13 : Saat Tekhnologi Datang

10 0 0
                                    

“HALOOOO …” Suara pak Shaleh terdengar kencang sampai kemana-mana, tangan kirinya memegang sebuah benda yang ditempelkan ke telinganya.

“HALO .... IYA DISINI SINYAL-NYA MASIH KECIL.” Pak Shaleh bersungut-sungut mencari lokasi yang lebih tinggi. Mengguncang-guncang benda yang dipegangnya itu.

Warga desa yang penasaran banyak melirik ke arah pak Shaleh. Pak Shaleh memang termasuk salah satu orang yang paling kaya di desa kami. Jadi hal yang wajar jika pak Shaleh mempunyai benda-benda yang belum dimiliki oleh warga desa lain.

Lebaran sudah lewat beberapa bulan kemudian, kami sudah beraktifitas seperti biasa, sudah sekolah seperti biasanya.

Banyak orang yang kagum dengan benda yang dipegang pak Shaleh itu. Kagum karena benda itu dapat membuat kita berbicara dari jarak jauh. Tapi banyak juga orang yang benci dengan pak Shaleh. Entah itu benci karena Pak Shaleh terlalu pamer atau mungkin juga benci karena iri.

Dulu memang pernah ada benda yang dapat membuat kita bisa berbicara dengan orang yang berjarak jauh. Kebanyakan dari orang bilang benda itu bernama Kontek (Entah bahasa umumnya apa aku tidak tahu). Sebuah kotak yang cukup besar yang ajaib sekali.

Pernah juga aku menonton di salah satu acara di TV. Tapi bedanya benda itu mempunyai gagang, tombol yang besar, dan kabal. Dan juga hanya ditempatkan di rumah masing-masing. Untuk benda yang satu ini aku ingat namanya, namanya adalah TELEPHONE. Di desa kami, sekaya apapun dia, tidak ada yang menggunakan Telephone di rumahnya. Karena alasan jaringan mungkin.

Tapi lihatlah kesini, ada sebuah benda yang lebih canggih lagi yang sedang dipakai oleh pak Shaleh. Itu benda yang luar biasa. Tentu saja semua orang ingin memilikinya. Karena dengan benda itu, kau dapat berbicara langsung dengan teman ataupun sanak saudara yang berada jauh diseberang sana, tidak usah repot-repot lagi menulis surat yang panjang, yang berbulan-bulan baru bisa sampai ke tempat tujuan. Dengan benda ini satu detik kita berbicara, satu detik itu juga suara langsung sampai ke tempat tujuan.

Warga desa heran, kenapa pak Shaleh mengguncang-guncang benda itu. Akupun ikut bingung. Menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Oii biar benda itu dapat mengeluarkan suaranya dengan halus..” Seorang pemuda tanggung menjelaskan. Sudah seperti tahu betul cara kerja benda itu.

Macam orang bodoh saja warga yang heran sekaligus penasaran melihat benda itu. Seperti kata orang kota “DASAR KAMPUNGAN, TOLOL.” Terkadang aku sedikit risih dengan perkataan orang kota yang bilang kalau orang kampung itu bodoh. Oii orang kampung dan orang kota itu sama saja. Tidak ada perbedaan. Kami bukannya bodoh, kami hanya penasaran dengan benda yang kami lihat. Yang membedakan orang kota dan orang desa adalah karena orang kota fasilitasnya lebih lengkap, berbeda dengan kami orang desa yang mempunyai fasilitas seadanya. Coba kalau di desa fasilitas pendidikan sama dengan di kota. Bisa jadi orang kota mampu dikalahkan oleh orang desa dalam hal kecerdasannya.

“Nama benda itu apa pak Shaleh?” Anak kecil perempuan bertanya. Menunjuk benda yang dipegang pak salah itu. Saat pak Shaleh turun dari tangga dan selesai berbicara melalui benda itu.

“Oh ini namanya HANDPHONE adek, sama seperti TELEPHONE tapi ini lebih canggih dan dapat dibawa kemana-mana.” Pak Shaleh dengan bangga menjelaskan. Nyengir. Lupa kalau ia habis makan dan belum gosok gigi, terlihat cabe merah yang menempel di giginya.

“Oh begitu.” Anak kecil itu mengangguk. Menahan tawa melihat gigi pak Shaleh. Lantas berbalik badan. Lari. Memberi informasi kepada orang-orang yang menyuruhnya bertanya.

***

Sebulan kemudian, sudah ada beberapa orang yang menggunakan handphone. HANDPHONE saat itu masih berwarna hitam-putih. Gustin dan Delta yang termasuk orang kaya dalam kelompok kami juga sudah menggunakan HANDPHONE. Kata pak shaleh disingkat dengan sebutan “HP”.

Aku sudah dimaafkan oleh Gustin dan yang lainnya. Setelah pulang sekolah aku memberanikan diri untuk meminta maaf dengan mereka, awalnya mereka tidak mau memaafkan aku. Keesokan harinya disekolah baru mereka mulai menyapa aku, memaafkan. Kata Putra, teman yang baik akan selalu memaafkan kesalahan temannya, karena seorang teman pasti pernah melakukan kesalahan.

Gustin dengan bangga memperlihatkannya dengan kami, Delta juga tidak mau kalah ingin memberi tahu bahwa ia juga punya HP seperti itu. Kami (Aku, Putra, Alex) Ternganga. Terkagum-kagum melihat benda ajaib yang dapat membuat kita berbicara dari jarak jauh itu.

Angin sepoi-sepoi menyegarkan tubuh saat kondisi panas seperti ini, Ketika kami duduk di bawah pohon ketapan di tengah lapangan sekolah. Satu-dua helai daun jatuh disekitar kami, seperti hendak mengintip benda ajaib yang bernama HP itu. Gustin dengan sok tahunya bilang bahwa benda itu memang disebut HP, tapi juga mempunyai mereknya masing-masing. Seperti Nokia, sony dan yang lainnya.

“Memang apa bedanya..?” Alex bingung.

“Bedalah oii, satunya berawalan N dan satunya berawalan S.” Aku tertawa. Menjawab kebingungan Alex dengan asal.

Delta pun menjelaskan bahwa fungsi HP ini bukan hanya untuk mengobrol, tapi juga dapat mengirim pesan secara langsung. Dan lagi disini kita dapat bermain games. Aku mengangguk-ngangguk, oh begitu (Meskpun belum tahu cara menggunakannya). Untuk Mengirim pesan itu berarti sama saja dengan mengirim surat, tapi lebih pendek dan lebih cepat. Hei Delta bilang apa? Game? Pikiranku cepat mengarah kesitu. Langsung meminjam. Membuat Delta Ter “Hei“ Karena kaget.

Aku langsung bertanya dimana letak gamenya, Delta yang juga belum mengerti benar dengan HP (Karena baru beli) tahu dimana letak gamenya.

Aku sedikit kecewa, ternyata hanya Game ular sama seperti Gimbot. Bukan seperti game hebat yang aku pikirkan, tapi tetap asyik bermain game, sekaligus belajar cara kerja benda ini.

Segenggam Surga Di Tangan Sahabat (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang