Prolog

8.5K 431 78
                                    

Damar Mahawira bergeming dengan ekspresi kuyu melihat kerumunan berpakaian putih yang memanjatkan doa dari kejauhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Damar Mahawira bergeming dengan ekspresi kuyu melihat kerumunan berpakaian putih yang memanjatkan doa dari kejauhan. Di antara kerumunan itu ada dua orang yang paling Damar kenal; Nirmala Sari, ibundanya, serta gadis kecil berusia enam tahun yang berada di pelukan Nirmala bernama Anitya Khansa, putrinya Damar.

Gadis itu menangis tersedu-sedu sembari menggumamkan kata, 'mama', kala melihat seonggok daging yang telah dicabut nyawanya tengah dikebumikan.

Nirmala ikut menangis sembari mengusap puncak kepala Anitya, berharap cucunya bisa tenang. Namun, apalah daya. Anak kecil yang belum mengerti apa-apa pun tidak akan mampu menahan puncak emosinya saat melihat sosok yang memberinya kasih, kini harus kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa.

Seharusnya Damar berada di sana untuk menyaksikan langsung ibu kandung Anitya untuk terakhir kalinya, tidak lupa memberikan kekuatan untuk putrinya yang paling kehilangan besar sebab mendiang selalu bersamanya. Sayang, kaki Damar sudah terpaku di tempat dengan netra yang tertuju pada Anitya, bersama wanita berstatus istrinya yang menahannya untuk tidak mendekat.

"Dia ... nangis."

Hanya itu yang mampu Damar katakan saat melihat putrinya tak kunjung berhenti tersedu, meluapkan duka karena tidak akan bisa melihat ibunya lagi untuk selamanya. Sampai akhirnya Nirmala menemukan Damar serta sang istri, melayangkan tatapan kecewa sebab dua orang itu tidak ikut bergabung untuk berkabung.

Dari kejauhan, Damar melihat Nirmala makin mengeratkan pelukannya pada Anitya, mengingatkan Damar bahwa putrinya sedang butuh perlindungan orang tuanya yang masih ada. Sayangnya, Damar tetap di tempat tanpa berniat untuk melangkah, makin membuat Nirmala menyalahkan putranya yang secara tidak langsung telah menyia-nyiakan putrinya.

"Mas, baiknya kita pulang aja. Toh, kamu udah lihat pemakaman," ucap Kayla Basagita, sang istri, sembari menggenggam tangan Damar yang dingin.

Seandainya dia punya empati, minimal untuk sang putri, Damar akan menyusul kerumunan untuk ikut berkabung. Seandainya dia memiliki akal sehat, seharusnya Damar melindungi putrinya yang butuh dia sebagai sang ayah. Sayang, dua hal itu tidak dia miliki dan malah memihak Kayla yang sudah ingin pergi.

Damar mengangguk, membalas genggaman tangan itu, lalu berbalik bersama Kayla untuk pergi tanpa pernah berbalik melihat keadaan di sana untuk terakhir kali. Nirmala menyaksikan kepergian mereka dengan penuh sesak, kecewa pada Damar yang membiarkan putrinya berduka sendirian.

Saat pemakaman masih berjalan, Nirmala mengecup puncak kepala cucunya dan berkata, "Tya, sekarang tinggalnya sama Nenek, ya. Biar Nenek yang jaga Tya."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Home  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang