[ 1 ]

46 14 5
                                    

Tangan pemuda itu, mendorong bahu pemuda berambut blonde dihadapannya. Membiarkan tubuhnya terhuyung ke belakang. Tidak cukup kuat, namun mampu menimbulkan sedikit reflek dari kedua tatapan para insan muda yang saling berhadapan ini.

Pemuda berambut blonde bernama Haechan yang merasa tak menerima perlakuan rekan, sekaligus sahabatnya itu. Haechan memalingkan tatapan sejenak, dengan sorot mata dingin nan tajam. Haechan pun membiarkan.

Melihat pemuda berambut hitam di hadapannya, kemudian menaruh tetap atensi dengan wajah datar terlihat gurat lelah nan letih di wajah itu. Jika dia tidak ada dalam rekam memori bersamanya, dari sejak trainee hingga sekarang ini, mungkin-kepalan tangan yang sejak tadi terkepal, sudah memberi tanda pada wajahnya yang terlampau imut.

Haechan meringis, dalam pikiran nya bagaimana bisa ia balas membenci;dirinya, sahabatnya hanya berlaku sebagaimana melihat orang terdekat nya tak fokus dalam tujuan. Apalagi menyangkut masa depan dan rekan yang lain.

"Kau ini kenapa?" pemuda berambut hitam berseru.

Wajahnya sudah berekspresi menjadi khawatir, terlampau terlalu lama untuk bersikap tak sesuai hatinya. Selama tiga hari ini Mark-membiarkan Haechan memikirkan pilihan nya. Mark tidak tahan harus berselisih hal seperti ini. Apapun masalahnya, jika menyangkut hati dan perasaan-itu akan selalu menyakiti mu, apapun pilihannya. Akan ada rasa sakit terselip untuk mengingat.

"Ya!- Apa kau leader nya? Berhenti mengoreksi ku melampaui batas. Dengar-"Haechan mendekat pada Mark. Mendekat, lebih dekat lagi -mencondongkan kepalanya, berbisik pada Mark,"Jangan menyangkut pautkan hal yang tak kau urusi!"final Haechan ke posisi semula. Masih menghadap Mark, sambil memasukan kedua tangan ke saku celananya, melangkah mundur pelan-pelan.

Mark mendecak, merasa lucu. Melihat Haechan yang kini membuatnya, teringat tiga hari yang lalu. Serasa baru saja kemarin wajah itu tertawa dengan aksi gilanya. Kini-sudah berbeda.

Karena, beberapa member ada yang berusaha tidak peduli, duduk dengan tenang. Ada pula terdiam menyimak. Sebab, keduanya tidak akan saling menyakiti fisik hingga meninggalkan bekas. Keduanya punya batasan.

Ini bukan sekedar salah gerakan yang berakhir teguran dan kembali bercengkrama indah setelahnya. Tetapi, ada masalah lain yang tak tahu keduanya harus bagaimana. Ini bukan masalah, ini hanya bagaimana Haechan yang tumbuh sebagaimana pemuda beranjak dewasa melalui beberapa fase.

Semua orang mengalaminya.
Begitupun, Mark.

Tak ada yang mencoba menghakimi. Haechan pun tahu.

Namun, kini apa yang terjadi cukupkah untuk mereka renungkan masing-masing. Hidup dengan jalan menjadi seorang idol tidak semudah berjalan saja.

Karena, kemanapun mereka pergi hati mereka merasakan nya. Tidak semua orang langsung merasa kuat untuk bertahan, dari rasa depresi atau pun perasaan rumit lainya contoh, ... Cinta.

Kali ini, kata itu menjadi cobaan bagi seorang idol seperti mereka. Haechan tidak semunafik itu untuk selalu berucap manis layaknya manusia terpolos dihadapan para fans.

Mungkin sebagian tahu. Namun, mereka tetap pada pilihan bodoh yang mereka sadari. Tidak ada yang perlu disalahkan jika mereka merasa sakit hati. Karena, Haechan pun mengalami nya. Bukan karena cintanya pada orang itu, tapi, rasa cintanya pada mereka akan terasa sia-sia.

Dan itu-di luar kendali Haechan sendiri.

Ia hanya perlu memilih satu fokus pada satu tujuan di depanya.

Karena, pada setiap hal akan ada jalannya masing-masing. Hanya saja, beda waktu untuk berjalan.

"Kita istirahat dulu sepuluh menit, lekas itu semua harus sudah siap dengan posisi masing-masing,"ucap pelatih.

all about timming Where stories live. Discover now