Seokjin memajukan bibirnya kesal, "Sudah kubilang aku bisa makan sendiri!" tapi tangan yang menodongkan sendok tetap tidak turun. "Buka mulutmu."

"Tapi rasanya membosankan."

Entah darimana Taehyung sudah mengulurkan sebungkus gummy favoritnya. Mengalah saja sudah.

– – –

Taehyung masih memandang wajah terlelap itu sendu. "Kapan? Kapan dia bangun?"

Dokter pribadinya membereskan peralatannya sambil tetap mendengarkan.

"Padahal aku sudah menyiapkan apa yang dia suka."

"Tapi kenapa?" lanjut racauannya tak berhenti.

Taehyung menutup matanya dengan kedua tangan. "Kap–

Plak

"Berisik, aku sudah bangun."

Taehyung menyentuh pipinya yang terkena tamparan lemah dengan senang. "Cheonsaaa–"

"Maaf."

Taehyung berhenti mengulurkan lengannya.

"Maaf membuat kalian khawatir, maaf membuat kalian harus bersusah payah...

Maaf, membuat mu menangis."

– – –

Apa seharusnya dia tidak usah meminta maaf dengan dramatis kemarin? Setelah dia berkata begitu, Taehyung jadi memaksa akan memaafkannya bila dia membiarkan Taehyung memanjakannya.

Yasudahlah, semenjak hari itu setidaknya hubungan mereka berdua membaik. Ia juga ingat, ingat masa kecilnya dengan jelas entah karena apa. Yang jelas saat dia memberitahu pria dihadapannya itu membuat sikapnya semakin menjadi.

"Setelah orang memberimu sesuatu yang kau suka kau harusnya bilang...?"

Seokjin cemberut, dia tahu lanjutannya tentu saja. "Gomawo,

Oppa."

Lihat, kan. Senyum kotak bodohnya keluar lagi. Tapi Seokjin menyukainya jadi biarkan saja.









"Setelah ini jangan menggoda para maid lagi."

"Ne."

Bang It!

Setahun kemudian.

Dor!

"Astaga, baby. Kenapa belakangan ini kau semakin kejam?"

Taehyung memelas di tempatnya berdiri. Sekarang setelah tepat 2 bulan mereka menikah, tiba-tiba saja Seokjin ingin latihan menembak tetapi dengan Papan di atas kepala Taehyung sebagai sasarannya. Terkadang dia juga meminta hal yang aneh seperti, makan jelly dengan jjajangmyeon, ingin merusak dinding bata, dan masih banyak lagi. Bukannya dia takut menjadi bahan percobaan, tapi sikap istri–suaminya menjadi semakin aneh. Dia heran tapi setiap ditanya, yang ditanya hanya menjawab, "Ingin saja."

Yeonjun sudah menyarankan untuk membawa Seokjin ke psikiater, tapi ia rasa bukan itu masalahnya. Jadi hari ini dia membawa dokter pribadinya, Heeseung.

Seokjin menatap datar dokter dihadapannya. "K-kenapa sayang?" Taehyung menyadari Seokjin akan bersikap aneh kembali.

"Aku ingin menarik rambutnya."

Tangan Heeseung otomatis menyentuh rambutnya sendiri. "Tapi kenapa?"

"Tidak tah– huw

Belum sempat dia menjawab, dia berlari kencang menuju wastafel kamar mandi. Taehyung ikut berlari dengan sigap mengurut tengkuk lehernya, tapi Seokjin segera kembali ke hadapan sang dokter. "Boleh aku tarik rambutmu?"

"Masih?!"

Heeseung menghela napas, sepertinya dia tahu tanpa memeriksa. "Boleh, tapi jangan tarik terlalu ker–ASS AAAAKH!"

Terlambat, sekarang pasti kulit rambutnya memerah terang sekarang.

"Hyung. Mulai sekarang tolong bersabar." Heeseung berucap ke arah Taehyung setelah memeriksa dengan lebih teliti pada Seokjin. Mengusap kepalanya sendiri, sial sakitnya masih terasa.

Wajah Taehyung yang sedari tadi tegang berusaha bersikap tenang. "Bersabar apa? Kenapa?" tapi nadanya tetap panik.

"Sepertinya anak pertamamu sangat kejam. Sebelum lahir saja dia sudah berani menarik keras rambutku. Selamat hyung, semoga panjang umur dirimu." Heeseung memerhatikan raut Taehyung yang memproses kata-katanya, lama juga dia berpikir.

Suara pukulan keras menyambar punggung Taehyung membuat pria itu tersadar, secepat kilat dia memeluk Seokjin yang agak sebal dengan kelambatan berpikir Taehyung. Tapi dia ikut terharu, agak tidak menyangka memang. Dia yang selama ini selalu menggoda wanita disana-sini akan berakhir membawa nyawa baru dalam dirinya dengan yah suami yang ekhem – tampan – ekhem tapi masih lebih tampan dirinya. Tidak mau mengakui secara langsung.

"Iya, iya, selamat menjadi ayah yang baik ya."

"Tentu, tentu saja." Taehyung berujar tersedu. Heeseung pamit undur diri dengan diam.

Tiba-tiba Seokjin teringat. "Aku jadi ingin sate kelinci."

"Say–"

"Kau tangkap sendiri kelincinya."

Menghela napas pasrah, tapi senyum tetap mengembang. "Kau minta aku buat pulau pun 'kan kuturuti."






"Setelah makan mau main petasan?"

"Ide bagus."

Bang It! • TaeJinOnde histórias criam vida. Descubra agora