2.

2.3K 173 21
                                    

Raffi membelalak tak percaya mendapati sosok wanita yang salah satu ajudannya itu gendong dan bawa kedalam bagian inti rumahnya, lalu direbahkan diatas sofa dengan begitu saja.

"Jelasin ke baba, maksudnya apa!" Ucap Raffi berkacak pinggang dengan napas yang mulai terdengar membara.

"Flo bisa jelasin, baa. Flo-,.. hiks. Hiks."

"Ngapain nangis? Akting? Haa?" Sembur Raffi mengatupkan bibirnya kala siap memaklum anaknya.

"Nilai kamu turun semenjak pacaran sama si dia! Tahun ini kamu bahkan ga bisa ikut banyak olimpiade internasional gara-gara itu, Florenzia!" Lanjutnya menunjuk mendikte tegas pada sang anak. Raffi sangat garang untuk ukuran ayah memarahi anaknya, suaranya kencang, matanya melotot, terlebih Florenzia memang banyak berbuat ulah.

"That is my life! I'm not a robot!"

"Yes, yes you are! You're not a robot! Baba marahin kamu karena kamu terlalu dimabuk cinta, hilang akal, sampe-sampe rela ga belajar." Raffi semakin tersulut emosi. Perubahan anaknya terlalu jauh, anaknya diluar kendali.

Florenzia diam dengan bibir mengatup rapat, matanya semakin tajam saja, giginya bergemelatuk seiring hatinya tak terima itu semua. Ya, Florenzia menyesal akan hal itu, Florenzia sudah meminta maaf, Florenzia hanya tidak ingin diungkit, dirinya sudah berusaha berubah kembali.

"Baba selalu suruh aku belajar, daftarin aku banyak lomba, tapi selalu telat buat nonton! Kalopun ga telat, pasti pamit pulang duluan! Kenapaa? Hiks. Kenapa orang tua aku semuanya sibuk? Haa!" Bentak Florenzia kini tak bisa lagi menahan kesabarannya.

"Eergh! Semuanya egois! Semuanya sibuk! Semuanyaa ga peduli!" Jerit Florenzia menendang meja kecil dengan kuat.

Perdebatan keduanya begitu sengit, sampai keduanya tak sadar sosok perempuan yang tentang diatas sofa itu membuka mulai membuka mata.

Karina meringis dengan darah yang masih mengucur disisi pelipis juga kening. Perlahan kepalanya menyamping, pandangannya tertuju pada pencahayaan terang disana, ada siluet dua manusia, sesekali tangan keduanya berbalas menunjuk satu sama lain.

"Baba sibuk, Florenzia! Baba sibuk cari uang buat kalian!"

"Sibuk? Cari uang? Demi kita?" Cerca Florenzia menekan dadanya dengan kuat.

"Baba sibuk sama perempuan diluar sana! Perempuan yang setiap waktunya bisa berganti-ganti!" Bentak Florenzia melangkah maju melawan penuh keberanian.

"Florenzia!"

'Plak!'

"Aaah!" Teriak Florenzia ambruk. Tubuh mungil itu melangkah limbung lalu ambruk tepat diatas lantai rumah mereka yang begitu mewah ini. Florenzia membeku dengan pipi yang ia tangkup, dirinya merenung bagaikan patung.

"Aahh! Ssst!" Desah Karina terkejut melihat laki-laki bertubuh besar gagah itu memberi gamparan kencang hingga perempuan bertubuh kecil itu ambruk dengan mudah.

"Baba ngerasain gimana susahnya hidup tanpa uang, luntang-lantung dijalanan. So let's don't be naive!" Terang Raffi begitu bergetar dengan kemarahan yang membara, bibirnya membengis menakutkan.

"Hidup butuh uang, minum sekalipun butuh uang! Bahkan setetes tinta di di pulpen pun harus dibeli dengan uang." Raffi semakin menggebu kala mata mereka saling beradu, anaknya harus paham, padahal dirinya selalu berusaha sebisa mungkin untuk hal lainnya.

"Aku butuh kasih sayaaang! Eergh!"

"Eergh! Aku butuh kasih sayaaang!" Jerit Florenzia memukul lantai berkilau ini dengan begitu membabi buta, giginya bergemelatuk. Florenzia butuh kasih sayang, seperti anak-anak remaja lainnya.

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Where stories live. Discover now