17. Syafiya's Super Daddy

Začať od začiatku
                                    

"Bagaimana kalau mereka marah dan mencariku? Sedangkan aku adalah tulang punggung mereka Ma," ujar Rayna.

"Mereka masih mampu bekerja sayang. Mama nggak mau anak Mama dijadikan mesin uang oleh mereka."

Ucapan Mama banyak benarnya, tak dapat dipungkiri semenjak kematian Mama dan Papanya, Rayna tinggal bersama Om dan Tante yang tak lain adalah saudara dari Papanya. Sebulan dua bulan setelahnya masih baik-baik saja, namun setelah itu semuanya berubah. Rayna yang sejak kecil terbiasa hidup nyaman tanpa perlu berpikir untuk memasak, mencuci, dan membersihkan rumah, tiba-tiba disuruh melakukan itu semua ditengah kesibukannya sebagai Dokter Obgyn. Tak hanya itu, mereka juga memeras uang yang Rayna punya. Sebenarnya ia sudah muak, namun entah mengapa ada rasa iba jika ia harus pergi meninggalkan Om dan Tantenya. Ah, mengapa Rayna harus iba pada mereka yang sudah memperlakukannya tidak baik?

"Sayang, hanya itu pesan Mama. Pergilah dengan pilihan terbaikmu." Mama tersenyum dan membelai pipi Rayna. "Mama pamit ya, semoga Tuhan memberkatimu." Mama berdiri dan mulai beranjak meninggalkan Rayna.

"Mama, Ma jangan pergi dulu," teriak Rayna hendak mengejar Mamanya. Sementara sang Mama semakin menjauh sembari melambaikan tangannya.

"Mama, Mama tunggu."

"Dok, Dokter Bella? Dokter tidak apa-apa?"

Rayna mengerjap-ngerjapkan matanya saat ia merasakan seseorang menepuk pundaknya. Cahaya dari lampu sangat silau ketika matanya mulai terbuka. Rayna mengucek-ngucek matanya sembari berusaha mengumpulkan kesadaran. Setelah sepenuhnya sadar...

"Mama, Mama saya mana Michelle? Mama saya mana?" Rayna refleks berdiri sembari mencari-cari sang Mama.

Sementara  Michelle mengernyitkan dahinya bingung. Apa yang terjadi dengan seniornya ini? "Maaf Dok, disini tidak ada siapa-siapa selain kita. Dan Dokter baru saja terbangun," jawab Michelle.

Rayna membelalakkan matanya, kemudian ia menutup wajah dengan kedua tangan. "Ya Tuhan." Rayna membuka matanya lagi. "Maaf saya baru saja bermimpi." Michelle mengangguk-angguk.

"Maaf Dok, bayi Syafiya terus menangis sedari tadi. Saya sudah mencoba memberinya susu formula, tapi tetap saja dia menangis," ujar Michelle.

"Ya Tuhan Syafiya. Saya segera kesana." Rayna buru-buru beranjak untuk melihat kondisi Syafiya.

Sesampainya disana ternyata benar, Syafiya sedang menangis. Rayna buru-buru menggendongnya, namun tetap saja bayi perempuan itu tak berhenti menangis, hanya agak lebih berkurang sedikit.

"Cup..cup..cup..Syafiya sayang jangan nangis ya nak." Rayna mencoba memberinya susu formula, namun Syafiya malah gumoh. Setelah itu Rayna buru-buru membersihkan dan mengganti baju Syafiya. "Michelle, jam berapa ini? tanya Rayna.

"Masih jam satu Dok," jawab Michelle.

"Masih dini hari. Apa pantas aku menelpon Rayyan?" Rayna sudah memegang handphonenya, namun ia masih ragu untuk menghubungi Rayyan.

Owek..owek..owek..

"Cup..cup..cup..Syafiya kangen Ayah ya nak?"

Owek..owek..

"Rayyan, ya aku harus menghubungi Rayyan." Rayna membulatkan tekadnya. Tangis Syafiya semakin pecah saat ia menyebut kata Ayah. Rayna yakin satu-satunya orang yang bisa membuat Syafiya tenang adalah Rayyan. Buktinya tadi siang saat diambil alih Rayyan, bayi perempuan itu langsung diam.

Rayyan Adzhani💔

"Halo, ini siapa?"

Perfect Captain Where stories live. Discover now