20. Mimpi Ketemu Bunda

1.4K 207 5
                                    

Malam pun tiba. Kini Zizi tidur tengkurap tak membawa baju atasan. Zizi menikmati rasa perih akibat lukanya yang kini sedang abangnya olesi salep dan akan membalutnya kembali.

"Bang pelan-pelan napa si sakit tahu." Gerutu Zizi.

Faris berdecak kesal, "Ini udah halus dek asal lo tahu."

"Abang udah ketemu sama om Gavin?" Tanyanya.

Faris berdehem, "Kenapa?"

"Gimana orangnya? Baik kan?" Tanya Zizi lagi.

"Baik, asik." Ya, Faris akui Gavin sangatlah baik kepadanya. Awalnya Faris sedikit takut karena ini adalah pertama kalinya mereka bertemu. Namun nyatanya, Gavin sangatlah baik kepadanya dan katanya ia juga udah menganggap dirinya sebagai keponakannya sendiri. Tentu Faris senang akan hal itu.

Diam-diam Zizi tersenyum. Ia senang semua keluarga dari sang daddy dapat menerima abangnya dengan baik.

"Akhirnya selesai juga." Ucapnya telah membalut luka Zizi. Zizi pun mengubah posisinya yang tadinya tengkurap sekarang duduk.

"Makasih Abang." Faris mengangguk.

Zizi menekan-nekan perutnya yang tiba-tiba terasa nyeri.

"Are you okay?" Tanya Faris kala melihat Zizi tidak beres.

Seketika Zizi menampilkan senyumannya. "Okay," Ucapnya yang tidak mau membuat abangnya khawatir.

"Kalau ada apa-apa panggil gue! Gue ke kamar dulu soalnya gue mau nugas dulu." Zizi mengangguk sembari tersenyum. Lalu Faris mulai melangkah pergi.

Setelah kepergian Faris, Zizi langsung mengubrak abrik nakasnya guna mencari tabung obatnya. Tangannya terus mencengkeram erat perutnya yang terasa melilit sakit. Setelah menemukannya, Zizi langsung menelannya tanpa bantuan air.

Uhukk...uhukk.

"Zizi?!" Pekik Gavin terkejut saat melihat keadaan keponakannya yang tidak baik-baik saja.

Gavin merengkuh tubuh Zizi, "Pelan-pelan nafasnya nak, jangan di cengkeram perutnya." Gavin berusaha menyingkirkan tangan Zizi dari perut.

"Akh...uhukk om—sakit." Gavin mengangguk. Tak lama kemudian, Zizi terlelap mungkin karena reaksi dari obat yang telah Zizi minum.

"Om Gavin? Adek kenapa?" Tanyanya khawatir.

"Zizi udah nggak papa kamu tenang aja ya. Tadi sempat kambuh." Gavin menidurkan Zizi dengan posisi miring, dan menaruh guling tepat di punggungnya. Agar tak melukai luka Zizi. Gavin juga mengusap peluh keringat Zizi dengan tangannya tanpa rasa jijik.

Sedangkan Faris memilih diam. Tadinya ia akan mengecek apakah adeknya udah tidur apa belum. Eh tapi yang ia lihat di luar dugaan. Faris memandang wajah Zizi yang sudah pucat pasi. Kenapa adeknya tak memberi tahu kepadanya jika tubuhnya udah dirasa tidak enak.

"Faris, mending kamu ke kamar tidur, besok sekolah kan? Biar Om aja yang jagain adek kamu." Faris mengangguk lalu beranjak keluar.

Jika kalian bertanya dimana Devrangga dan Kania? Mereka pergi ke rumah orang tua Kania saat mendapat kabar bahwa ibu Kania sakit.

Gavin mengusap rambut Zizi. "Keponakan om pasti kuat ya kan?" Monolognya. Gavin sangat menyayangi Zizi seperti anaknya sendiri. Mempunyai seorang anak adalah impian Gavin. Namun sebelum mempunyai, istrinya telah di panggil oleh sang Maha pencipta. Dan sampai sekarang Gavin belum bisa menerima kehadiran wanita lain.

Tak lama kemudian, mata Gavin ikut tertutup karena rasa kantuknya. Dan berakhir ia tidur sembari memeluk Zizi, sang keponakan.

•~ Elzio Argantara ~•

"Dek, makan dulu napa sih, jangan nonton tv terus deh." Protes Faris yang sedari tadi menyuruh Zizi untuk makan.

"Nanti aja bang, perut gue sakit."

Faris mendekat ke arah ranjang Zizi, lalu ia duduk di tepi ranjang. Dilihatnya wajah Zizi yang semakin hari semakin tirus dan pucat. Dan kini Zizi mamakai bunny buat menutupi kepalanya. Hati Faris merasa tercubit.

"Mau ke rumah sakit?" Tanyanya lembut. Zizi menggelengkan kepalanya bertanda tak mau.

"Daddy sama Mamah kapan pulang bang? Gue kangen mereka."

"Besok mereka pulang. Jangan terlalu mikir, mending sekarang lo istirahat," Titahnya. Lantas Faris membantu Zizi berbaring, setelahnya menyelimuti tubuh Zizi sampai dada.

Zizi menggenggam tangan Faris, "Bang jangan pergi...gue takut sendirian," Lirihnya.

Faris tersenyum, "Iya, gue gak akan pergi kemana-mana." Ia pun ikut membaringkan tubuhnya di samping Zizi, dan menghadap adeknya yang kini juga menghadapnya.

"Gue kamarin mimpi Bunda bang."

"Terus? Bunda bilang apa ke lu?" Penasaran kini menguasai jiwa Faris.

"Katanya...gue harus kuat, nanti di saat yang tepat, Bunda bakal jemput gue."

Degh!

Bertanda apa ini Tuhan? Mengapa Bunda Zizi berbicara seperti itu? Apa itu sebentar lagi adeknya akan pergi? Tidak! Faris belum siap kehilangan. Faris sangat menyayangi Zizi. Dan untuk waktu sekarang—Faris tidak rela untuk melepas Zizi, adeknya. Faris menggeleng, menepis segala fikiran buruknya.

"Gue kangen Bunda, kangen banget." Zizi melanjutkan perkataannya dengan tatapan penuh kerinduan.

"Kalau kangen ya di doain dek. Biar kangennya terobati."

"Abang....ngantuk..."

TBC

Jangan lupa vote dan komen ya 🌺

Kudus, 16 Januari 2022

My EverythingOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz