Vienna and The Stories

30.3K 872 61
                                    

Vienna's air doesn't suit me. I'm suffocating. My lungs isn't strong enough. It's never be.

~oOo~

Aku memijit kepalaku yang secara tiba-tiba di serang migrain. Siapa maniak yang sudah menciptakan alat-alat aneh begini? Borgol? Itu terdengar cukup menyeramkan. Tapi kalau penampakan borgol itu di hiasi dengan bulu-bulu –entah itu di sebut bulu atau apa- berwarna merah, aku bersumpah kalau benda bernama borgol itu sudah kehilangan keangkerannya. Ayolah, ada yang tertarik untuk membayangkan narapidana kasus pembunuhan berantai berikut mutilasi memakai borgol dengan bulu-bulu merah begitu? Tertarik? Mati sajalah!

“Borgolnya unyu…,”

Aku melengos malas mendengar diksi unyu itu meluncur keluar dari mulut otak amoeba ini. Sudah berapa benda yang dia sebut unyu sejak kami masuk ke kamar ini tadi? Sebenarnya apa definisi unyu ha? Cambuk dengan pegangan empuk dan ujung berbola-bola merah itu dia bilang unyu. Tambang merah dengan aksen pita, yang juga warna merah, itu juga di bilangnya unyu. Syal merah yang tergantung di kepala tempat tidur juga masuk dalam kategori unyu. Dan apa itu? Sejak kapan tongkat pemukul baseball jadi di lapisi busa begitu? Dia mau bilang unyu juga? Iya? Begitu?! Sumpah aku frustasi.

“Kenapa warnanya merah semua ya…,” Mello, si otak amoeba ini akhirnya menyadari kalau sejak tadi warna merah mencolok ini meyakiti mataku. Sekali otak amoeba, tetap saja otak amoeba. Bukannya Tante-ku yang delusional itu sudah bilang kalau dia sudah menyulap kamar satu-satunya di lodge ini menjadi Red Room of Pain? Nama yang bagus sekali. Pantas. Sangat cocok. Red? Tidak di ragukan. Semua bernuansa merah dan sedikit sentuhan silver. Pain? Sukses. Mataku sudah cukup sakit melihat warna merah dan segala macam properti menggelikan yang ada di kamar ini. Painful enough. Kenapa tidak sekalian saja Tante Anne menyediakan samurai supaya bisa kugunakan untuk memberi rasa sakit pada Mello yang masih saja melongo takjub melihat desain kamar yang membuatku speechless. Kehabisan kata-kata karena hanya tersisa umpatan yang bisa kulontarkan.

“Roo,” Mello menyodok pinggangku dengan ujung cambuk menjijikkan berwarna merah. Mulai detik ini, aku benci semua yang berwarna merah. Catat itu.

“Apa? Kau mau apa? Kalau kau berfantasi tentang aku yang menggunakan alat-alat tolol itu untuk bercinta denganmu, maka…MIMPI saja kau,” sergahku geram.

“Ish! Siluman kanguru menyebalkan. Enggak bisa gitu ya omongannya di sensor. Di kasih rating kek, apa kek,” dia membanting bokong ratanya itu ke tempat tidur. Lalu berbaring.

Dia berbaring dengan tenang, sementara aku gusar melihat kamar yang biasanya berwarna soft peach ini jadi porak poranda hanya karena imajinasi menjijikkan Tante Anne dan koleksi novel milik Tante Tami. Dosa apa aku di masa lalu sampai-sampai harus hidup dengan wanita-wanita berkepribadian absurd dan berdaya khayal tinggi? Oh, di tambah si diktator tua itu, Oma, dan juga si otak amoeba, Mello. Lengkap sudah penderitaanku. Dan ini semua karena Fabio. Good boy! Dia tidak membalas pesanku sama sekali.

“Kemarikan notebook-ku,” aku menunjuk notebook yang tergeletak di dekat Mello. Dengan bersungut-sungut dia mengoper benda berwarna silver itu padaku.

“Mau ngapain?” tanyanya penasaran ketika dengan sigap aku menghidupkan benda itu setelah mengetik e-mail dengan kecepatan super dan kukirimkan pada Fabio agar dimanapun dia berada, dia mengaktifkan skype-nya.

“Menghubungi Fabio Zaky Hoetama. Semakin lama dia nyusul kemari maka hidupmu bakal makin menderita. Berdoa saja malaikat penolongmu itu sudi segera datang sebelum kau aku benamkan ke Sungai Donau hidup-hidup,”

“Sekarang kan musim dingin, Roo. Aku bisa mati kalau terbenam di sungai. Gilak ya kamu… Dasar yah, cakep-cakep psycho,” gerutunya, “Eh, cakep? Enggak cakep-cakep amat sih ah. Biasa aja. Eh, tapi emang cakep sih…kalau lagi baek. Kalo udah kerasukan siluman kanguru ya jadi begini ini. Nyebelin…” Mello sibuk dengan pemikirannya yang random. Dan bodohnya, dia menyuarakan itu tanpa sadar. Astaga…dimana otaknya tercecer?

Caramello Kiss-OWhere stories live. Discover now