"Berhentilah bicara begitu, Shuya Lee!" ujar Jaemin menyibak selimut Shuya dan membuat gadis itu menatapnya. "Kamu selalu meracau mau mati, mau jadi penjahat, dan sekarang mau masuk penjara? Kamu masih hidup! Kamu harus jalanin hidupmu!"

Shuya menepis tangan Jaemin yang mencengkram kedua bahunya dan memandang anak laki-laki itu dengan kesal. "Kamu nggak tau rasanya."

"Makanya karena aku nggak tau, kamu harus berbagi denganku!" balas Jaemin kesal sambil menyibakkan poninya. "Kita udah bareng-bareng dari awal masuk kuliah, bolos bareng, ngerjain tugas bareng, kerja bareng, bahkan kita juga nyontek bareng!"

"Kamu yang nyontek ke aku, kita nggak nyontek bareng."

"Ya pokoknya sama aja! Jadi, kalo kamu nggak punya alasan buat lanjutin hidupmu, masih ada aku!"

"Apanya yang masih ada kamu?"

"Kita kan teman!"

"Bahkan temanmu sudah susah payah mengajakmu bicara pun, kamu masih nggak mau hidup yah?"

Jaemin menengok dan mendapati seorang pria tengah bersandar di pintu kamar Shuya.

"Paman siapa?" tanya Jaemin.

"Aku Moon Junhwi, aku...." Jun menimbang-nimbang kata apa yang pantas untuk mendeskripsikan dirinya serta hubungannya dengan Shuya, "....kenalannya Moeun-sshi."

Nam Moeun adalah nama Ibu Hana, mendengar hal itu Jaemin jadi sedikit menurunkan kewaspadaannya pada Jun karena anak laki-laki itu baru bertemu Jun pertama kali.

"Moeun-sshi sering bercerita soal Shuya, jadi aku agak khawatir kalau ini akan membuatnya terpukul. Aku datang berkala untuk mengeceknya."

Jun memang melakukannya, walau sebenarnya dia tak masuk dan hanya memperhatikan dari luar. Kali ini, dia masuk karena melihat sepeda asing di depan gerbang rumah dan takut terjadi sesuatu pada Shuya.

"Hei, kamu mau tubuhku?" tanya Shuya dan langsung dijitak oleh Jaemin.

"Mulutmu!" desis Jaemin kemudian menatap Jun sambil tersenyum canggung, "maaf yah, Paman. Shuya lagi nggak stabil."

"Gapapa, aku paham kok. Aku kesini untuk membawanya."

"Membawanya?" tanya Jaemin tak mengerti, sementara Shuya menatap Jun dengan tatapan mata yang kosong.

"Aku dengar dia ahli dalam komputer, jadi aku ingin dia bekerja untuk perusahaan tempatku bekerja. Tenang saja, perusahaannya terdaftar, kamu pasti tau Hayton Electro kan?"

"Ah, perusahaan elektronik itu yah?"

"Benar. Aku berusaha untuk membujuknya, tapi sepertinya sulit," ujar Jun memberikan kartu nama palsunya yang diperkenalkan sebagai direktur di Hayton Electro. "Ini kartu namaku."

"Ah iya," Jaemin menerima kartu nama tersebut dan mendekati Shuya. "Hei, kamu terima saja tawarannya hm? Sibukkan dirimu dengan bekerja dan kuliah, kamu bisa keluar dari pekerjaan paruh waktumu juga. Pokoknya kamu nggak boleh diam seperti ini terus."

Shuya hanya diam tak menjawab. Sejujurnya, dia pun ingin melakukan sesuatu untuk melupakan semuanya, tapi rasanya sulit sekali. Rasanya dia terus sedih setiap kali matanya menerawang jauh melihat seluruh sudut rumah ini.

"Aku nggak mau tinggal disini," ujar Shuya. "Aku nggak mau disini."

Jun diam sambil menatap Shuya. Pria itu jelas tahu bahwa gadis dihadapannya itu tengah merajuk untuk dibawa pergi dari rumah ini, tepatnya membawanya pergi dari kenangan di dalam rumah ini.

Hidup di dunia yang penuh bahaya dan menjadi bagian dari dunia itu, membuat Jun memahami bahwa kenangan adalah racun paling menyakitkan dan mematikan untuk setiap orang.

Dracula | Wen Junhui [NEW VERSION]Место, где живут истории. Откройте их для себя