11 : Bulan Puasa

6 0 0
                                    

Bulan Puasa kali ini akan menjadi bulan puasa yang paling menghebohkan. Bagaimana tidak, bulan puasa kali ini bertepatan dengan piala dunia yang diadakan hanya 5 tahun sekali. Permainan yang paling bergengsi, apalagi kalau bukan Sepak Bola. Yang menjadi tuan rumah piala dunia kali ini adalah negara Brazil, jadi tidak mengherankan kalau ada banyak pakaian-pakaian, poster, sendal, piring dan barang-barang lainnya yang bertemakan brazil berjimbun berbaris rapi di pasar-pasar. Tak hanya bertemakan brazil, tema-tema negara yang masuk piala dunia pun ikut menghiasi dagangan-dagangan mereka.

Setiap orang heboh dengan pilihannya masing-masing termasuk kami berlima. Aku memilih brazil, Gustin memilih belanda, Putra memilih prancis, Delta memilih Inggris dan Alex memilih Brazil sama sepertiku. Jono?  Semenjak hari itu kami tidak mau lagi berteman dengan Jono, kami tidak mau berteman dengan seorang pencuri. Walaupun terkadang kami masih menyapa atau berkumpul dengannya, tapi kepercayaan kami sudah berkurang 99 persen untuknya.

Sebelum bulan puasa hadir, pertandingan untuk menentukan negara mana yang bakal masuk final sudah dimulai sejak beberapa minggu yang lalu. Di kampung kami warga-warga sering nonton bersama di rumah mancik Anton. Mancik Anton memasang TV yang besar di depan rumahnya. Berbaik hati mempersilahkan warga kampung nonton bareng.

Aku sempat bertanya pada kakek yang juga antusias menonton pertandingan.

“Kalau Kakek mendukung yang menang saja...” Kakek terkekeh tertawa. Pilihan yang bijak, aku menyeringai.

Teriak-teriakan heboh memenuhi langit-langit rumah mancik Anton setiap malamnya. Ada yang berteriak kesal “DASAR BODOH!!!”, “ITU CURANGG” dan lainnya. Namun ada pula yang berteriak memuji, “Bagus... terus.... Buat lawan kau tidak berdaya...”

***

Duar Duar !! Suara petasan pecah, berisik di depan masjid. Mengganggu kekhusuk’an shalat tarawih berjamaah kami di masjid. Sudah menjadi kebiasaan saat datang bulan Ramadhan petasan banyak dimainkan oleh anak-anak kecil.

“Hei.. Rio, Nanti malam kau nonton tidak...?” Putra menjajari jalanku ketika diperjalanan dari pulang shalat tarawih. Shalat tarawih di malam pertama selalu saja ramai. Warga masih dalam level 10 dalam semangat, sampai-sampai banyak yang shalat di luar masjid, saking sesaknya.

“Tentu saja Nonton, ini hari yang aku tunggu-tunggu. Bagaimana mungkin aku tidak datang..” Aku semangat menjawab. Delta, Gustin dan Alex sepertinya juga semangat sekali, tak sabaran ingin nonton sekaligus menunggu datangnya sahur. Moment yang sangat jarang sekali.

“Memang kau dukung siapa nanti malam..?” Aku bertanya ke Putra.

“Aku tetap memilih prancis, tapi karena pertandingan kali ini uruguay VS afrika. Aku lebih memilih belanda..” Putra cengengesan bercanda. Aku menyeringai ke Putra. Ngarang. Teman kami satu ini memang aneh-aneh betul cara humornya.

“Aku lebih mendukung uruguay.” Aku berkata mantap. “Bagaimana kalau kita taruhan.” Alex, Delta dan Gustin setuju.“ Ayo!!” Kecuali Putra.

“Bulan puasa Oii, bukannya menambah amal ibadah malah nambah dosa.” Putra seperti biasanya ceramah. Ya sudah kalau begitu, jadinya taruhanpun kami batalkan.

Sesampai di rumah ada mamak dan bapak yang baru pulang tarawih juga.

“Mamak nanti malam aku boleh nonton piala dunia, tidak?” Aku bertanya ke mamak yang baru membuka pintu. “Boleh.. Asal jangan taruhan.” Mamak berkata lagi.

Aku mengangguk. Mengangkat tangan layaknya hormat, Ok BOSS!! Urusan meminta izin sudah beres, kemanapun kita hendak pergi, izin dengan orangtua adalah hal utama.

“Bapak mau ikut nonton bola, tidak..?” Aku bertanya pada bapak. Bapak hanya menggeleng. Tidak. Karena bapak memang tidak hobi bola.

Pukul 11.00 Malam. Pemainan harusnya dimulai. Tapi sial tak dielakkan, malam ini hujan malah mendadak hadir menemui bumi dengan begitu dahsyat, menghasilkan suara Menderu terdengar dari dalam rumah. Aku kecewa, duduk sebentar di ruang tamu, menunggu sambil nonton. Ah andai di rumah ada siaran piala dunia, aku tak akan repot-repot ke rumah mancik Anton. Aku mendengus kecewa.

TV kami memang Masih sistem kontrak dengan  antena pak Shaleh. Bukan hanya TV kami sebenarnya, warga-warga desa juga banyak yang menyambung/Mengontrak dengan antenanya pak shaleh. Jadi mereka yang menyambung/mengontrak dengan antena pak shaleh harus membayar perbulan, sama halnya dengan berlangganan. Tapi yang membuat aku kesal, mengapa pak shaleh tidak memberi kami chanel RRRTV, pak shaleh hanya memberi 3 channel, II, SVX, TVS. Berbeda dengan mancik Anton. Mancik anton mempunyai antena sendiri, jadi ia bisa mengatur siaran TV semaunya, dan menonton piala dunia sepuasnya.

Di desa kami hanya ada dua orang saja yang baru memasang antenanya sendiri. Pak shaleh dan mancik Anton. Pak shaleh mempunyai alat yang dapat menyambungkan antena ke banyak TV, sedangkan mancik Anton tidak punya.

Sudah pukul 12 malam teng, Hujan belum juga reda, udara semakin dingin, suara hujan masih menderu di luar. Sialnya malam ini. Lama menunggu membuat mata semakin terasa berat.

Segenggam Surga Di Tangan Sahabat (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang