorang penyihir.

...dan dia berbalik.

Peter disana, dengan wajah pucatnya yang semakin terlihat memulam di keremangan lampu berumur tua di ruang tamu rumah Nana ini.

Yang tidak bisa ku kendalikan bukanlah aku akan terpekik atau tidak, tapi ketika dia akhirnya menyadari aku menatapnya sedari tadi dan manik birunya itu menelusur dalam ke setiap nadi di tubuh hidupku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The HollowWhere stories live. Discover now