13. Satu Panggilan Lebih Dekat

88 14 2
                                    


"Omong-omong, saya belum pernah lihat kantin perusahaan se-eksklusif ini," Hana memasukkan suapan terakhir ke mulutnya lalu mengedarkan pandangan ke penjuru kantin Natgeo yang seperti co-working space kecil elegan

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Omong-omong, saya belum pernah lihat kantin perusahaan se-eksklusif ini," Hana memasukkan suapan terakhir ke mulutnya lalu mengedarkan pandangan ke penjuru kantin Natgeo yang seperti co-working space kecil elegan.

Tadi saat ditanya mau ke restoran mana, mulut Seungheon berucap ke kantin Natgeo tanpa berpikir dulu, yang langsung disesalinya. Tapi Hana dengan cerianya langsung mengajak Seungheon berdiri dan berbalik ke kantornya yang kepeleset saja langsung sampai.

"Rekan-rekan di kantor saya bilang, kalau kantin Natgeo sudah seperti co-working space dalam restoran bintang 5. Ternyata benar," ucap Hana berseri. "Di sini benar-benar buka 24 jam?"

Seungheon mengangguk. "Karena kebanyakan karyawan sini orang lapangan, pulangnya tidak terprediksi kapan, dan kalau sampai Seoul bisa langsung bikin laporan di kantor biar submit sekalian. Jadilah kantin ini dibuat seperti ruang kerja yang bisa sambil makan."

Hana mengangguk-angguk.

"Setelah jam 9 malam, kantin ini jadi full self-serving. Tadi kita datang jam 9 kurang, jadi masih bisa pesan makan besar."

Hana memiringkan kepalanya. "Mungkin kantor saya harus seperti ini juga," kata Hana, lebih kepada dirinya sendiri.

Seungheon menyeringai. "Memangnya masih ada yang di kantor malam-malam begini?"

Hana dengan mata melebar menunjuk dirinya sendiri dan membuat Seungheon tertawa. Tawanya dihentikan oleh suara telepon yang masuk. "Sebentar, ya."

Seungheon tidak beranjak dari duduknya, jadi Hana melihat sekeliling ruangan lalu menemukan sebuah display cooler berisi berbagai macam minuman. Sementara Seungheon menelepon, Hana berjalan ke tempat cooler dan memilih minuman lalu kembali duduk.

Hana meletakkan sebuah cola di depan Seungheon dan membuka colanya sendiri lalu menyicip sedikit sebelum meminumnya.

"Saya perlu pikir-pikir dulu. Bisa beri saya waktu satu minggu?"

Hana mengecek ponselnya, tidak terasa sudah hampir jam 10.

"Larut begini ditelepon kerjaan?" Hana bertanya setelah Seungheon menutup ponselnya.

"Saya baru saja dapat tawaran ke Gunung Jiri."

"Wah! Selamat, Seungheon-ssi."

"Tapi sepertinya saya akan menundanya."

"Hmm?" Kening Hana berkerut.

"Saya teringat obrolan kita tadi tentang ambisi. Sepertinya saya ingin menamatkan setiap sudut Jeju dulu, baru pindah ke tempat lain. Liputan saya di Jeju sudah cukup tebal untuk dibukukan, jadi sekalian saja."

Hana tersenyum. "Ambisi baru?"

Seungheon ikut tersenyum. "Pemahaman baru."

"Oh, ya. Tadi saya lihat waktu ada telepon masuk. Wallpaper Seungheon-ssi... apa itu terumbu karang?"

Seungheon membuka ponselnya dan menunjukkan layarnya pada Hana. "Ini kiriman teman saya yang kerja di Natgeo Internasional. Terumbu karang di Raja Ampat, Indonesia. Baru-baru ini sedang ada kampanye menyelamatkan terumbu karang di sana, karena banyak aktivitas perusahaan ilegal merusak habitat terumbu karang."

Hana mendekatkan wajahnya ke ponsel Seungheon. "Kecil sekali terumbu karangnya."

"Ini baby coral. Besarnya tidak lebih dari telapak tangan saya. Dia baru dipindahkan dari laboratorium ke habitatnya di laut."

"Lucu sekali~" Hana menatap gemas foto baby coral di ponsel Seungheon.

"Saya belum bisa ke sana. Jadi titip teman buat diambilkan banyak foto untuk saya pilih satu."

Alis Hana naik. "Pilih satu? Buat apa?"

"Adopsi."

Mata Hana melebar dan sudut bibirnya terangkat. "Adopsi?"

Seungheon ikut tersenyum. "Hmm. Adopsi."

"Terumbu karang bisa diadopsi? Bagaimana cara mereka membedakan satu terumbu karang dengan yang lain?"

"Sama saja seperti pohon yang kita adopsi. Ada alat dan penandanya sendiri. Mereka juga akan diperiksa secara berkala untuk tahu pertumbuhannya, walaupun dalam setahun, terumbu karang maksimal hanya bisa tumbuh 2 cm lebih besar."

"Lucu sekali..." Hana bergumam. "Kenapa ke Indonesia? Memang di Korea tidak ada?"

"Iya. Enggak ada."

"Enggak ada?" kening Hana berkerut heran.

"Di Jeju adanya soft coral, mereka tidak signifikan membentuk habitat untuk ekosistem laut. Kalau terumbu karang seperti ini, mereka adalah habitat untuk berbagai makhluk laut dan harus dirawat untuk menjaga kelestarian ekosistem laut. Saya sudah lama tertarik dengan hard coral. Kebetulan temanku lagi liputan di sana, jadi sekalian."

Hana mengangguk-angguk. "Apa ada website yang bisa saya baca?"

"Hana-ssi mau ikut juga? Adopsi."

Hana lagi-lagi mengangguk. "Hmm. Tapi mau baca-baca dulu. Enggak apa-apa, kan?"

"Tentu saja," Seungheon mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Ah, bagaimana saya harus mengirimkan link-nya? Mau di-copy sekarang?"

"Apa ada banyak?"

Seungheon mengangguk. "Ada adopsi lewat NGO ke swasta, ada juga yang lewat pemerintah di sana."

"Kalau banyak, lewat pesan saja kirimnya."

"Ah, oke. Sini saya misscall..."

Akhir malam itu mereka habiskan dengan membicarakan terumbu karang dan pohon adopsi mereka. Setelah enam tahun kenal, akhirnya mereka punya nomor satu sama lain di ponsel masing-masing, yang cuma dipakai buat mengirim link website dan untuk beberapa tahun ke depan, tidak akan ada panggilan atau pesan masuk dan keluar dari satu sama lain.


-|-|-|-|-|-


Hayooo kamu butuh kenal berapa lama buat dapet nomor hp mas crush? Wkwkwk.

Ini lanjutan dari part Hidup Penuh Ambisi. Minggu depan akan balik lagi ke part married-life dan agak panjang huehehe.

Terima kasih udah baca! Ditunggu jejaknya. Have a nice week!

Comfortable With You | Seungheon × HanaOnde histórias criam vida. Descubra agora